Ini kejadian bersamaan saat Stella berada di pesawat ya. Paham nggak?
Kalo bingung bilang ya.•••
Leon mengamuk di rumahnya. Segala barang di lempar, dan semua barang di pecahkan. Untungnya di rumah sedang tidak ada siapa-siapa. Hanya ada Pak Satpam di depan yang tidak berani masuk karena aura yang di keluarkan Leon tidak main-main.
"ARGHHHH! BANGS*T ANJ*NG!"
Brak
Bug
Prak
CringLeon membalikkan meja, menonjok tembok, melempar sebuah lampu kecil, dan terakhir menonjok kaca hingga pecah berkeping-keping.
"ELAAAAA!" teriaknya.
"Hiks hiks," isaknya.
Di luar, ada Dikta dan Raisa yang baru saja keluar dari mobil. Sayup-sayup mereka mendengar suara Leon yang mengamuk.
"Pak, Leon kenapa?" tanya Dikta pada Pak Satpam.
"Saya kurang tau Tuan, tapi Den Leon pulang itu mukanya kayak nahan marah. Terus ke denger barang-barang di dalem pada pecah," jelas Pak Satpam.
"Yaudah Pak, makasih ya." Pak Satpam mengangguk dan kembali ke tempatnya.
"Anak kamu by," ujar Dikta.
Raisa mencibir, "Jelek-jelek aja dibilang anak aku, giliran bagus-bagus dibilang anak kamu."
"Udah yuk masuk, kita tenangin anak singa itu."
"Iya bapak singa."
Keduanya masuk, begitu membuka pintu mulut mereka menganga lebar. Semuanya kacau, banyak pecahan kaca, barang-barang berantakan, dan yang membuat mereka bertambah kaget adalah semua sofa yang terbalik dan berpindah tempat.
"Ini abis kena badai ya by?" tanya Dikta dengan wajah bodohnya.
Prang
Prang
Prang
PrangMendengar suara pecahan barang yang beruntun, kedua paruh baya itu segera masuk untuk mencari sumber suara. Mereka masuk dengan berhati-hati, takut jika pecahan kaca bisa melukai mereka.
Mereka menatap dapur, dan lagi-lagi mereka dibuat menganga dengan keadaan disana.
"LEON! DASAR BODOH! SIAPA YANG NYURUH KAMU MECAHIN GELAS DAN PIRING SATU-SATU HAH?!"
Raisa mengeluarkan teriakan dahsyatnya, Dikta yang berada di sampingnya sampai menutup telinga rapat-rapat. Sementara Leon masih melempar satu persatu gelas dan piring-piring ke arah tembok. Untungnya mangkok-mangkok cantik milik Stella tidak di pecahkan."HUAAAAAA MOMMYYYYYYYYY! ELAAAAA HIKS!"
Leon melemparkan gelas nya yang terakhir, kemudian berlari dan memeluk Raisa tanpa melihat keadaannya yang sudah seperti gembel. Dikta yang mau tertawa takut dosa.
"Elaaa Mom hiks," adunya dengan isak tangis yang terdengar pilu. Namun bagi Dikta dan Raisa itu adalah tangisan lebay.
Plak
Plak
Raisa menampar kedua pantat Leon dengan kerasnya. Hal itu membuat tangisan Leon lebih kencang dari sebelumnya. "Anak bodoh!" ketusnya pada Leon. Namun tak urung ia mengelus punggung putranya dengan pelan."Udah jangan nangis, beberes sana. Nanti Mommy tunggu di kamar ya, ada titipan dari Stella buat kamu."
"Hiks sekarang aja Mom," ujarnya.
"Enggak, mandi dulu biar nggak emosi. Mommy sama Daddy di kamar. Udah ya jangan nangis, masak anak Mom yang paling kece ini nangis lebay sih? Nanti nggak jadi kece dong," bujuk Raisa seperti membujuk anak kecil. Tapi anehnya Leon mulai terdiam walau masih dengan memeluk Raisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
SOMETHING [END]
Random"Auristela!" "Buatkan saya kopi!" "Siapkan keperluan saya!" "Elus-elus kepala saya!" "Temani saya tidur!" Bukan dunia SMA, melainkan dunia perkantoran. Dia suka seenaknya. Tapi diam-diam suka. Dia juga suka iri sama anaknya. Apalagi gengsinya yang s...