5

834 78 26
                                    

#Flashback

Seseorang pernah berkata bahwa kehilangan ada cara belajar paling efektif untuk menyadari jatuh cinta. Seperti orang-orang yang merutuki musim dingin untuk segera beranjak pada semi. Begitu matahari pertama pergantian musim tiba melelehkan keping salju, mereka baru menyadari keindahan dari kebekuan yang mematikan telah terlewat begitu saja. Saat semua telah tiada, tak ada cara lain menikmati selain merindukannya. Pun sama halnya dengan daun rapuh yang direnggut angin. Tak pernah mengira ia akan mati karenanya atau dikecup waktu untuk layu.

Hermione memikirkan gagasan itu dalam kepalanya. Mendesir seperti pecahan ombak. Menggerus dan retak. Meretas rindu yang meranggas di dada.

Hampir sebulan. Lebih mungkin jika hitungannya tak salah. Bahkan ia merasa aromanya memudar dari tubuhnya, dan gadis itu perlu menutup mata untuk mencari pemuda pirang platina dalam kepalanya. Untuk mengingatnya.

Citrus bercampur kayu manis.

Uap maskulin yang selalu menempel di tubuhnya begitu pagi tiba. Bersarang di seragamnya. Di rambutnya. Terhenti di otaknya.

Aroma yang ditinggalkan pemiliknya yang memilih sembunyi dan berharap tidak pernah ditemukan.

Hermione menemukannya dalam deretan jadwal kelas mereka. Hanya itu. Lalu kehilangan jejak. Gadis itu akan menunggunya keluar dari celah dedalu perkasa di pagi buta dalam senyap. Dalam diam agar tak dikenali. Ia hanya perlu memastikan pemuda itu menghabiskan satu malam lagi di gubuk menjerit, kemudian keluar di saat pagi untuk menghentikan kepalanya memproses kemungkinan terburuk dari usaha bunuh diri.

Ia sadar dan mengingat dengan baik raut kecewa dari mata kelabu Draco begitu mendapati mereka di pagi hari dengan keadaan kacau di menara astronomi dulu. Dan ia tahu itu menghancurkannya. Membenamkan harga dirinya yang sudah berbentuk kepingan dan tak lagi utuh.

Itu mungkin satu di antara ribuan alasan bagi Hermione untuk membiarkannya menjauhi dirinya. Walau hatinya berontak meminta jawab untuk semua tanya. Karena sesungguhnya bukan pemuda itu saja yang dilanda kecewa. Pun sama dengan gadisnya.

Sama dengan hatinya.

Ia dilema antara mengkhianati diri sendiri atau meminta kejelasan atas apa yang ia lakukan selama ini. Pengkhianatan karena semua gagasan tentang masa lalunya. Tentang perang. Tentang lawan. Tentang penjahat dan pahlawan. Tentang tittlenya. Tentang status darahnya. Tentang teman-temannya yang pasti akan menentang mereka.

Kejelasan tentang apakah ia hanya akan terus membiarkan semua tertutupi seperti seharusnya, atau meminta validasi yang rasanya tak mungkin untuk dicari. Kilasan memori menembaki kepalanya.

Siapa dia. Siapa pemuda itu.

Mereka adalah dua sisi yang benar-benar berbeda. Semesta sungguh memiliki lelucon terbaik untuk bercanda.

.

.

.

Satu pagi di awal Maret, dengan matahari teduh dan padang yang telah benar-benar menghijau. Hermione melayangkan matanya dari keriuhan rumah kaca kelas Herbology. Ia tak menemukannya di sana. Tak ada pirang platina itu.

Ia tak menemukannya ketika pagi dirinya untuk entah hari ke berapa berjalan di pagi buta mengendap dalam fajar yang masih samar. Membelah udara tipis yang diselubungi dingin untuk mengecup beberapa butir embun di padang hijau dekat dedalu perkasa. Ia akan menunggu di sana sampai kepala pirang itu menyembul dari balik celah, kemudian bernapas lega karena melihatnya kembali untuk satu pagi lainnya.

Tapi tidak dengan pagi itu yang absen atas kehadirannya.

Ia telah cukup kacau dengan tidak menemukan si pemuda keluar dari celah dedalu perkasa. Tidak menemukannya untuk kelas Herbology, dan degupan jantung di dada semakin nyaring untuk dinikmati sendiri.

MYSTIFIED (DRAMIONE & SCOROSE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang