16

479 46 9
                                    

Scorpius menemukannya di sana. Berdiri di sisi dinding batu menara astronomi dan melambungkan lamunan pada luas langit. Jejaknya terlalu sepi untuk bisa mengoyak kedamaian yang menjadi selubung magis di sana. Ia melangkah menapaki anak tangga terakhir dan berjalan di atas lantai kayu. Berderit lemah, memecahkan diamnya ketika gadis itu menyadari kehadirannya dan menatapnya dari balik bahu dengan sebuah senyuman.

Ia tahu, pemuda itu menanyainya dari koin kemudian mencarinya ke sana. Gadis itu tidak terlalu baik malam itu, membiarkan gubuk menjerit terlalu membuat kepalanya sesak juga kilasan-kilasan dari dengung suara pensieve mengganggu kedamaian. Entah telah berapa lama ia tidak kemari dan melupakan sebuah tempat mengagumkan yang biasa ia gunakan untuk membunuh waktu. Tapi menara astronomi selalu menawarkan kecantikan langit malam yang mengagumkan.

Dari belakang tubuhnya, lengan Scorpius terulur meraih pinggangnya dan melingkarkannya di perut gadisnya yang ramping. Menyandarkan kepala di punggung gadisnya dan membenamkan wajahnya di sela helaian rambut merahnya. Menghirup sejenak aroma ceri yang menguar dari tubuhnya. Manis dan menenangkan.

Ia menarik wajahnya dan mendiamkan dagunya di bahu Rose yang lemah. Membiarkan ia memeluk gadisnya dari belakang dan menikmati gambaran yang sama. Kegelapan langit dengan sapuan bercak bintang-bintang. Tak pernah mengecewakan di antara musim panas yang menjanjikan untuk langit selalu cerah.

"Hai." Scorpius berbisik di telinganya. Menyentuh cuping dengan bibirnya dan mengirim refleks gemetar di tengkuknya. Rose tertawa pelan dan mengeratkan pelukan pemuda itu di tubuhnya.

"Hai juga." Ia menahan tawa. "Aku pikir kau sedang sibuk."

"Memang," jawabnya cepat.

"Jadi, mengapa kau menanyaiku berada dimana lewat koin?" tanya Rose.

"Aku merindukanmu."

Bisikan manis. Sekali lagi mengguratkan senyuman lain di wajah Rose yang menghangat. "Aku terharu."

"Sudah seharusnya." Ia mengecup pipi gadisnya.

"Jadi, apakah kau akan menjelaskan padaku bagaimana kau buru-buru menyelesaikan rapat dengan Cresentine?"

"Itu hanya rapat kecil. Untuk acara Profesor Slughorn." Scorpius tertawa pelan.

"Alasan yang cukup bijak." Rose mengangguk. "Jadi, apakah kau akan memberikan semacam hukuman untukku karena melanggar jam malam?" Gadis itu memutar tubuhnya hingga kini ia bisa menatap kelabu teduh Scorpius secara langsung. Meratakan helaian napasnya di wajahnya dan meneliti tiap garis lembut di kulitnya yang seputih susu. Jemarinya merayap di kemeja pemuda itu dan bermain-main dengan dasi Slytherinnya yang longgar.

Scorpius membenamkan sebuah ciuman di bibir gadisnya. Dalam. Cukup lama hingga beberapa detik memudar dan helaian udara menarik mereka dalam penyatuan. Ia melepasnya perlahan dan menatap gadisnya yang tersipu. Menautkan anak rambut merah yang membingkai wajah ke belakang telinganya. Menyapukan jemarinya di kulit wajahnya perlahan.

"Itu hukumannya."

"Kau pintar mencari hukuman yang tepat." Rose kembali melesatkan ciuman cepat di bibir pemudanya dan cukup tersentak mengetahui ekspresinya yang terkejut. Ia menemukan sedikit jejak aroma apel segar dari mulutnya kemudian teringat beberapa gambaran ketika mengamatinya di aula besar. Dan buah itu tak pernah absen dari sarapan Scorpius.

"Itu lebih baik dari memotong poin Gryffindor, meskipun aku sangat ingin melakukannya," gumamnya.

"Aku bisa setuju untuk itu." Rose menyusupkan jemarinya pada helaian pirang platina pemudanya. Menyusuri celahnya dengan lembut, kemudian membenamkan beberapa kecupan lain di pipinya yang putih. Ia tersentak pada awalnya, namun telah terbiasa ketika gadis itu menghujani pipinya dengan kecupan lain dengan gerakan lambat.

MYSTIFIED (DRAMIONE & SCOROSE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang