Chapter 33

67.7K 6.7K 206
                                    

Sepanjang rapat berlangsung, Leon sudah menahan kesal dan amarahnya. Dia tidak mendengarkan apa yang rekannya katakan. Dia malah menatap tajam pada sekretaris dari rekannya itu.

Sekretaris yang diketahui namanya Pak Dito itu terang-terangan menatap Stella dengan pandangan memuja. Leon tidak tahan akan hal itu. Meskipun Leon tahu bahwa Stella tidak memperdulikan itu, tapi Leon tidak suka jika ada orang yang menatap memuja pada calon istrinya itu.

"Bagaimana Pak?" tanya rekannya. Leon tidak menjawab, dia sibuk menatap tajam pada sekretaris sok ganteng itu.

"Halo? Pak? Anda mendengarkan saya?"

Stella juga ikut menatap Leon yang terlihat marah, dengan pelan Stella menyentuh tangan Leon di bawah meja dan menggenggamnya erat.
Barulah Leon tersadar dan meminta maaf. "Jadi kenapa?"

"Bagaimana menurut Bapak?"

Leon membaca berkas dihadapannya, amarahnya sedikit mereda saat punggung tangannya dielus pelan oleh ibu jari Stella. Tangan mereka masih saling menggenggam dibawah meja.

"Jadi, alangkah lebih baiknya kita bla bla bla bla bla bla—."

Leon mengangguk, "Bisa dibuat seperti itu. Tapi saya mau ada perubahan dibagian ini dan ini. Nanti akan saya kirim bagaimana maunya saya. Biar secepatnya jadi."

Pada bulan ini, perusahaan Leon secara besar-besaran akan membangun beberapa swalayan, pusat perbelanjaan, perhotelan, dan resort-resort.

"Baik Pak, jika ada apa-apa tolong kabari saya." kata rekannya, Leon mengangguk dan berdiri untuk pamit.

Saat mereka bersalaman, Stella sedikit kesal karena sekretaris dari rekannya itu menahan tangannya dan tidak mau terlepas. Maka dengan rasa amarah yang tinggi, Leon memukul tangan pria itu dan menarik Stella pergi dari sana.

"Aku nggak mau tau yang, mulai besok kalo mau keluar rumah harus pake baju tertutup yang kegedean, terus pakai masker!" ujar Leon begitu mereka duduk di mobil.
Stella menggeleng-gelengkan kepalanya aneh, hanya karena hal sepele Leon sampai mengharuskan hal seperti itu.

"Sepele, Mas."

"Sepele? Kamu bilang sepele? Aku nggak mau ya banyak laki-laki yang merhatiin kamu! Kamu itu milik aku! Calon istri aku! Wajar dong kalo aku mengharuskan kamu untuk menggunakan baju tertutup dan masker! Kamu itu cantik! Dan aku nggak mau berbagi sama mereka!"

Stella terkekeh, merasa lucu dengan aksi Leon yang cemburu sampai menyuruhnya dengan berlebihan. Tapi, dari pada panjang, lebih baik iyain aja. "Iya, Mas."

"Jangan iya-iya aja! Awas aja kamu!" rajuk Leon.

Mobil berhenti disebuah apotek, Stella memandang Leon dengan bingung. Lalu memegang kening Leon, "Nggak panas," gumamnya.

"Kamu nggak lagi sakit kan, Mas?" tanya Stella khawatir.

Leon menggeleng pelan, "Aku udah sehat kok."

"Terus kenapa berhenti disini?"

"Aku mau beliin kamu masker!" Pria itu keluar meninggalkan Stella yang menganga ditempat. Sebegitu cemburunya seorang Leon?

Tak lama kemudian Leon kembali dengan sekantung kresek yang terdapat dua kotak masker. "Aku udah beli dua. Pokoknya setiap hari didalam tas kamu harus ada masker!"

"Iya Mas," Stella pasrah.

"Nih, oh iya, mulai besok kamu harus pakai baju tertutup. Kalo kerja pake celana panjang atau rok yang sampe mata kaki, jangan pake yang selutut apalagi span!"

"Iya Mas."

Mobil kembali melaju meninggalkan apotek, dan berhenti di depan kantor. Stella dan Leon keluar bersamaan. Banyak karyawan yang langsung menunduk hormat melihatnya.

Mereka berdua berjalan berdampingan, dengan Leon yang fokus pada iPad di tangannya. Mereka masuk di dalam lift, dan Stella juga mulai sibuk dengan ponselnya.

Ada panggilan masuk, dari Raisa.

"Halo, Mom!"

"Stella, kamu dimana?" tanya Raisa diseberang..

"Masih dikantor Mom, sama Leon. Baru aja pulang dari rapat. Ada apa Mom?"

Terdengar Raisa menghela nafas dari seberang sana, "Kamu sibuk ya?"

"Lumayan Mom, kenapa? Bilang aja sama Stella."

"Mommy mau ngajak kamu ketemu bareng temen-temen lama Mommy. Mau pamer calon mantu, hihi." Raisa terkikik geli.

Stella menyambutnya dengan tawa pelan pula, sampai membuat atensi Leon beralih pada perempuan itu. "Kapan-kapan aja Mom, kalaupun sekarang mau pergi pasti nggak dibolehin sama si singa. Tau sendiri lah Mom, hehe."

"Bener juga kamu. Yaudah, kapan-kapan kamu ikut ya?"

"Iya Mom."

Sambungan telepon sudah terputus.

Leon menyimpan iPad nya, lalu memeluk pinggang Stella manja. Kepalanya pun ia sandarkan di bahu Stella. "Mommy, yang?" tanya Leon berbisik.

Mereka masih berada di lift.

"Iya Mas, kenapa kok meluk? Masih di kantor loh." Stella memperingati. Apalagi mereka tengah berjalan menuju ruangan Leon.

"Puas-puasin meluk kamu, kalo dirumah kamu lupa aku." Leon menyindir yang membuat Stella malah tertawa pelan.

Begitu mereka sampai di ruangan Leon, Stella langsung membalikkan tubuhnya dan membawa pria itu ke pelukannya.

"Maaf, Lian lebih butuh aku."

"Salah! Aku juga butuh kamu!" Leon ngeyel.

"Hahaha, iya sayang. Maaf ya," bisik Stella. Tangannya mengusap punggung Leon yang berbalut kemeja juga jas dengan pelan.

Mendengar kata 'sayang' dari sang pujaan hati membuat wajah Leon bersemu merah. Dia menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Stella seperti kucing. Bahkan telinganya juga ikut memerah.

"Maluuuuu, yang...," rengeknya.







Tbc.

Berikan tanggapan!👇

Aku mohon tolong, kalo semisal kalian nggak suka sama part ini/cerita ini, tolong komen dan kasih tau kekurangannya, biar aku tau alasan kalian nggak vote itu karena apa.

535 vote ✓ [Lebih]
101 komen ✓ [Tidak harus, tapi diusahakan]

Chap depan mau gimana, ada permintaan?

Aku juga minta maaf karena sangat telat untuk up, aku dari tanggal 26-7 simulasi PTM. Jadi karena udah satu tahun belum pernah sekolah, rutinitas juga berubah drastis. Jadi maaf yaaa.....

Lagipun, aku nggak up juga ide nya masih nyangkut, baru 200an kata kalian mau?
Ini aja aku paksain buat up, tapi menurut kalian Chap ini gimana? Karena Chap ini dibikin dadakan dan tanpa imajinasi yang jelas.

Terimakasih sudah membaca, vote n komen❤️.

27/04/21.

SOMETHING [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang