21

436 49 11
                                    

#Flashback

Hermione menatap kepala berita dari Daily Prophet bertanggal kemarin. Ia melipatnya lagi, kemudian membukanya kembali. Terus berulang. Memperhatikan foto bergerak di bawah kepala berita yang menghabiskan satu halaman penuh berupa gambaran Draco Malfoy dengan wajahnya sedingin salju di depan manornya.

Malfoy manor telah dikembalikan hampir satu tahun yang lalu setelah terakhir kali mereka berpisah di South burn. Ia hampir melupakan bagaimana tersiksanya dirinya dengan menjerat diri sendiri dalam kerinduan. Mencekik sepi dan menyesakkan dadanya dengan bait-bait putus asa. Dari kejauhan yang bahkan ia tak tahu jarak sejauh apa yang membelenggu mereka, ia telah sedemikian sakit begitu memikirkannya.

Mereka terpisah.

Setelah Kementerian memberikan kembali hak Draco atas manornya, pemuda itu segera mengasingkan diri keluar dari Inggris. Entah ke bumi belahan mana yang menelannya tanpa kabar. Seolah ia telah mati membusuk tanpa keinginan untuk ditemukan. Terkadang Hermione memikirkannya bahwa pemuda itu mungkin menghabiskan sisa hidupnya untuk pergi terasing dan menjauh. Ia selalu mengatakan bahwa dirinya tak bisa menjalani kehidupan setelah perang. Terlalu banyak dosa masa lalu. Segala sesuatu tidak akan pernah baik-baik sana. Walaupun Kementerian telah menghapus semua catatan kriminalnya dan membantu membersihkan kembali namanya, namun hukuman sosial adalah banyak hal yang tidak akan bisa ia hindari.

Itu adalah alasan besar baginya untuk tidak mengikat Hermione meskipun ia tahu ia mencintai gadis itu. Meskipun ia mengatakannya dengan kesakitan, tapi tahapan tertinggi dari mencintai adalah melepaskan. Jadi, Draco memilih melepasnya.

Hermione melalui putaran musim dengan seorang diri, mendekam kerinduan yang menghela bagai tetes air. Ia biarkan jatuh dan mengenainya begitu lama dan meninggalkan cekungan yang menggerus dasar hatinya.

Ia mencintainya.

Ia selalu mengatakan ia mencintainya.

Begitu mencintainya.

Hazelnya beralih kembali pada kepala berita yang telah ia perhatikan sejak kemarin. Entah bagaimana ia tak bisa memahami dirinya sendiri. Kerinduan itu seperti menemukan akhir. Ada cahaya di ujung lorong tempat ia bersembunyi selama ini. Ia tak bisa memendam degupan jantungnya yang menghentak di dada. Mengalun dan membiarkan kerinduannya pecah dan mengalir bagai banjir yang menerobos bendungan.

Ia menatapnya lagi.

Pemuda itu, setelah hampir satu tahun pergi, kini memilih kembali. Dan permulaan yang baru, seperti yang koran itu tulis ketika mereka menembak gambarnya sekali lagi di depan Malfoy manor adalah gambaran wajahnya yang dingin.

Hermione menutup matanya sejenak, kemudian membukanya kembali. Meletakkan koran di meja kemudian menyandarkan punggung di dinding. Kebekuan merayapi kulit punggungnya di balik blazer beludru biru tua yang ia kenakan.

Ia memberikan jeda cukup lama pada hatinya sebelum ia akhirnya mendapatkan interupsi. Suara derit lemah dari pintu kayu oak coklat berayun di depannya. Jejak kaki menyusup dari celah. Begitu ia menoleh ke arahnya, ia menemukan rekannya berdiri disana dengan beberapa tumpukan laporan dan jurnal. Meletakkannya di mejanya sendiri, kemudian melirik sejenak pada Hermione yang masih menatapnya.

"Kupikir kau ingin mengetahui ini," kata pemuda itu tampak ragu. Meletakkan selembar perkamen berisi laporan di meja di depan Hermione begitu gadis itu membacanya. Hazelnya melebar sesaat, kemudian segera menyembunyikan raut terkejutnya kembali dan menoleh pada rekannya.

"Ia sendiri yang memasukkan permintaan itu, Anthony?"

Anthony Goldstein, rekan ketua muridnya ketika di Hogwarts dulu, dan mungkin satu-satunya yang menyadari rahasia terlarangnya dengan Draco Malfoy. Ketika kecurigaannya semakin besar namun memilih untuk diam, menghargai Hermione. Ia tentu tak bisa melupakan kenangan ketika mereka berdua turun dari menara astronomi dengan amarah dan tangis meledak-ledak di pagi buta. Dan Anthony Goldstein hanya bisa melihatnya dengan keterkejutan.

MYSTIFIED (DRAMIONE & SCOROSE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang