11

456 52 7
                                    

Rose mengambil sebuah tempat di sudut yang terasing dari keramaian. Tersembunyi di antara rak-rak buku tinggi menjulang, atau jalan kecil yang mengular membentuk labirin. Hampir menyentuh sisi bagian terlarang dengan segala tiang-tiang besi dan pagarnya yang selalu terkunci. Mengabaikan keinginan untuk mengunjunginya beberapa saat ketika mengingat ia telah kehilangan hak istimewa untuk memasukinya.

Ia Duduk di sana dengan hanya ditemani ringkihan debu yang mengalur di jalur berkas cahaya yang ditinggalkan purnama sayu. Menembus dari jendela kaca mozaik yang berembun. Terkadang jemarinya bermain-main dengan mencipta gambaran kekanakan kemudian menghapusnya kembali. Terkadang manik coklat madu miliknya hanya menikmati gambaran buram yang tersaji di balik kaca.

Ia memeluk lututnya, duduk bersandar pada sisi tembok sementara wajahnya masih menghadap pada bingkai jendela dan sedikit celahnya. Menyentuh kulit pipinya yang rapuh dengan angin tipis dari malam di Awal April. Hampir kering. Hampir membuat matanya panas dan memerah. Entah karena terpaannya, entah karena kesulitannya tentang waktu tidur.

Ia sudah meninggalkan lembaran koran yang telah cukup usang dengan robek-robek kecil di beberapa bagian. Memotongnya dan menyusunnya seperti kliping. Menyimpannya entah untuk mengamati lagi dan meneliti, atau hanya untuk menyakiti hatinya dengan gambaran maupun spekulasi. Sebuah gambaran yang masih menamparnya ketika mimpi-mimpi buruk datang dan merobek malamnya yang tenang.

Masih segar seperti ingatannya. Masih bergerak seperti seharusnya ketika halaman utama dari Daily Prophet yang bertanggal hari kematian ibunya ia amati entah untuk ke berapa kali. Foto bergerak tentang auror yang menahan kumpulan jurnalis lapar, kemudian bergantian pada gambaran tubuh telanjang ibunya. Kaku dan membiru ditembaki cahaya lampu. Kentara di antara serpihan salju, pecahan kaca, juga tangkai-tangkai mawar merah.

Kecantikan yang mematikan.

Begitulah kalimat yang disematkan orang-orang. Seakan bisa mencium uap mawar yang menyeruak dari gambarnya dan terasa begitu memuakkan.

Hazelnya beralih pada udara kosong. Mengabaikan potongan berita yang mengumpul di jemarinya. Mengingat tentang jejak Astoria Malfoy, tentang rumah kediaman Granger. Ia mengetahui dari paman Potternya bahwa ada banyak kejanggalan dan kalimat rancu ketika pembicaraan aristokrat wanita itu dengan auror yang menangani kasus. Meski ia tak terlalu yakin apakah semua akan sama jika mereka benar-benar memberikan Veritaserum pada Astoria Malfoy, dan kemungkinan muntahnya segala rahasia yang ditutup rapat selama ini.

Rose mengakuinya, berpikir bahwa ia yakin Astoria mengetahui banyak hal tentang skandal suaminya. Wanita elegan itu tidak pernah menyukai hubungan Malfoy yang membaik dengan Potter maupun Weasley. Terlebih ketika Rose mengingat apa yang dikatakan Scorpius tentang ibunya, dan beralibi ada sesuatu lain yang ia tutupi. Tapi entah apa.

Terlalu naif rasanya jika hanya mengaitkannya dengan perasaan cemburu, yang meskipun ia menolak gagasannya, namun itu menjadi cukup mungkin. Bukan hal mustahil seorang Astoria mengambil peran sebagai seorang istri yang terlibat dalam pembunuhan selingkuhan suaminya. Terdengar seperti cerita rendahan memang, tapi terkadang seseorang akan melakukan hal paling liar sekalipun, untuk harga diri yang telah dikoyak pengkhianatan.

Belajar dari temuan pensieve kosong, yang membuat gaduh jurnalis ketika auror mengabarkannya. Yang membuat spekulasi liar, Kementerian menutup semua celah tentang keterlibatan Astoria. Tidak dengan statusnya yang masih merupakan saksi, dan belum menemukan apapun yang bisa menaikkan statusnya tersebut. Namun dengan segala memori yang baru dilihat Rose, gadis itu mau tak mau menghubung-hubungkan tentang alasan Astoria membenci keluarganya, atau bahkan alasan Astoria dan keterlibatannya dengan kematian ibunya, meskipun ia tidak bisa memikirkan cara yang berhubungan.

Lamunannya mengumpul. Berdengung dan saling sahut menyahut. Menjejaknya dan menggigit seperti sekawanan lebah. Memar, panas, dan menyakitkan. Ia menutup matanya dan membiarkan memori membanjiri belakang kelopaknya. Ia sudah cukup lama kehilangan waktu untuk melihat memori ibunya di dalam pensive, dan memilih menyibukkan dirinya dengan kesakitan. Atau asumsi. Bermain-main dengan khayalannya sendiri.

MYSTIFIED (DRAMIONE & SCOROSE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang