Chapter 08

109K 10.8K 60
                                    

Jika pagi Auristela penuh gerutuan dan kekesalan karena ulah atasannya, sekarang tidak. Australia terbangun saat adzan subuh dan bergegas membersihkan dirinya sekalian mengambil air wudhu.

Dia melaksanakan kewajibannya sebagai umat beragama Islam, yaitu shalat shubuh. Selepas itu, Auristela menuju ruangan di sebelah kamarnya. Lebih tepatnya kamar milik bocah kecil bernama Lian itu.

Ditatapnya bocah kecil itu yang tengah terlelap dengan pulasnya. Ia mendekat dan duduk disebelahnya. Tangan miliknya tergerak untuk mengelus pipi chubby milik Lian.

"Sayang, bangun."

Perlahan kelopak mata Lian terbuka, dia mengerjap pelan dan merentangkan tangannya ke arah Auristela. Paham akan hal itu, Auristela mengangkat Lian ke pangkuannya.

Lian mengalungkan tangannya ke leher Auristela dan menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Auristela juga.

"Mandi ya, Mommy mau kerja..."

"Nanti dulu..."

Auristela membawa Lian ke kamar mandi dan membasuh mukanya supaya mau terbangun. Lalu dilanjut dengan memandikannya.

Gadis itu memandikan putranya dengan sedikit drama, tentu saja yang dibuat oleh putranya. Merengek jika ia juga harus ikut mandi. Namun ia menolak, ia sudah mandi.

"Wangi banget sih anak Mommy." Auristela mengecup kedua pipi Lian, dan dibalas oleh Lian di pipinya. "Lian kebawah dulu, Mommy mau siap-siap pergi ke kantor." Lian mengangguk patuh dan berjalan dengan riang ke bawah.

♣️

Auristela mendaratkan pantatnya di kursi kerjanya. Ia sampai di kantor dan ke lantai atas disuguhkan dengan pemandangan yang merusak mata, yaitu setumpuk berkas yang banyak di atas mejanya.

Masih pagi saja perkejaan sudah banyak sekali, apakah pekerjaannya harus setiap hari lembur?

"Bisa gila nih lama-lama," gumamnya seraya memijat pangkal hidungnya.

Tiba-tiba sesosok lelaki melewati Auristela begitu saja. Membuat perempuan itu terjengit kaget dan mengelus dadanya, "Astagfirullah."

Biasanya Leonard akan mengomentarinya setiap pagi dengan ceramahan khas nya disusul perintah yang membuat Auristela naik darah. Tapi sekarang tidak, Auristela merasa aneh dengan lelaki itu.

Pusing dengan pikirannya, Auristela lebih memilih menyelesaikan pekerjaannya supaya lebih cepat pulang dan bermain dengan putranya.

Lima jam Auristela berkutat dengan berkas dan laptop. Ia mulai membereskan berkasnya. Sudah masuk jam makan siang, dan ia harus segera mengisi perut kosongnya.

Istirahat kali ini Auristela memilih keluar dari kantor. Menghampiri penjual mie ayam keliling yang selalu mangkal di taman kantor.

"Pak, satu ya!"

"Siap Neng."

Auristela memakan mie ayam nya. Terlihat sangat menikmati karena sudah lama tak makan mie ayam.

"Pak, bungkus satu. Ini uangnya."

Penjual itu menyerahkan ke Auristela dan langsung diterima. Dia kembali ke kantor tak lupa mengucapkan terima kasih pada penjual itu.

Tok tok tok!

"Masuk!"

Mendengar suara tersebut dari dalam, baru Auristela masuk. "Makan siang anda, Pak."

Sembari meletakkan semangkuk mie ayam yang tadi dibelinya ke atas meja. Dia berniat akan kembali ke meja kerjanya, sampai suara Leonard menghentikannya.

"Tunggu!"

"Ada apa, Pak?" tanya Auristela sopan.

"Suapin saya!"

"Hah?!" Auristela melongo ditempat.

Tanpa aba-aba, Auristela ditarik oleh Leonard menuju sofa yang ada diruangan tersebut. "Cepat!" perintahnya tak sabaran.

Dari dulu gue jadi sekretaris pribadi, baru beberapa terakhir ini dia minta suapin.

Walaupun terpaksa, Auristela tetap menyuapi Leonard dengan telaten. Sesekali membersihkan bibir Leonard jika terdapat nasi atau makanan yang nyempil.

Sedangkan Leonard menatap kosong ke arah depan. Auristela diam, diantara mereka tidak ada percakapan sekali pun. "Ini Pak, diminum."

Untuk meminum pun Auristela harus membantu. Leonard masih bertahan dengan pandangan kosongnya. Menghela nafas panjang, Auristela membereskan bekas makan ini dan akan kembali lagi kesini. Sepertinya ada yang tidak beres dengan atasannya.

Saat sedang di dapur kantor, datanglah seorang karyawan bernama Rika. Dia ingin membuat kopi katanya.

"Siang, Buk."

"Siang, Rika. Sedang apa disini?" tanya Auristela.

"Mau bikin minum Buk, capek kerjaannya banyak banget."

Auristela mengangguk paham. "Sabar ya! Nanti juga selesai."

"Ya pastilah Buk, hehe. Btw, Pak Leonard sudah berangkat?" tanyanya.

"Sudah Rika, ini saya sedang mencuci mangkuk bekas beliau makan."

Rika merupakan teman kantor Auristela yang lumayan dekat. Teman makan siang lebih tepatnya.

"Pak Leon dekat sekali ya sama Ibu."

Ya iyalah deket, kan gue sekretarisnya.

"Saya kan sekretarisnya, Rika. Kamu gimana sih?"

Rika terkekeh kecil. "Iya juga ya."

"Ya sudah, saya kembali ke ruangan. Dah Rika."

"Dah ibu."

Auristela memasuki ruangan tanpa mengetuk pintu. Posisi Leonard masih sama seperti tadi. Ia kembali menghela nafas panjang.

Gadis itu melangkah mendekati Leonard. Lalu berjongkok di depannya. Dia menggenggam tangan Leonard dengan erat. "Kenapa?" tanyanya lembut.

Leonard tidak memberi respon. Ia hanya menatap gadis itu yang berjongkok didepannya. "Leon?" Barulah Leonard menggeleng lirih.

"Kamu belum mau cerita, tidak apa. Jangan bersedih." Auristela mengusap air mata Leonard yang keluar dari matanya.

"Ela..."

Panggilan itu, Auristela tersadar. Sesuatu yang sedang dihadapi oleh atasannya ini sepertinya berat. Auristela bangkit dan membawa Leonard ke pelukannya.

"Maaf jika saya selalu lancang, tapi kamu sedang membutuhkan saya."

Leonard tidak menolak, ia melingkarkan tangannya di pinggang gadis itu dan menyembunyikan wajahnya di perut datar Auristela.

Tangan Auristela tak tinggal diam, ia gunakan untuk mengelus rambut dan punggung atasannya.

Mendapat pelukan, bukannya tenang, Leonard malah terisak kecil. Dengan sabar Auristela membelai punggung Leonard.

Kasian juga. Kaya sedih banget.


__________

Silahkan sadar diri untuk vote dan komen.

11/9/20.

SOMETHING [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang