Entah bagaimana caranya, manusia berjenis kelamin laki-laki dan bertubuh gagah itu tertidur diatas tubuh Auristela yang lebih kecil darinya.
Setelah menangis tadi, Leonard meminta Auristela berbaring dan tanpa persetujuan gadis itu, dia berbaring diatasnya.
Auristela tak kuasa menolak ataupun memberontak, karena ia cukup sadar akan keadaan atasannya. Leonard masih belum mau bercerita tentang keadaannya sekarang, dan ia sendiri tidak mau memaksa untuk bercerita.
Tangan Auristela terus membelai sedikit memijat kepala Leonard dan bertumpu di atas dadanya. "Ini membingungkan," gumam Auristela.
Dering ponsel Auristela membuat Leonard menggeliat tak nyaman. Dengan sigap Auristela menepuk-nepuk punggung Leonard pelan.
Sedangkan tangannya yang lain ia gunakan untuk meraih ponselnya. Tertera nama Mbok Jul di atasnya.
"Ada apa, Mbok?"
Auristela bertanya dengan berbisik, takut menganggu Leonard yang sangat pulas tidurnya.
"Aden nangis nyariin Mbak terus. Katanya sudah jam pulang tapi kok belum sampai."
"Kasih handphone nya ke anak itu Mbok."
"Ha-hallo Mommy hikss."
"Sayang, jangan menangis. Mommy akan pulang agak telat ya, Mommy sedang ada urusan." Auristela berkata dengan lembut. Dia juga sudah menerima bocah itu dan menganggapnya sebagai anak sendiri.
"Li-an takut teljadi apa-apa dengan Mo-mommy hikss."
Auristela diam-diam tersenyum manis. Ini adalah salah satu hal yang paling ia sukai dari bocah itu. "Mommy tidak apa sayang, tenang ya. Kamu kalo mau tidur bareng Mbok Jul dulu ya?"
"Iya Mommy. Mommy hati-hati ya. Jangan pulang tellalu malam," ujar dari seberang sana.
"Iya sayang. Mommy tutup dulu ya?"
"Iya Mommy."
Auristela kembali menyimpan ponselnya, dan bergulat dengan pikirannya. Memikirkan bocah bernama Lian itu dan atasannya ini.
"Aku tidak tahu apa yang terjadi padamu, tapi aku akan selalu disisimu."
♣️
Auristela masih terdiam di dalam mobil. Padahal mobil itu sudah sampai di depan rumahnya. Ia menunduk, sesekali menoleh ke samping untuk melihat atasannya.
Padangan Leonard kosong ke arah depan. Sejak kejadian tadi siang, Leonard tidak banyak bicara. Ia hanya bicara sesekali jika memang sangat penting. Laki-laki itu juga belum membuka mulutnya untuk bercerita meski Auristela bertanya banyak kali.
Auristela menggenggam salah satu tangan Leonard, kemudian membawanya keatas dan dikecupnya punggung tangan itu pelan. Seketika Leonard terkejut dengan tindakan Auristela tersebut.
"Jangan terus bersedih. Tidak baik. Tenangkan kembali dirimu. Besok bekerja, saya siap mendengarkan ceritamu kapan saja." Leonard mengangguk kecil, bersamaan dengan satu tetes air mata kembali jatuh dari matanya. Dengan cepat Auristela menghapus nya pelan. "Lelaki memang boleh menangis. Tapi jangan terlalu diperlihatkan jika kamu sedang lemah," ujar Auristela.
"Pulang, mandi terus istirahat."
Auristela berbalik dan keluar dari mobil. Dia masih tetap berdiri di depan gerbang, menunggu mobil BMW putih itu pergi, lalu ia akan masuk ke rumah.
Komplek perumahan ini sangat sepi, tentu saja karena ini jam sebelas malam.
Perempuan itu berjalan memasuki rumahnya. Untungnya ia membawa kunci cadangan, melangkah memasuki kamarnya dan membersihkan diri.
"Lelah sekali," gumam Auristela dan alam mimpi menyapanya.
♣️
Flashback On.
Leonard memasuki mansion keluarganya dengan langkah besar dan penuh penekanan. Ia menatap kedua orang tuanya untuk memberikan penjelasan.
Terlihat jika Mommy nya menangis dipelukan Daddy nya. Itu semua membuat Leonard bertambah sesak. "Mom? Dad?" tanyanya.
"Benar Leon, putra kamu hilang."
Bagai nyawanya dicabut, jantungnya seakan berhenti berdetak. Putra kecil nya menghilang. Air matanya sudah mengalir tak beraturan.
Tanpa berpamitan, Leonard berlari kembali ke mobilnya dan menancap gas dengan kecepatan diatas rata-rata.
"LEON!!" teriak Mommynya.
Leonard membawa mobilnya menuju bandara dan melihat cctv. Karena kekuasaan yang dimilikinya, Leonard tentu saja bisa melihatnya.
Tidak ada hal janggal dalam cctv tersebut. Ia pun pergi menyusuri jalan berharap menemukan putra kecilnya. Namun ia tidak menemukannya.
Ia jatuh terduduk ditaman yang sepi itu. Ia menangis dan menyalahkan dirinya atas hilangnya putranya itu. "Sayang, kamu dimana?"
Tak lama dari itu, ia mendengar ribut-ribut dari tempat yang tak jauh dari taman ini. Kemudian ia mencari asal suara tersebut dan menemukan beberapa orang yang berada diseberang jalan Alfamart.
"Maaf, ada apa?" tanyanya datar.
"Tadi ada penculikan anak kecil, Pak."
Deg!
Jantung Leonard mencelos. "Anak kecil?" beonya.
"Iya, anak laki-laki. Tapi sudah diselamatkan oleh seorang pembeli dari Alfamart tersebut."
"Kemana sekarang anak itu?"
"Sudah dibawa seorang perempuan. Mungkin Ibunya. Kalo begitu saya permisi," ujar orang tersebut.
Tubuh Leonard merosot kebawah. Jujur saja, tadi ia mengira jika anak kecil tersebut adalah putranya yang menghilang.
Dia kembali melangkah dengan gontai menuju mobilnya berada. Ia kembali mengendarai mobilnya menuju rumah yang dibelinya saat pertama kali mendapat gaji berkerja menjadi CEO diperusahaan Daddy nya.
Begitu sampai di dalam, ia mengamuk tak jelas. Memecahkan apa saja yang didekatnya, juga menendangi kursi dan meja. Sungguh kacau keadaan Leonard saat itu!
Tangis Leonard pun terdengar memilukan. Ia menyembunyikan wajahnya di kedua lutut yang ditekuk. Menangis sampai kapanpun yang ia mau. Disini hanya ada satu orang satpam dan itupun di depan.
Dua hari Leonard berada dirumah itu, ia tidak mandi ataupun makan. Hanya minum air putih, selepas itupun gelasnya ia pecahkan.
Keadaan rumah sangat kacau. Sampai akhirnya ia memutuskan untuk menghubungi sekretaris pribadinya, Auristela.
Flashback Off.
______
Silahkan sadar diri untuk vote dan komen.
6/9/20.
KAMU SEDANG MEMBACA
SOMETHING [END]
Random"Auristela!" "Buatkan saya kopi!" "Siapkan keperluan saya!" "Elus-elus kepala saya!" "Temani saya tidur!" Bukan dunia SMA, melainkan dunia perkantoran. Dia suka seenaknya. Tapi diam-diam suka. Dia juga suka iri sama anaknya. Apalagi gengsinya yang s...