20

455 50 9
                                    

Hari pertama ia keluar dari sayap rumah sakit. Menghambur menuju aula besar untuk melihat kekasihnya yang tak menemuinya semalam. Berpikir sesuatu mungkin menahannya atau gadis itu terlalu sibuk dengan beberapa rutinitas. Scorpius menggulung lengan kemejanya, udara telah sangat mengerikan di pertengahan musim panas dan pagi itu butir-butir keringat telah luruh di dahinya. Membasahi sebagian helaian pirangnya yang tipis. Ia mengambil sepotong roti bruschetta dengan topping tuna dan paprika kering dari nampan perak di atas meja. Meneguk sejenak jus anggur dari piala di depannya. Sesekali mendengarkan Albus bercerita dan selalu menancapkan kelabu miliknya ke arah meja Gryffindor tapi gadisnya tak ada di sana.

Ketika waktu menggulung mereka untuk pergi menghadiri beberapa kelas, Scorpius masih tak menemukan gadisnya. Ia hanya menerima kabar yang sedang ramai dijalin dari mulut ke mulut. Sesuatu yang membuat Albus mengerling jahil padanya dan membuat beberapa ulas senyuman tertahan di bibirnya. Dari banyak mulut-mulut Gryffindor, dilanjutkan pada asrama lainnya dan tetiba seisi Hogwarts telah mengetahui berita putusnya hubungan Rose dengan Alexander. Tak ada yang tahu pasti mengapa. Seeker Gryffindor itu bicara terlalu banyak dan mengantarkan kesalahan pada adanya orang ketiga, yang membuat banyak pasang mata memburu Scorpius ketika berjalan di koridor. Atau cerita-cerita berlebihan bahwa Alexander memutuskan Rose, walau gadis itu meminta untuk kembali.

Semua ujaran itu hanya bisa dibalas dengan gelengan lemah dan tawa yang tertahan ketika Scorpius mendengarnya. Beberapa murid perempuan membicarakan mereka dan memiliki asumsi-asumsi memuakkan lainnya yang membuatnya mual.

Tapi sesuatu cukup mengganggunya. Bukan karena banyaknya kebohongan dalam cerita versi Alexander, tapi lebih kepada ia yang belum menemukan gadisnya selama satu hari penuh. Tidak di aula besar. Tidak di kelas mereka. Tidak di perpustakaan. Juga tidak di gubuk menjerit ketika pemuda pirang itu kembali setelah patroli malam dan berharap gadis itu menunggunya.

Ia hanya ditemani hampa dan keheningan. Alunan angin kencang yang berderak menabrak kaca jendela gubuk menjerit juga langit-langit kamar yang membosankan mencemoohnya. Ia sendirian di ranjangnya yang dingin sampai beberapa jam menuju pagi yang membuatnya diculik mimpi. Dan ketika cakrawala telah membasuh bumi dengan cahaya kuning, ia masih menemukan sisi ranjangnya kosong.

Pagi keduanya di aula besar tak terlalu baik. Ia masih tak menemukan gadisnya di antara beberapa rambut merah Weasely di sana. Menjalani kelasnya dan masih kehilangan eksistensi yang membuat ia rindu dan khawatir. Rasa khawatir makin menjalar di benaknya setelah terakhir kali ia bertemu dengan Rose adalah ketika ibunya memuntahkan kata-kata menyakitkan pada gadis itu. Ketika besok pemuda itu telah diperbolehkan untuk keluar dari sayap rumah sakit, dan mendengar berita putusnya hubungan mereka, ia tak melihatnya untuk menanyainya akan banyak hal.

Itu sesuatu yang bagus untuknya ketika pertama mendengarnya. Mengesampingkan semua berita bohong yang tertuju padanya, dan ia sesungguhnya tak terlalu peduli. Tapi absennya gadis itu selama hampir dua hari membuatnya tak nyaman.

Suatu sore yang kering ketika Scorpius akhirnya memburu kelas ramuan di ruang bawah tanah dan menunggu murid tahun lima untuk keluar, ia menarik lengan Lily untuk membawanya bicara di suatu sudut.

Bungsu Potter itu menatapnya dengan keheranan ketika Scorpius canggung untuk bertanya. Tapi pertanyaan itu meledak di kepalanya.

"Aku tak melihat Rose dua hari ini," kata Scorpius berbisik. Melirik sekelilingnya untuk meyakinkan bahwa percakapannya tak didengar yang lain. Lily meraih anak rambut di bahunya dengan sedikit gugup.

"Dia sedang sakit."

"Sakit?" Scorpius mengerutkan dahinya. Menanyai Lily tak sabar.

"Ya." Lily mengatakannya pelan, mengingat. "Ia tinggal di kamar asrama Gryffindor dua hari ini. Laura bilang dia demam."

MYSTIFIED (DRAMIONE & SCOROSE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang