Rose tidak yakin apakah sakit kepala atau barisan mimpi buruk yang membangunkannya dari tidur. Saat ini, yang bisa ia rasakan adalah berat yang menggantung di belakang kepala ketika ia menggulung kelopak matanya. Ia menatap garis sinar yang berhasil menembus tirai jendela di kamarnya yang telah satu bulan ini ia tinggalkan, bertanya-tanya telah berapa lama ia tertidur, atau mengapa malam itu ia berhasil melalui satu penggal malam dengan terjatuh di ranjang Oxfordshire seorang diri. Ia merentangkan otot-otot lengannya saat jemarinya meraih kekosongan dan menautkan mata coklat madunya pada langit-langit. Menghitung sepi. Membaca sunyi.
Perjalanan pulang yang melelahkan dengan kereta benua dan kembali dengan floo yang menghubungkan dua Kementerian Perancis dan Inggris. Ketika ia tiba di ruangannya di malam hari di Kementerian, ia meletakkan surat pemberhentian kerja, ia memilih sembunyi di Oxfordshire, mengabaikan apartemen Scorpius yang nyaman di jantung London. Ia tidak bisa menatap mata abu-abunya atau mendengar suaranya atau merasakan sentuhannya. Ia telah merasakan putus asa dalam langkah yang tinggi saat menghabiskan lamunannya di Eton. Menatap barisan pinus dan kegelapan hutan saat menghitung peluangnya sendiri. Ia tidak tahu apakah terlalu optimis atau bahkan telah gila jika ia membiarkan hasratnya jatuh di pelukan Scorpius. Pemuda itu telah jelas terlarang dan ia belum memiliki alasan yang menguatkan untuk tetap berada di sisinya.
Ia harus pergi.
Pikiran itu meracuninya sampai di efek tertinggi.
Rose menghela napas dan menghembuskannya dengan perlahan. Meraih helaian rambut merahnya saat ia bangkit dari tidur, duduk bersandar pada dinding di belakang dan memeluk lututnya sendiri. Memikirkan pilihan apa yang ia miliki karena setelahnya ia menyadari bahwa ia tidak memiliki pilihan. Ia didera sedih namun ia tidak bisa mengekspresikannya. Perasaan itu nyatanya sama seperti saat ia menyaksikan pemakaman ibunya. Ia hanya menatap kekosongan dan diselubungi sunyi. Menautkan matanya pada sepi. Telinganya berdengung dengan jeritan yang tertahan di kepala, namun satu pun kata tak ada yang keluar dari bibirnya. Ia bisu. Ia tak bisa menangisinya meskipun ia ingin. Ia hanya berubah menjadi batu beku yang hatinya telah mati.
Perasaan itu sama. Saat ia menatap peti mati ibunya diturunkan untuk dipeluk bumi. Ia hanya diam membatu. Perasaan yang sama saat ia memilih untuk pergi dari Scorpius. Terkadang ia membenci mengapa ia begitu mengandalkan logika. Menasehati otaknya bahwa tidak ada lagi peluang untuk bisa memeluk mereka kembali; ibunya maupun Scorpius. Keduanya telah dipisahkan takdir dengan cara yang berbeda, namun kesakitan yang sama.
Ia tidak menemukan petunjuk yang mengingkari asumsinya. Ia tidak menemukan cara mempercayai cerita versi draco Malfoy. Untuk seluruh bukti yang telah ia cari sendiri, semakin jauh ia mencari, semakin jauh ia menemukan bahwa ia harus memantapkan hatinya untuk pergi.
Harusnya takdir tidak pernah mendekatkan mereka. Harusnya ia tetap membenci Scorpius sebagaimana sebelumnya. Agar perpisahan itu terasa lebih mudah. Tapi takdir memang penulis paling kejam. Menjatuhkan hatinya di tempat terlarang. Dan ia harus melarikan diri sebelum diremukkan.
Ia meraih jemarinya sendiri dan membaca garis tangannya yang kusut. Bergurat bagai keriput dan berdenyut kemerahan. Rasa sakit di hatinya menjalar menjadi kesakitan fisik. Ia pernah mendengarnya sebelumnya, jatuh cinta padanya adalah patah hati paling sengaja. Ia pernah mendengar bahwa patah hati dapat bertransformasi ke dalam kesakitan raga dan ia menyadarinya. Itu begitu sempurna. Setiap nadi yang berada di bawah kulitnya berdenyut seirama detak jantung, mengalirkan rasa sakit, kekecewaan, dan penyesalan.
Ketika ia melalui satu putaran hari dan menatap bayangannya di kaca, ia tidak menemukan gadis lain selain gadis yang kehilangan cahaya. Gadis yang harus pergi. Saat ia membenamkan lamunannya dalam sepi dan melemparkan matanya pada langit suram yang selalu memayungi Oxfordshire, ia telah kehilangan jam demi jam berharga yang ia biarkan berlalu begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
MYSTIFIED (DRAMIONE & SCOROSE)
Fanfiction(Complete) Kematian Hermione Weasley menjadi awal bagi pembuka rahasia kelam di masa lalu. Dan Draco Malfoy menjadi yang paling bertanggung jawab karenanya. Seri multichapter dari Miserable Harry Potter © JK Rowling Cover: Googlesearch, canva, picsa...