Leon bersandar di kepala ranjang dengan pasrah, matanya tak henti menatap Stella, calon istrinya yang tengah tertawa bersama putranya.
Meraka memang seatap, sekamar, dan seranjang, tapi mereka seperti hanya berdua saja sedangkan Leon tidak dianggap disitu.
Stella tengah mengajari Lian untuk bermain ular tangga, mainan anak yang sekarang sudah jarang di mainkan. Mereka asik ketawa-ketiwi, dan melupakan si singa.
"Cuekin teross! Cuekin teross!" Leon menyindir, matanya menatap ke sembarang arah.
Stella terkekeh pelan, "Kenapa Mas?" tanyanya santai.
"Kenapa kenapa. Kamu lupain aku terus!" rajuknya.
"Daddy manja! Mommy kan cuma temenin Lian main, lagian kita masih satu tempat!" ungkap Lian yang diangguki dengan Stella.
"Tuh, anakmu pinter Mas. Dengerin gih." Stella menggoda Leon, lalu kembali meneruskan permainan bersama putranya.
"Yang!" pekik Leon kesal.
"Hahaha!" Stella tertawa. Lian yang melihat Mommy-nya tertawa pun ikut tertawa walaupun tidak tahu apa yang ditertawakan.
Leon melengkungkan bibirnya ke bawah, "Yang...," panggilnya memelas.
Stella tak menggubrisnya, dia terus tertawa bersama Lian.
"Yangg...," rengek Leon memanggil.
"Daddy apaan sih! Libut telus manggil-manggil Mommynya Lian!" Bocah kecil itu berteriak dengan marah. Bahkan Leon langsung kicep dibuatnya..
Stella mengelus kepala Lian, "Nggak boleh gitu sayang. Daddy kan lagi sakit. Dan Lian harus ingat, kalo sama orang tua itu tidak boleh marah-marah, membentak, dan harus patuh." nasehatnya pelan-pelan.
"Iya Mommy, maaf," ucap Lian menyesal, kepalanya ia tundukkan sedalam mungkin. Karena bagi Lian, kemarahan Stella adalah hal yang paling dihindarinya.
Stella mengecup pipi Lian, "Minta maaf sama Daddy, bukan sama Mommy."
Lian langsung mendongak menatap Daddy-nya, Leon. "Daddy, Lian minta maaf udah malah-malah sama Daddy. Lian salah."
Leon diam, sepertinya dia masih kesal dengan putranya itu. "Mas," peringat Stella.
"Iya." jawab Leon dengan sedikit terpaksa. Keadaan tubuh yang sedang tidak fit, membuat mood-nya anjlok.
"Udah, sekarang giliran Lian main." Stella mencairkan suasana. Anak itu kembali bermain sesuai gilirannya dan mendesah kesal saat pionnya berhenti tepat di kepala ular yang terbuka.
"Yahh! Turun!" kesalnya.
Stella tertawa, "Hahaha, gapapa sayang. Nanti naik lagi!"
Stella menengok ke belakang, melihat Leon yang matanya berkaca-kaca. "Udah jangan nangis lagi Mas. Sini, peluk aku dari belakang aja."
Leon menurut, dia mengesot maju dan melingkarkan tangannya di pinggang Stella, kepalanya ia rebahkan di bahu Stella.
"Jangan nangis," bisik Stella pelan. Tangan Stella sebisa mungkin berusaha mengelus kepala Leon.
"Daddy jangan peluk-peluk Mommy Lian!" Lian menjerit histeris dan duduk di pangkuan Stella. Berusaha menjauhkan kepala Leon dari bahu Mommy-nya.
Leon diam, dia hanya diam saja saat Lian memukul kepalanya. Sedangkan Stella mencoba untuk menghentikan kebrutalan putra kecilnya.
"Lian, jangan pukul kepala Daddy sayang."
"Daddy jahat!" jeritnya.
"Hei, sayang, dengerin Mommy. Ingat apa yang tadi Mommy bilang?" Stella menatap Lian dengan tajam sembari memegang pergelangan Lian.
"Ingat hikss. Tapi Lian ndak suka Daddy peluk-peluk Mommy!" Lagi-lagi Kiany menjerit.
"Dengerin Mommy sekali lagi, Daddy lagi sakit. Daddy cuma meluk Mommy kan? Mommy juga tetep sama Lian kan? Mommy itu emang Mommy Lian, sedangkan Daddy itu adalah Daddy Lian. Berarti Daddy adalah suami Mommy. Daddy dan Mommy orang tua Lian."
