Chapter 23

98.7K 9K 292
                                    

Setelah acara kaget-kaget an tadi, mereka langsung berpelukan dan saling melepas rindu. Stella pun langsung menghubungi Ibu Raisa untuk datang ke apartemen Leo.

Dengan hebohnya Raisa datang bersama suaminya yaitu Bapak Dikta yang terhormat.

Dan dengan tak tau malunya, Leon malah mengajak Stella ke kamar. Leon bilang jika dia mau istirahat karena tiba-tiba pusing.

Kini, Leon tiduran dengan berbantalan paha Stella diatas sofa yang ada di kamar Leon. Stella sendiri tengah memainkan ponselnya.

"Elaa," panggil Leon.

"Kenapa Le? Butuh apa?" Stella mengelus kepala Leon.

Tiba-tiba Leon duduk dan menaruh kepalanya di bahu Stella. "Terimakasih, terimakasih kamu udah jaga Lian. Aku nggak nyangka Lian bisa ketemu kamu," lirih Leon.

"Aku bahagia kok sama Lian, sama kayak cerita kamu tadi, Lian nggak pernah rewel, dia anteng."

"Aku bersyukur Lian ketemu kamu," lirihnya lagi. "Dan aku bersyukur Lian menganggap Ela jadi Mommy nya," lanjut Leon.

"Aku yang bersyukur bisa ketemu Lian, aku udah anggep Lian kayak anak aku sendiri."

"Memang seharusnya, karena kamu calon Ibu Lian dan anak-anak aku nanti."

Deg!

Stella menegang, dia tidak salah dengar kan?

"Le-le ... ka-kamu...?" tanya Stella gugup.

Leon melepas pelukannya, dia menatap Stella dengan binar mata penuh cinta dan sayang. Apasih.

"Kamu mau kan, nikah sama aku? Jadi Ibu Lian dan anak-anak kita nanti?" Leon menggenggam kedua tangan Stella, dia meremas pelan tangan Stella.

Stella terdiam, dia cukup terkejut dan tak bisa berkata-kata lagi. Ini terlalu mendadak untuknya.

Stella mengangguk kaku sebagai jawaban, tapi Leon tak melihatnya karena sudah terlanjur menunduk sedih.

"Kamu nggak mau ya? Karena aku duda?" lirihnya sedih.

"Tapi aku bukan duda hikss," isaknya pelan.

Air mata yang menggenang di pelupuk matanya langsung terjatuh, entah karena Leon baper atau faktor dirinya yang sedang sakit, yang jelas Leon benar-benar menangis.

Stella langsung tersadar dan menarik Leon ke pelukannya, "Kamu nih udah tua nangis." ledeknya.

"Ka-kamu nolak ak-u," ucap Leon sedih. Dia mengerahkan pelukan nya dan menangis di leher Stella.

"Kamu nih ngelamar nggak ada romantisnya sama sekali. Udah di kamar, pake piyama, wajahnya pucet, belum mandi lagi."

Leon menggeleng ribut, "Hikss ma-af, aku nggak roman-tis."

Stella terkekeh, teringat dengan wajah garang Leon saat memarahi karyawan yang salah, saat menyuruhnya dulu, dan saat dalam mood jelek.
Tapi sekarang? Bahkan Leon menangis karena ditolak olehnya. Namun bukan ditolak, Leon saja yang negatif thinking.

"Kamu nih tadi keburu nunduk aja. Aku tadi terlalu kaget, jadi nggak bisa ngomong. Terus cuma ngangguk doang, eh kamunya malah nggak liat terus nangis."

Leon langsung menegakkan tubuhnya, dia mengusap air matanya kasar. Matanya langsung berubah berbinar cerah, "Kamu mau nikah sama aku?!" pekiknya senang.

Tangan Stella tergerak untuk merapikan rambut Leon yang berantakan, "Iya mau." jawabnya.

"YESSS!!!"

Leon berdiri dan loncat-loncat diatas sofa yang di duduki mereka. Stella malah merubah mimik wajahnya menjadi khawatir.

"Leon! Kamu lagi sakit, nanti jatoh!"

Leon tak mengindahkan ucapan Stella, dia tetap meloncat-loncat kegirangan. "Yeyeyeye!!!"

"E-e-eh," ringis Leon. Dia berhenti meloncat dan memegangi kepalanya.

"Kamu sih! Dibilangin ngeyel, gini nih jadinya!" sentak Stella.

Gadis itu menarik Leon hingga duduk di depannya lalu membawa kepala Leon ke atas pahanya lalu memijatnya pelan. "Kamu nih kayak anak kecil! Inget badan! Kalo jatoh gimana! Kamu juga lagi sakit!" omel Stella.

"Nggak usah ngomel, aku kan seneng kamu mau nikah sama kamu!" Leon menyembunyikan wajahnya di perut Stella.

"Ya seneng sih boleh, tapi jangan kayak gitu lagi! Umur kamu juga nggak cocok buat kayak gitu!"

"Udah sih! Pijitin aja kepalanya, marah-marah terus!" Leon kesal.

"Ya makanya dibilangin nurut!"

"Iya maaf!"

"Udah! Minggir sana, aku mau sama Lian aja!"

Leon duduk dan menatap memelas pada Stella, "Kamu temenin aku aja. Aku kan lagi sakit," rengeknya.

"Kamu udah tua! Kasian Lian, kemarin aku udah janji mau nonton sama dia tapi harus ingkar karena kamu sakit!"

"Ih jangan! Kamu temenin aku aja. Aku pusing nih."

"Salah kamu sendiri!"

Lalu Stella bangkit dan meninggalkan Leon yang tengah menggerutu sendiri di sana.

Stella menghampiri Leon yang tengah menonton bersama Dikta dan Raisa.

"Mommy!" Lian berteriak dengan senang, dia mengulurkan tangannya meminta agar Stella menggendongnya. Dengan senang hati pula Stella menggendongnya lalu mendudukkan Lian di pangkuannya.

"Om Brian kemana?" tanya Stella.

"Om Blian tadi pulang Mom. Mau pelgi ada ulusan katanya." Stella mengangguk dan mengelus kepala Lian.

"Gimana sama Leon, sayang?"

"Tidak tau Bu, saya tinggal Leon di kamar sendiri. Saya kesel."

Raisa menggeleng, "Emang ngeselin itu anak. Eh, kamu kok masih manggil Ibu? Panggil Mommy dong sayang. Terus bahasanya yang santai, jangan formal gitu."

"Iya Mom, Ela usahain."

"Bapak apa kabar?" Stella menunduk hormat, bagaimana pun, Dikta adalah Tuan Besar di perusahaan tempatnya bekerja.

"Alhamdulillah, baik. Panggil saya Daddy aja, masak panggil Bapak." Beliau terkekeh kecil.

Stella mengangguk canggung, "Iya Dad."

"Mommy, Daddy mana?"

"Daddy—,"

Tbc.

Aku up lagi nihh, soalnya baru kelar PTS tadi, seneng aja gitu.

Hehe, Stella jadi calon Nyonya Zaleo dong.

Gercep kan si Leon😌.

300 vote dan 50 komen aku lanjut~💐

Sekali-kali pasang target hehe, gapapa kan..

31/03/21.

#yoksemangatyok

SOMETHING [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang