Part 8 (Sana)

134 22 0
                                    

“ Nako, bus nya datang itu sayang, ayo nanti bus nya pergi Nako gak bisa kesekolan.” Ucapku sambil mengemasi barang-barang Nako yang sebelumnya di keluarkan Nako.

“ Mami, boleh bawa mobil-mobilannya ?” Tanya anakku Nako dengan polos nya.

“ Gak boleh sayang, kan Nako kesekolah mau belajar biar pintar kaya kak Mina kan.” Ucapku dengan lembut sambil mengelus pucuk kepala Nako.

“ Oh iya lupa.” Ucapnya dengan nada yang mampu membuatku tersenyum gemas.

“ Lucu banget sih anak Mami.” Aku pun langsung mencium gemas pipi Nako.

“ Hahaha... Udah dong Mami, nanti busnya pergi.” Ucap Nako yang mampu memberhentikan ku mencium gemas pipi miliknya.

“ Iya-iya, ayo keluar.” Ucap ku sambil menggandeng dan membawa tas Nako.

Melihat bus berwarna kuning, Nako pun melangkahkan kedua kaki kecilnya lebih cepat.

“ Jangan lari-lari sayang.” Ucapku khawatir.

“ Di sekolah yang rajin ya, jangan bandel, dengerin ibu guru ya.” Ucapku kembali menasehati anakku Nako.

“ Siap Mami. Dah....” Nako pun melambaikan tangannya di ikuti oleh anak-anak yang sudah ada di dalam bus sekolah yang berwarna kuning itu.

Setelah mengantar Nako, aku pun bergegas masuk ke gudang kafe, dan melihat Dahyun yang sibuk menata beberapa barang dan mengelompokkan nya di rak-rak.

“ Dahyun, saya bantuin ya, saya juga gak ada kerjaan.” Ucapku sambil mengambil berkas semalam yang ku kerjakan.

“ I..ya kak.” Ucap Dahyun sambil tersenyum padaku, ku akui kalau selain mempunyai wajah yang cukup tampan, senyum yang dia miliki juga sangat manis.

Aku dan Dahyun pun mulai bekerja membereskan gudang. Dengan tugas Dahyun yang merapikan sedangkan aku yang mencocokkan barang. Namun saat sedang bekerja, tiba-tiba saja kaki ku tersandung rak, sehingga membuat rak tersebut bergoyang

“ Ahh...” Teriak ku saat rak tersebut akan jatuh menimpa kearahku. Namun bukan rasa sakit, tapi sebuah pelukan hangat yang kurasakan. Membuatku ingin sekali memaki orang yang dengan lancang memeluk tubuhku, namun melihat Dahyun dengan mata terpejam dan sedikit meringis membuatku tak tega memakinya. Kini aku hanya melihat fitur wajah dari dekat yang berjarak 1 jengkal dari wajahku. Sungguh dia benar-benar terlihat tampan, rahang yang tajam, hidung yang mancung dan juga kulit yang putih membuatnya hampir tampak sempurna. Kulihat mata Dahyun yang mulai terbuka. Sungguh di posisi seperti ini membuatku sedikit kehilangan akal, jantungku berdegup kencang.

“ Kak Sana, Dahyun.” Teriak seseorang mengagetkanku dan menyadarkan aku dari pikiran anehku.

“ Panggil yang lain Jess, kasihan Dahyun pasti keberatan nahan rak nya ” Ucapku pada Jessica.

“ Iya kak, tunggu ya.” Ucap Jessica sambil berlari memanggil karyawan ku yang lain.

Tak lama setelah Jessica berlari, kini dia datang bersama beberapa karyawan ku untuk mengangkat rak yang sebelumnya di tahan oleh punggung Dahyun.

Tanpa berpikir panjang, 4 karyawan laki-laki yang dibawa Jessica langsung mengangkat rak tersebut.

“ Kamu keruangan aku aja Dahyun, tangan kamu berdarah.” Ucapku yang sedikit panik melihat darah segar yang keluar dari tangan kanan Dahyun, mungkin dia memegang sesuatu yang tajam saat menahan rak yang terjatuh tadi.

Kini, Dahyun pun duduk di sofa yang ada ruangan kerjaku. Selain tangan, pasti punggungnya juga sakit, dapat kulihat dia meringis saat akan duduk di sofa coklat itu.

“ Sini tangannya biar aku obati.” Dahyun pun menjulurkan tangan kanannya yang terluka padaku.

Aku pun mengambil kapas dan membasahinya dengan antiseptik.

“ Ehm...” Ringis Dahyun tertahan.

“ Sakit ya, teriak aja kalau memang sakit banget.” Ucapku sambil meringis melihat luka Dahyun.

“ Malu dong kak, masa aku udah gede gini masih teriak di obatin.” Ucap Dahyun yang menurutku sedikit lucu, dia persis seperti Nako saat aku mengobati lukanya saat dia terluka.

“ Gak apa teriak aja, kan Cuma ada aku, orang lain gak bakalan denger.” Ucapku meledeknya.

“ Ah.. kak Sana.” Ucapnya sambil memajukan bibirnya, yang membuatnya semakin lucu ?

“ Oke, terserah kamu.” Ucapku mengalah, dan lanjut mengobati Dahyun, mulai dari membersihkan luka hingga menutup lukanya dengan perban.

“ Punggung kamu sakit ?” Tanyaku saat melihat bercak merah yang terlihat di punggung dekat lehernya Dahyun.

“ Gak apa kak, paling entar juga hilang sakitnya.” Ucap Dahyun dengan senyum. Tapi senyum yang dia perlihatkan membuatku tidak nyaman, karena kecerobohan ku, dia yang harus terluka menggantikan aku.

“ Buka aja kaos kamu, biar aku liat seberapa parah.” Mendengar perkataanku, Dahyun pun membuka kaos hitam miliknya. Namun untuk kesekian kalinya, pikiranku dan mataku tidak dapat di kompromi. Bayangkan betapa bagusnya perut kotak-kotak yang Dahyun miliki, mampu membuat pikiranku kemana-mana. Dahyun pun berbalik dan menampilkan punggu lebar nya, membuat aku tersadar dengan apa yang harus aku lakukan sekarang.

“ Punggung kamu merah banget loh, kita ke dokter yuk.” Ajakku pada Dahyun setelah melihat punggungnya yang tampak merah dan hampir berwarna kebiru-biruan.

“ Ga....”

“ Minatozaki Sana...”

Ucapan Dahyun terpotong dengan adanya suara bariton yang cukup aku kenal, suara milik Jeongyeon suamiku. Yang menyebutkan namaku dengan lantang.

“ Ngapain kamu di sini.” Ucapku setenang mungkin, karena tidak mungkin aku bertengkar di hadapan Dahyun, orang yang baru 1 hari aku kenal.

“ Bagus sekali kau wanita jalang, kau pergi dari rumah untuk bermain bersama pemuda ingusan ini, aku jamin umurnya juga tidak jauh berbeda dengan Mina. Selera mu sangat rendah sekali.” Ucap Jeongyeon tersenyum sinis.

Mendengar ucapan asal jeongyeon, membuatku tersalut emosi. “ Selera ku rendah ? Bukankah itu seleramu yang rendah, berselingkuh dan menghamili wanita yang bahkan lebih muda dari Mina. Kau hanya laki-laki brengsek yang tak punya malu.”

“ Apa kau bilang wanita jalang.” Ucap Jeongyeon yang melayangkan tangannya ke arahku dan dengan refleks aku pun memejamkan kedua mata ku rapat siap menerima tamparan yang di terima pipiku. Namun pipi ku tak terasa apapun, ku beranikan diri untuk membuka mataku, terlihat Dahyun yang menahan lengan Jeongyeon.

“ Lepaskan tangan kotormu” Ucap Jeongyeon dengan sinis.

“ Pergi dari sini atau saya laporkan anda kepolisi.” Ucap Dahyun dengan penuh penekanan.

Kulihat Jeongyeon menghempaskan tangannya dan berniat memukul Dahyun, namun dengan sigap Dahyun pun menghindar dan mukul perut Jeongyeon hingga tersungkur.

“ Pergi dari sini.” Ucap Dahyun kembali.

“ Awas, aku tak akan pernah memaafkan kalian.” Ucap Jeongyeon dengan marah dan pergi meninggalkan ruangan ku.

“ Kak Sana gak apa ?” Ucap Dahyun dengan lembut sambil berjalan ke arahku.

Mendengar suara Dahyun, membuat hati kerasa mengganjal dan juga sesak, entah sejak mataku kini terasa berair. Tak sanggup lagi, aku pun menutup mataku, namun Dahyun memeluk dan membuat aku menumpahkan air mataku yang sejak tadi menghalangi pandanganku.

“ Menangis lah, menangis tidak membuat seseorang terlihat lemah. Manusia kadang butuh menangis untuk menenangkan diri.” Ucap Dahyun pelan, namun masih dapat ku dengar. Membuatku menumpahkan kebodohan ku menangisi laki-laki yang bahkan tidak memikirkan aku lagi.

“ Hikss.....Hikss... Hiks....”

Dia Telah MenikahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang