Rose memperhatikan logam platina dengan berlian mungil di jari manisnya. Itu telah satu bulan yang lalu sejak pemuda itu mengikatnya di pekuburan sunyi di Oxfordshire. Ditemani lantunan suara angin atau gemerisik ranting dan daun-daun willow. Dia mengingatnya, sesuatu yang tak bisa dia lupakan.
Dia memejamkan mata lagi. Melipat kelopak matanya dan menyembunyikan hazelnya dalam gelap. Meraih sebanyak mungkin memori yang jatuh berguguran bagai daun-daun kering. Ia tidak pernah memiliki kekuatan untuk melepaskan. Ia tahu itu. Meskipun ia telah menyiapkan barang-barang untuk pelariannya di dalam tas yang telah diberi mantra perluasan, tas itu hanya berdiam di dalam lemari dan tak pernah tersentuh.
Rose membuka matanya kembali. Menyesuaikan pandangannya pada cahaya temaram yang mengisi ruangan itu. Kastanye membasuh dinding dari lilin-lilin yang dinyalakan di sudut. Atau bayang-bayang yang bermain ketika angin meniupnya bergetar.
Dia merosot ke dalam bathtub, mencium air sabun dan busa ceri dengan bibirnya dan membiarkan kulitnya digenangi kelembutan air. Kebekuan itu menyusup ke bawah kulitnya yang telah keriput setelah menghabiskan waktu dengan berendam bermenit-menit yang lalu. Ia menyandarkan kepalanya pada porselen dan membiarkan tubuhnya merosot lebih dalam. Membiarkan busa menyecup segala yang ada pada tubuhnya sampai ia merasakan tekanan menghimpit paru-paru. Ia biarkan rasa sakit itu menjarah dadanya akibat tidak terpenuhinya oksigen. Ia membiarkannya.
Ia tenggelam ke dasar. Merasakan bagaimana khasnya bunuh diri. Mungkin kematian tidak akan terlalu mengerikan. Mungkin kematian akan lebih baik jika ia semakin lama berjalan pada takdir yang telah ia takuti. Ia terdiam di dasar dan membiarkan air meremukkan dadanya.
Begini rasanya, batin Rose. Meskipun ia tahu bahwa persentase keberhasilan bunuh diri oleh tenggelam di bathtub tidak cukup baik. Rasa sakit yang besar terlebih jika kegagalan itu ada dan membuat ia tetap hidup meski ia menderita hipotermia atau gagal napas menyakitkan. Mungkin tegukan hidup bagai mati dosis besar terdengar lebih baik. Dia akan mati dalam tidurnya tanpa rasa sakit dan bangun di kehidupan selanjutnya.
Pikiran itu berdering di kepalanya bagai desing peluru. Saat ia telah yakin bahwa tenggelam bukanlah rencana yang baik, ia memaksa tubuhnya untuk bangkit, menarik bobot diri keluar dari permukaan air dan menghirup udara bagai orang kesetanan. Hampir setengah isi bathtub tumpah ke lantai saat ia kembali bersandar pada porselen. Terengah-engah mencengkeram dadanya dan berusaha memasukkan sebanyak mungkin udara dalam paru-paru.
Ia menjentik kepalanya pada tepi bathtub dan beristirahat di sana. Setelah lima menit diam, ia bangkit berdiri dan meraih pancuran untuk membersihkan diri.
Ia membiarkan dingin lain jatuh di tubuhnya bagai hujan deras. Ia selalu menyukai waktu berdiri di bawahnya. Meredam kepekakan telinga yang terus berdengung bagai lebah. Atau sekedar meredam pikiran-pikiran liarnya. Ia melaluinya sampai akhirnya ia kembali. Berputar pada langkahnya dan meninggalkan kamar mandi yang telah ia diami lebih dari satu jam.
Rose melangkah dengan jejak basah di telapak kakinya. Menarik selembar baju untuk ia gunakan di hari itu. Hanya itu. Membiarkan rambutnya basah dan sisa air menetes dari ujung helaian merah. Ia hanya menepuk-nepuknya pelan dengan handuk dan kehilangan ingatan dimana tongkat sihirnya berada. Saat ia memperhatikan pantulannya di cermin, telinganya menangkap suara-suara dari ruang tengah. Pembicaraan entah siapa dengan Scorpius di pagi hari penghujung musim panas ini.
Mata hazelnya berusaha mencari dari balik celah pintu yang terbuka sedikit, namun ia tidak menemukan apapun. Suara itu memudar. Hanya ada keheningan panjang terjeda di telinganya. Ketika ia telah selesai dengan cermin, ia meraih knop pintu kamar. Membukanya dan menghambur ke ruang tengah.
Melangkahkan kakinya perlahan dengan mata tidak fokus, membiarkan hazelnya meninggalkan kamar, kemudian rambutnya yang basah.
Lalu berakhir pada sosok yang duduk anggun di ruang tengah dengan mata obsidian mengerikan menusuk padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MYSTIFIED (DRAMIONE & SCOROSE)
Fanfiction(Complete) Kematian Hermione Weasley menjadi awal bagi pembuka rahasia kelam di masa lalu. Dan Draco Malfoy menjadi yang paling bertanggung jawab karenanya. Seri multichapter dari Miserable Harry Potter © JK Rowling Cover: Googlesearch, canva, picsa...