Leon memeluk tubuh istrinya dengan erat, sebelah kakinya menindih kaki istrinya. Tadi, ia berniat tidur diatas tubuh istrinya, namun entah kenapa istrinya itu menolak, jadilah ia memeluknya dari samping.
Stella, menatap langit-langit kamar dengan diam. Hanya detikan jam yang terdengar di malam itu. Sebelah tangannya yang bebas ia gunakan untuk mengelus kepala suaminya. Sedangkan lengannya yang sebelah lagi digunakan untuk bantalan suaminya, Leon.
"Kamu tadi dari mana aja, Mas?" tanya Stella. Ia sedikit menunduk untuk menatap suaminya.
Leon tengah asik dengan kegiatannya, menduselkan wajahnya di ketek Stella. Padahal menurut Stella keteknya bau, tapi dengan anehnya Leon berkata wangi.
"Ummn ... dikantor, yang."
Stella memiringkan tubuhnya menghadap Leon, menarik Leon agar semakin masuk ke dekapannya. "Mas, kalo tiba-tiba aku pergi, kamu jangan khawatir ya."
Leon melingkarkan tangannya possessive di pinggang Stella, "Aku nggak akan biarin kamu pergi yang, selamanya. Kamu akan terus sama aku."
Stella menggeleng kecil, "Semua bisa terjadi Mas. Kamu belum tau permainan seseorang. Padahal kamu sendiri seorang pengusaha, tapi otakmu tidak bisa menangkapnya." Senyum sinis terukir diwajah Stella.
"Tidak semuanya orang yang kamu anggap pintar itu baik, tidak semua orang yang kamu anggap baik akan terus baik, dan tidak semua orang yang kamu anggap setia akan setia."
Leon menggerang marah di dekapan Stella, "Maksud kamu apa?!" tanyanya.
"Sudah aku bilang, kamu terlalu polos untuk hal seperti ini Mas."
Leon mendongak, menatap wajah istri cantiknya dari bawah. "Tadi siang untuk apa kamu transfer uang satu miliar ke Rasqi?" tanya Leon dengan senyum sinis.
Masih ingat Rasqi? Kakak sepupu Stella di Jogja. Anak bungsunya Pakde Karto yang masih kuliah itu.
Sudah ingat?
"Hanya persiapan aja," jawab Stella santai.
Wajah Leon memerah seketika, tangannya mencengkeram sebelah lengan Stella. "Kamu mau pergi dari aku?" tanyanya dengan suara rendah.
Stella tidak takut, baginya Leon tetaplah suaminya yang selalu bertingkah seperti bayi padanya.
"Aku tidak pernah bilang mau pergi dari kamu," ujar Stella. Tangannya mengelus kepala Leon dengan lembut berusaha menenangkan. "Yang jelas aku hanya akan berpisah darimu beberapa waktu. Dan jika saat itu tiba, jangan cari aku. Aku sudah mempersiapkan semuanya. Kamu tinggal menunggu aku kembali," tambah Stella.
"Aku tidak akan menganggap serius ucapan mu. Aku menganggapnya hanya candaan."
Stella mengangguk, "Benar, silahkan. Ada beberapa hal yang perlu kamu tau. Dengarkan baik-baik ya." Leon diam, tidak merespon. Ia kembali menyembunyikan wajahnya di dekapan hangat Stella.
"Pertama, aku tahu apa yang tidak kamu ketahui."
"Kedua, aku tahu semua apa yang kamu sembunyikan."
"Ketiga, aku bukan wanita lemah."
"Dan terakhir, aku ... tidak sesederhana dari yang kamu pikirkan, Mas."
♣️
"Kak, aku mau besok kamu ... bla bla bla." ucap seseorang.
Orang yang dipanggilnya Kak tadi mengangguk mengiyakan, "Aku akan lakukan apapun buat kamu ... adikku."
♣️
Tangan Leon mengelus perut Stella lembut, keduanya masih berbaring di atas ranjang saat jam menunjukkan pukul enam. Katanya, Leon malas mandi. Dan Stella tidak diperbolehkan untuk melepaskan pelukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SOMETHING [END]
Random"Auristela!" "Buatkan saya kopi!" "Siapkan keperluan saya!" "Elus-elus kepala saya!" "Temani saya tidur!" Bukan dunia SMA, melainkan dunia perkantoran. Dia suka seenaknya. Tapi diam-diam suka. Dia juga suka iri sama anaknya. Apalagi gengsinya yang s...