Chapter 40

53K 5.2K 167
                                    

Beberapa hari berlalu.

Leon sekeluarga bersama Stella, ditambah Brian juga adiknya, akhirnya pergi ke Jogja.
Mereka naik menggunakan jet pribadi milik keluarga Zaleo.

Kenapa Brian dan adiknya ikut?
Masih ingatkan jika Stella menganggap keduanya adalah keluarga. Maka dari itu, Stella mengajak keduanya.

Dua hari yang lalu, tepatnya pada hari Minggu, ia berbicara dengan Pakde nya lewat telepon. Membahas perihal niat baik keluarga Leon. Bukan karena apa, sebab keluarga besar Stella disana sibuk, harus menentukan hari dimana semua keluarga berkumpul. Karena ini juga acara yang terjadi sekali seumur hidup Stella.

Kini, mereka baru saja take off. Leon langsung menarik tangan Stella menuju salah satu kamar, entah untuk apa.

Lian sedang bermain bersama Bian, dan Brian sedang berbincang dengan kedua orang tua Leon.

"Kenapa sih, Mas?" tanya Stella begitu mereka memasuki kamar. Stella duduk di tepi ranjang, menatap Leon yang tengah menutup pintu.

"Menurut kamu?" Leon balik bertanya.

"Ish! Gak jelas!" kesal Stella.

Leon berdiri di hadapan Stella. Ia menatap Stella tepat di manik matanya. Pandangannya sungguh menyiratkan rasa sayang dan cinta amat besar. Perlahan, di raihnya tangan Stella, lalu digenggamnya.

"Aku bukan pria romantis yang. Aku juga bukan pria yang penuh kejutan. Aku cuma pria yang bisa mengungkapkan rasa ku di dalam kamar. Bukan karena aku pelit, bukan juga karena aku irit. Tapi kembali lagi di kalimat awal, aku bukan pria romantis. Tanpa perlu aku bikin acara spesial, kasih bunga, kasih kejutan, kamu pun bisa ngerasain sebesar apa aku sayang dan cinta sama kamu." Leon semakin mendekat pada Stella. Menatap wajah ayu Stella dengan memuja.

"Jujur, aku juga nggak tau gimana cara yang bener dan romantis ngelamar pasangannya. Semalaman aku bingung gimana caranya ngelamar kamu, aku bahkan nggak bisa tidur. Padahal jelas-jelas aku tau kamu bakal terima aku."

Stella mendengus, di akhir kalimat Leon, kentara sekali bahwa pria ini begitu percaya diri. Tapi Stella tak mau merusak momen yang sudah dibangun oleh Leon ini, ia hanya diam menyimak setiap kata yang keluar dari mulut Leon.

Leon nampak menghela nafas panjang, bahkan Stella juga merasakan jika tangan Leon sedikit gemetar. Stella semakin mengeratkan genggaman mereka, menunggu kelanjutan dari ucapan Leon.

"Kamu mau kan, jadi istri aku? Ibu dari Lian, dan anak-anak kita nanti?"

Senyum Stella mengembang, walaupun cara ini terkesan tidak romantis, tapi Leon serius padanya. Buktinya sekarang mereka sedang perjalanan menuju Jogja, untuk melamarnya secara resmi.

"Mau Mas!" Stella menjawab dengan tegas dan mantab.

Leon tersenyum lebar, ia melepaskan genggaman tangannya, dan merogoh sesuatu di saku celananya.

Tiba-tiba sebuah kalung berlian menjuntai di depan mata Stella. "Bu-at ak-u?" tanya Stella terbata.

Pria itu tak menjawab, ia maju selangkah dan melingkarkan kalung itu di leher Stella, memasangkannya. Setelah itu, Leon memeluk Stella dengan erat, tak lupa mencium kening gadis itu dengan penuh cinta.

"I love you, yang."

"I love you more, Mas."
Stella memeluk Leon dengan erat, menyalurkan perasaan bahagia dengan pelukan.
Mereka sama-sama tenggelam di pelukan hangat itu.

"Eits! Tunggu dulu!" Leon langsung melepas pelukannya, tangannya kembali merogoh saku celananya, tapi di tempat yang berbeda dari saku tadi.

"Apa Mas?" tanya Stella bingung.

"Ini!" seru Leon. Di tangannya ada cincin emas. Dan dengan cepat ia memasangkan di jari manis milik Stella. Lalu Leon mengecup punggung tangan Stella, "Cantik."

Stella masih terkejut, bahkan baru tersadar saat Leon mengecup punggung tangannya tersebut. "Hadiah buat kamu karena udah nerima lamaran pribadi aku yang!"

"Berarti kalo aku nggak nerima, kamu nggak akan kasih?" Stella mengeluarkan seringainya.

Mata Leon membola, "Kan tadi aku udah bilang, jelas-jelas kamu bakal nerima aku!"

Leon kembali merogoh saku bajunya di atas, disana ia menyimpan sebuah gelang emas untuk Stella. Lalu tanpa persetujuan dari Stella, ia memakaikan di pergelangan tangan kanan milik Stella.

"Buat kamu juga," katanya lembut.

Stella terharu dibuatnya. Bagi Stella, ini sudah romantis. Stella juga terkejut dengan hal itu. "Banyak banget Mas," lirihnya.

"Eh, masih ada lagi!"

Selanjutnya Leon kembali merogoh saku bajunya di saku yang berbeda, dan Stella hanya menatapnya dengan seksama. "Gelang kaki buat kamu!" seru Leon lagi.

Pria itu berjongkok, memakaikan gelang kaki emas di pergelangan kaki Stella. "Tambah cantik deh!" pujinya.

Stella langsung bangkit, dan memeluk Leon dengan erat. "Terima kasih banyak Mas!" ungkapnya. Bahkan ia mengeluarkan air mata terharunya, namun dengan cepat ia menghapusnya.

"Sama-sama, ini bukan apa-apa kok. Maaf ya, aku cuma bisa ngasih itu aja."

Stella melepas pelukannya, mulutnya melongo mendengar kalimat barusan gang keluar dari bibir Leon. "Kamu bilang cuma?! Ini pasti mahal banget, apalagi kalungnya Mas! Astagfirullahaladzim!"

Leon nyengir, "Hehe."

"Terima kasih banyak Mas. Kamu emang bisa bikin aku seneng. Makasih atas hadiahnya!"

"Aku lebih seneng, bisa ketemu dan jadiin kamu calon istri aku!"

Cup!

Stella mengecup kening Leon. "Aku sayang kamu!"

"Sayang kamu juga!"







Tbc.

Berikan tanggapan!👇

Aku mohon tolong, kalo semisal kalian nggak suka sama part ini/cerita ini, tolong komen dan kasih tau kekurangannya, biar aku tau alasan kalian nggak vote itu karena apa.

999 vote✓
99 komen ✓

Hai, kalian apa kabar?

Adakah yang menunggu cerita ini?
Pasti gaada, yaudah gapapa:)

[17/5/21]

SOMETHING [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang