Rose membatin di ujung sofa. Memeluk lutut dan menopang dagu. Membiarkan hazelnya terjatuh ke lantai kayu. Beberapa kali ia menjawab Molly sekenanya ketika neneknya menawari beberapa muffin hangat yang baru keluar dari panggangan.
Sesekali gadis itu melirik pada jendela berembun di sebelahnya. Kemudian mengusir beku dengan jemarinya untuk mendapati pemandangan putih salju yang telah sukses tiba di The Burrow. Beberapa jembalang masih terlihat muncul dan berlari-lari cepat untuk menggali tanah, kemudian kembali sembunyi ke dalam lubang.
Ia merapatkan tautan jemarinya untuk mengusir dingin yang menyusup ke celah sweater. Terkadang mengembuskan udara beku dari napasnya yang terasa berat.
Berat seperti kepalanya.
Berair seperti matanya yang makin perih.
Untuk beberapa malam ia lewati dengan membenamkan diri di dalam kamar yang ia kunci dan selubungi dengan mufliato. Terkadang memasukkan beberapa potong bagel dan jus anggur, kemudian menghilang dalam senyap.
Ia menenggelamkan diri, kepala lebih tepatnya ke dalam cairan pensieve. Ketika baskom batu magis itu membawanya jatuh ke dalam memori-memori liar yang tercelup. Memori milik ibunya yang sampai detik ini masih sukses membuatnya menutup mulut agar tidak berteriak.
Awalnya, ia hanya membentuk anggapan bahwa apa yang terjadi di masa lalu hanyalah kesalahan beberapa malam. Namun, semakin banyak cairan memori ia jatuhkan, semakin jauh ia memahami bahwa apa yang bergulir antara ibunya dan Mr Malfoy berujung pada sebuah rahasia.
Rose menghela napas panjang begitu meneliti pikirannya. Ia memejamkan mata beberapa kali untuk mengusir rasa panas, kemudian menatap kekosongan yang nyaman. Ia mengabaikan keriuhan The Burrow yang mulai dipadati sepupu Weaslet dan Potter dengan duduk terasing di sudut ruangan lain. Yang lain mungkin menganggap pengasingannya sebagai bentuk kesedihan akan kematian ibunya, namun kali itu, Rose bahkan tidak tahu apakah ia perlu buru-buru bersedih lebih dalam dengan semua memori yang tumpah ruah di kepalanya.
Itu terasa seperti memori milik ibunya telah menempel di kepalanya. Dan bukan hal mudah untuk menghilangkannya.
Ia berpikir untuk beberapa saat. Semula menganalisisnya sesuai urutan nomor yang tertulis di dasar botol. Karena sejauh yang ia lihat sampai saat itu, ia hanya mendapati romansa yang terjadi di dalam dinding Hogwarts, dan belum menemukan hal lain selain hubungan yang membuatnya berdecak kaget. Kemudian gelisah dan terusik dengan apa yang akan ia lihat jika ia menjatuhkan memori dari botol terakhir. Pikirannya yang belum pernah terbersit sebelumnya.
Sekitar nomor tiga puluhan seingatnya.
Rose menengadahkan kepala, menarik matanya dari lantai kayu untuk kemudian bangkit berdiri. Ia menyelipkan anak rambut di belakang telinga untuk beberapa detik lamanya, sebelum kemudian menyeret langkahnya yang terasa berat.
Pergi meninggalkan ruang kosong di belakang dapur dan keluar dari ambang pintu untuk menuju ruang tengah.
Langkah kaki membawanya menapaki lantai kayu yang terasa lebih hangat. Entah karena orang-orang berkumpul disana, atau karena perapian yang menyala dengan bunga api meletup-letup. Ia sejenak melempar senyum pada Dominique yang mengerling padanya, kemudian kembali menarik hazel untuk memandangi lantai.
Ia berjalan ke arah tangga untuk menapakinya, kemudian tetiba terhenti ketika suara mengusik telinga. Dan ia merasa perlu untuk berbalik. Melihat sejenak ke arah yang membuat hampir setengah kerumunan The Burrow beranjak dan menghambur ke pintu depan.
Rose memicingkan matanya yang mengabur, dan mengetahui Albus datang dari balik pintu utama. Molly melebarkan pelukannya, karena Potter nomor dua itu adalah anggota terakhir yang baru berkumpul disana. Masih dengan rambut acak-acakan dan jubah dengan noda salju di pudak.
KAMU SEDANG MEMBACA
MYSTIFIED (DRAMIONE & SCOROSE)
Fanfiction(Complete) Kematian Hermione Weasley menjadi awal bagi pembuka rahasia kelam di masa lalu. Dan Draco Malfoy menjadi yang paling bertanggung jawab karenanya. Seri multichapter dari Miserable Harry Potter © JK Rowling Cover: Googlesearch, canva, picsa...