Lian memeluk Stella erat, menumpahkan tangisannya di dada Stella. Perempuan itu menghela nafas lega dan mengelus punggung bocah itu.
Tapi, Stella juga merasakan basah-basahan mengalir di lehernya. Dia sedikit menengok, dan mendapati Leon yang juga tengah mengeluarkan air matanya. Pelukannya mengerat dan Leon semakin menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Stella.
Stella, memijat pangkal hidungnya pelan. Rasa pusing menderanya saat melihat dua kesayangannya menangis bersamaan, hanya karena dirinya. Tolong bawa Stella pergi.
"Untuk Lian dan Daddy tersayang, udah ya, jangan nangis terus. Nanti matanya bengkak. Ini juga siang, kalian mending tidur siang. Atau mau makan dulu?"
Keduanya menggeleng bersamaan, "Yaudah, sekarang tidur ya."
Keduanya mengangguk, mereka bertiga merebahkan tubuhnya dengan Lian berada disamping kanan Stella, dan Leon di samping kiri Stella. Stella di tengah, dipeluk oleh kedua orang tersayangnya.
**
Stella, berkali-kali menengok jam di pergelangan tangannya. Dia telat bangun tadi pagi, efek kecapekan karena kemarin terus mengurus Leon dan Lian.
Sekarang jam menunjukkan pukul setengah dua belas, yang berarti lima belas menit lagi masuk jam istirahat. Seperti pesan dari Leon, bahwa setiap jam istirahat ia harus menemuinya.
Ting!
Pintu lift terbuka, Stella langsung berjalan dengan cepat menuju ruangan Leon. Ia mengetuk pintu terlebih dahulu, lalu setelah mendengar kata masuk barulah dia masuk.
"Selamat siang, maaf Tuan tadi saya kesiangan." Stella menunduk hormat.
"Kita lagi berdua yang," balas Leon tanpa mengalihkan pandangannya dari komputer di depannya.
Stella terkekeh dan mendekat ke arah Leon, mengelus bahu kokoh itu dengan lembut. Dan di kecupnya kening Leon lama. "Tadi udah sarapan, Mas? Lian gimana?"
"Aku udah sarapan, Lian juga nurut kok."
"Hm, gimana badan kamu? Enakan nggak?"
"Iya, udah sembuh kok. Makasih ya udah sabar ngerawat aku," ujar Leon tulus.
Kini Leon memeluk perut Stella, "Sayang kamu banget. Kapan sih kita nikah, biar setiap hari kamu selalu buat aku," gumamnya.
Stella tertawa kecil, tangannya menyisir rambut Leon dari depan kebelakang, salah satu kegiatan favoritnya. "Aku ngikut kamu aja Mas, tapi aku mau kita berunding antara dua belah pihak."
"Ayo kita ke Jogja, ketemu keluarga kamu!" ajak Leon semangat.
"Aku cuma nggak mau terburu-buru Mas, kita nikmatin aja dulu sekarang. Aku juga masih perlu belajar untuk jadi istri dan ibu yang baik buat kalian. Aku serahkan semuanya sama kamu dan keluarga. Tapi aku mau, kamu mantepin dulu hati kamu, persiapkan diri kamu lahir dan batin. Barulah kamu bilang sama aku, kita terbang ke Jogja sama-sama." Leon mengangguk mendengar penjelasan dari Stella.
"Makan siang yuk? Nanti jam dua kamu ada rapat lagi."
"Iya, ke restoran depan ya yang!"
"Iya Mas," balas Stella.
Mereka jalan beriringan menuju restoran depan perusahaan. Hanya restoran bintang dua yang sederhana, dan Leon juga Stella sangat menyukainya.
Tbc.
Berikan tanggapan!👇
Aku mohon tolong, kalo semisal kalian nggak suka sama part ini/cerita ini, tolong komen dan kasih tau kekurangannya, biar aku tau alasan kalian nggak vote itu karena apa.
530 vote ✓ [Lebih]
103 komen ✓ [Tidak harus, tapi diusahakan]Chap depan mau gimana, ada permintaan?
Terimakasih sudah membaca, vote n komen❤️.
24/04/21.
KAMU SEDANG MEMBACA
SOMETHING [END]
Random"Auristela!" "Buatkan saya kopi!" "Siapkan keperluan saya!" "Elus-elus kepala saya!" "Temani saya tidur!" Bukan dunia SMA, melainkan dunia perkantoran. Dia suka seenaknya. Tapi diam-diam suka. Dia juga suka iri sama anaknya. Apalagi gengsinya yang s...