Chapter 42

48.7K 4.6K 107
                                    

Pagi-pagi sekali, pukul enam, Stella pergi dari hotel tanpa mengabari siapapun. Dia akan pulang ke rumah Pakde nya, di daerah dekat sini.

Stella memang sengaja tidak membangunkan Leon atau siapapun untuk pamit, karena semalam Stella sudah pamit.
Dengan keadaan bersih dan sudah mandi, Stella menaiki delman untuk sampai di kediaman Pakde nya.

Stella turun di depan rumah Pakde nya, ia berdiri di depan gerbang dengan mata terus memandang pada seorang wanita paruh baya yang tengah membungkuk menyapu halaman.

Setelah delman itu pergi, Stella berucap, "Assalamu'alaikum."

Wanita paruh baya itu langsung berdiri tegak, dan berbalik menatap Stella. "Waalaikumsalam, sinten nggih?"

[Sinten = Siapa]

Stella memasuki gerbang, dan segera menyalimi tangan yang ia ketahui sebagai Budhe-nya. "Budhe, ini Stella, Auristela."

Mata Budhe membola, "Ya Allah! Stella! MasyaAllah nduk! Kamu kok udah gede banget, tambah cantik," ujar Budhe memeluk Stella sangat erat.

"Budhe apa kabar?" tanya Stella, ia membalas pelukan Budhe tak kalah eratnya.

"Baik nduk. Kamu sendiri gimana di kota sana?" Budhe melepas pelukannya, dan menggandeng Stella memasuki rumah.

"Stella disana baik-baik aja Budhe," jawab Stella sopan.

"Syukur kalo gitu. Udah lama nggak pernah ketemu, sekarang udah gede banget ya kamu? Mana sekarang tau-tau udah mau jadi milik orang," gurau Budhe. Beliau menyuruh Stella untuk duduk di ruang tamu lebih dulu.

Stella tersenyum malu, "Budhe bisa aja. Hehe, kalo emang udah jodohnya juga ketemu, Budhe."

"Kamu bisa aja, bentar ya tak panggilin Pakde sama yang lain."

"Iya Budhe. Tapi Budhe, Eyang ada disini kan?" tanya Stella.

"Ada kok, Eyang ada dikamar. Mungkin tidur lagi."

Stella mengangguk mengerti. Eyang adalah nenek Stella, beliau memang masih hidup. Beda dengan Kakek Stella yang sudah meninggal dari Stella lulus SMA. Dan itulah saat terakhir Stella berkunjung kesini, karena Kakek nya meninggal.

"Assalamu'alaikum, nduk." Pakde datang dan langsung menyapa.

"Waalaikumsalam, Pakde." Stella bangkit dan memeluk Pakde Karto-nya. Beberapa tahun tidak bertemu membuatnya sering kali rindu akan keluarganya disini, mungkin hanya melepas rindu lewat telpon atau video call.

"Apa kabar nduk? Gimana perjalanannya?" tanya Pakde. Mereka berdua duduk berdampingan.

"Alhamdulillah Pakde. Perjalanan lancar," jawab Stella. "Pakde baik kan? Sehat?" tanya Stella selanjutnya.

"Baik to, Pakde juga masih berangkat kerja kok."

Pakde Karto seorang yang lumayan sibuk, selain menjadi dosen, beliau juga ikut mengurus usaha turun-temurun keluarga.

Semua saudaranya Ayah Stella, memang tidak ada yang kesusahan. Semua berkecukupan, bahkan ada yang lebih.

"Wah, lancar-lancar ya Pakde."

"Iya nduk."

"Eyang!" pekik Stella saat melihat Eyang berjalan menuju kearahnya.

"Cucu Eyang!" pekik Eyang juga.

Umur Eyang hampir 80 tahun, masih bisa berjalan dengan tegak. Hanya saja kulitnya yang dulu kencang kini keriput, tubuhnya yang dulu sedikit tinggi kini menyusut, dan pendengarannya yang sudah agak berkurang fungsinya.

SOMETHING [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang