Entah kenapa, satu hari ini Lian terus menempel pada Brian. Bahkan Stella sendiri sampai heran. Bocah itu malah sering bertengkar dengan Daddy nya sendiri.
Jam makan siang kali ini, Stella di kantin sendiri. Keadaan kantin juga sudah mulai sepi. Dan Lian masih juga bersama Brian. Ada apa dengan bocah itu sampai begitu nempel pada Brian.
Tiba-tiba ponsel Stella berbunyi, dan begitu melihat namanya, Stella langsung mengangkat panggilan itu.
"Assalamu'alai—,"
"YANGGGG!!"
Teriakan itu! Berasal dari Leon di seberang sana. Beruntungnya Stella yang memilih tempat duduk di pojok.
"Kenapa sih teriak-teriak? Salam aku aja kepotong," ujar Stella.
Terlihat Leon yang cengengesan dan menampilkan sederet gigi putih nya. "Kangen tau yang," keluhnya.
"Apaan sih! Baru juga semalem berangkatnya." Stella memakan makan siangnya dengan santai. "Kamu udah makan, Mas?"
Leon menggeleng, "Belum, nggak nafsu makan."
"Kenapa? Makan ya, nanti sakit perutnya." Stella mengulas senyum manis.
"Pengen disuapin kamu," rengek Leon.
Wajah Stella berubah datar, Leon manja tak tau tempat. "Kalo kamu disini juga mulutmu itu udah aku jejelin makanan Mas. Sayangnya nggak disini."
"Salah kamu sendiri nggak mau ikut," rajuknya. Dia melipat kedua tangannya di depan dada dan membuang muka ke samping.
"Bodo amat," sahut Stella santai.
Di sana, Leon membelalakkan matanya karena terkejut. Dia menatap Stella dengan mata berkaca-kaca. "Kamu, nggak peduli sama aku?" tanya Leon dengan suara lirih dan bergetar.
Stella mengusap wajahnya gusar, "Apaan sih Mas! Udah deh jangan nangis, malu tau gak!"
Leon tak menanggapi, dia menyimpan wajahnya di lipatan tangan yang ditaruh di atas meja. Dan dapat dilihat dari sini oleh Stella jika bahu Leon bergetar pelan.
Gadis itu menghela nafas, jarak membuat Leon menjadi sensitif, dan Stella yang kena imbasnya.
"Hei! Maaf ya? Udah dong jangan nangis," bujuk Stella. Bagaimanapun juga, Leon termasuk kesayangannya.
Leon tak menyahuti, dia tetap pada posisinya. Hal itu membuat Stella menghela nafas pelan, "Sayang? Udah ya, jangan nangis. Aku minta maaf."
Pria itu mengangkat wajahnya, terlihat oleh Stella wajah itu berlinang air mata dengan mata dan hidung yang memerah. Stella ingin tertawa namun ia tahan.
"Ketawa, ketawa aja!" Stella tak bisa menahan tawanya, dia tertawa kecil.
"Hahaha, udah ya jangan nangis. Masak CEO yang dingin dan datar nangis sih," ledek Stella.
Leon mengusap wajahnya kasar, raut mukanya berubah menjadi dingin. "Iyain," katanya.
Sedangkan Stella malah tertawa kembali, merasa geli dengan tingkah Leon itu. "Udah sana makan, aku mau kerja lagi!" perintah Stella ketika tawanya sudah berhenti.
"Nggak nafsu!"
Stella menghela nafas panjang, "Aku harus apa biar kamu makan? Aku harus terbang kesana buat nyuapin kamu? Jangan kekanakan, kamu disana kerja. Jaga kesehatan kamu, kerja dengan benar biar cepet selesai terus kamu pulang ke rumah. Kalo pun kamu dirumah, atau lagi sama aku dan kamu minta nyuapin bakal aku lakuin. Kalo sekarang kita jauh, jangan egois Mas. Aku juga sebenernya mau ikut kamu, tapi aku nggak bisa ajak ataupun ninggalin Lian."
KAMU SEDANG MEMBACA
SOMETHING [END]
Diversos"Auristela!" "Buatkan saya kopi!" "Siapkan keperluan saya!" "Elus-elus kepala saya!" "Temani saya tidur!" Bukan dunia SMA, melainkan dunia perkantoran. Dia suka seenaknya. Tapi diam-diam suka. Dia juga suka iri sama anaknya. Apalagi gengsinya yang s...