9

567 66 15
                                    

Uap mawar samar menggelitik hidungnya. Dari balik kegelapan yang menyelubungi pandangannya, ia merasa kelopak matanya yang begitu berat melekat di sana. Napasnya berat dan sesak. Dan ia merasa paru-parunya seakan dirobek oleh beku.

Matanya perlahan terbuka. Namun ia hanya bisa mendapati cahaya silau dari lampu tempel di langit-langit ruangan. Ia mencoba menggerakkan lehernya, namun tak berhasil. Alih-alih bergerak, ia merasakan sakit berdenyut dari sana. Syarafnya mulai aktif kembali dan mengirimkan sinyal sakit pada otaknya. Lehernya tak bergerak sesenti pun, dan menyadari penyangga menjadi alasannya. Lambat ia merasakan perban lembut melilit lehernya yang mati. Dari manik hazel miliknya yang berputar menganalisis tempatnya berbaring, ia menduga berada di sayap rumah sakit.

Ia bisa merasakan punggungnya di atas seprai lembut. Juga dadanya. Rusuknya. Perban mungkin melilitnya dari ke tulang selangka, kedua lengan, dan berakhir di perut. Tapi ia memakai baju pasien dari katun putih tipis dan terasa sejuk di kulitnya.

Otaknya menerima gelombang rasa sakit lain yang baru diingatnya. Rasa menyengat dari kulit di tubuhnya perlahan memudar, meskipun ia masih bisa merasakan beberapa sensasi lebam di beberapa bagian.

Ia mencoba menjentikkan jemarinya yang kaku. Namun sepanjang kekuatan yang ia alirkan di sana, hanya gerakan kecil yang bisa tercipta.

Hazelnya beralih pada jemari kakinya yang tertutup selimut putih kemudian mencoba merasakannya. Terakhir yang ia tahu kakinya pasti mengalami beberapa patah tulang atau dislokasi karena hantaman pohon pemarah itu.

"Sial," bisiknya tak terdengar. Menghilang di dalam tenggorokannya. Matanya mencari-cari kata yang menguap dari mulutnya. Kosong.

Ingatannya tentang dedalu perkasa yang mengamuk membanjiri otaknya. Ia pasti telah melewatkan kewaspadaan untuk memeriksa apa mantra Immobulus itu masih bekerja, dan melenggang santai keluar. Kemudian menghadapi amukan pohon pemarah yang terganggu di pagi buta.

Ia mencari dalam kepalanya. Dan seluas yang didapatnya, ia dikejutkan dengan ingatan lain sebelum kegelapan menculiknya.

Suara yang menyebut namanya.

Manik hazel itu beralih. Melirik ke paling sudut di matanya yang bisa ia jangkau tanpa menggerakkan kepala. Ia melihat tirai putih yang membatasi ranjangnya dengan isi ruangan lain. Dan menyadari bau desinfektan yang menyengat.

Juga uap mawar samar.

Begitu matanya terjatuh pada meja kecil di tepi dinding, ia melihatnya.

Beberapa tangkai mawar putih. Berkumpul dalam hening di dalam vas kristal berisi air untuk membasahi batangnya. Di letakkan di atas meja kayu berwarna putih di sebelah ranjang dengan beberapa laci di depan, dan berpikir sejenak siapa yang mengirimnya.

Matanya berputar ke arah lain. Mencari informasi lain tentang tempatnya berada saat ini meski gambaran yang mampu diproses otaknya hanya siluet samar dan kesulitan. Menyeberangi tirai sisi kiri dan meja kecil kemudian terhenti di sisi lainnya. Sisi kosong yang dibatasi tirai putih lain. Kali ini angin membelainya dan mengayunkannya perlahan. Ia bisa merasakan kebekuan itu menjalar di pipi telanjangnya. Angin yang berhasil menerobos celah jendela dari bingkainya yang dibiarkan terbuka sedikit.

Ia menangkap pemuda itu duduk di kursi dekat jendela seraya menenggelamkan wajah pada buku. Melipat lengan di dada sementara lengan lain menahan buku di jemarinya. Untaian perak di kepalanya adalah satu-satunya ciri yang paling mudah dikenali.

Mata Rose menyipit dan hazelnya agak kesulitan mendapatkan gambar jelas. Otaknya menerima pemandangan samar. Namun meski begitu, ia tahu pemilik pirang platina yang berada di Hogwarts. Lengkap dengan seragam kemeja putih yang dibiarkan mencuat dari celana. Juga dasi hijau perak yang ditarik longgar.

MYSTIFIED (DRAMIONE & SCOROSE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang