#Flashback
Granger bergeming dari tempatnya berdiri saat ini setelah turun dari kereta uap merah. Manik coklat madu miliknya berkilat sejenak begitu ia menatap pada kerumunan siswa yang telah mulai kosong. Beberapa di antaranya dijaga oleh para prefek tiap asrama. Hagrid memandu murid tahun pertama yang jumlahnya tidak sebanyak tahun-tahun sebelumnya. Banyak orang tua mereka menunggu dan mengamati hingga keadaan telah benar-benar baik. Bagaimana musim berganti. Dan ketakutan berangsur hilang selepas perang besar berlalu.
Lencana ketua murid di saku kirinya memantulkan cahaya sayu dari lampu minyak yang digantung di stasiun Hogmeads. Ia merabanya sekilas untuk merasakan kebekuan yang menggigit jemari dari logam itu. Tanggung jawab yang diampunya setelah ia berpikir untuk setidaknya sekedar beristirahat. Apapun itu yang telah dilaluinya sepanjang tahun kemarin adalah sesuatu yang berat.
Itu adalah hadiah, atau lebih tepatnya beban yang dipercayakan McGonagall kepadanya setelah ia memutuskan untuk kembali mengulang tahun tujuhnya, walau tanpa Ron dan Harry yang memilih mengambil promosi istimewa sebagai auror.
Setelah pluit panjang dibunyikan dan uap putih mengepul seperti awan kumulus, kereta kembali memacu mesinnya menuju London. Dan Hermione perlu sekali lagi menyisir sisa-sisa murid yang perlahan telah mendapat tumpangan mereka menuju Hogwarts. Ia menyapukan iris hazel miliknya dan tak menemukan apapun lagi.
Apapun.
Selain pirang platina yang menyembul di antara kabut gelap di tempat yang tak terjamah cahaya.
Ia kemari. Mengulang tahun tujuhnya. Bisikan di kepalanya mengeras seperti lebah yang berdengung saling sahut.
Ada degup terkejut merayap dalam dadanya. Ada jemari yang erat mengeras mengalirkan amarah mengumpul disana. Hermione mau tak mau kembali mengingat apapun yang telah bergulir di tahun kemarin mereka. Tak ada baik-baik saja. Segala tentang Malfoy, keluarganya, pelahap maut, dan Voldemort.
Siluet bekas peperangan menyerang kepala semaknya dan ia merasa seperti melayang kemudian dihujamkan ke bumi. Ia tak bisa menolak keinginan untuk menatap sekilas luka tanda mudblood yang diukir di lengannya. Berdenyut sempurna ketika buku jarinya tanpa aba-aba melayang menyusuri lekukan luka yang telah pucat dan memerah.
Draco Malfoy disana, jauh dan terasing. Ia masih menunduk beku mengintimidasi sepatunya sendiri. Ia tahu bahwa iris coklat madu itu memperhatikannya sejak tadi. Mungkin menunggu agar tempat itu benar-benar sepi sampai akhirnya ia bisa menuju Hogwarts seorang diri. Tapi yang dilihatnya dari kejauhan adalah ketua murid baru yang tentu perlu memastikan diri menjadi yang paling terakhir tiba di Hogwarts.
Sementara Hermione melepaskan tatapan dari luka mengerikan di lengannya, ia ditarik dari lamunan dengan suara sepatu yang memecah sunyi malam itu.
"Sepertinya kita biarkan saja dia."
Hermione menoleh ke belakang. Anthony Goldstein, si Ravenclaw ketua murid laki-laki itu sepertinya tahu apa yang sejak tadi diperhatikan manik hazel Hermione.
Mereka pun pergi meninggalkan peron.
.
.
.
"Dia akan baik-baik saja. Aku sendiri yang menjaminnya pada Kementerian."
McGonagall tak melepaskan tatapan dari tumpukkan perkamen di hadapannya. Ia mencoret-coret kertas itu dengan cepat sambil sesekali melirik pada Granger yang masih berdiri di seberang.
"Tapi lukanya. Maksudku bekas tanda kegelapan di tangannya. Aku melihat itu hangus, juga kisut, Profesor," ucap Hermione hati-hati. McGonagall meliriknya dari balik kacamata. Meneliti sejenak ketua murid perempuan itu untuk memilih jawaban.
KAMU SEDANG MEMBACA
MYSTIFIED (DRAMIONE & SCOROSE)
Fanfiction(Complete) Kematian Hermione Weasley menjadi awal bagi pembuka rahasia kelam di masa lalu. Dan Draco Malfoy menjadi yang paling bertanggung jawab karenanya. Seri multichapter dari Miserable Harry Potter © JK Rowling Cover: Googlesearch, canva, picsa...