"Sudah ya Kang! Afifah sibuk! Afifah mau masak dulu!" Afifah mengusap air matanya dan bangkit meninggalkan Armand.
Armand terdiam menatapnya pergi. Seolah-olah tubuh Afifah hilang dari balik tembok. Ia menghela napasnya. Ia berusaha untuk tetap sabar. Ia yakin suatu saat nanti semuanya akan berubah menjadi lebih baik.
Beberapa hari kemudian telah berlalu. Setiap hari, sikap Ibu Armand selalu kasar pada Afifah. Hal itu tidak membuat Armand diam. Sesekali ia menasehati, sesekali ia menegur sang Ibu.
Afifah selalu sabar dan diam ketika Ibu Armand selalu menjelekkan dirinya di depan orang banyak. Entah karena pakaiannya, sifatnya, akhlaknya, atau bahkan tampilan dan fisiknya.
Afifah berusaha untuk tidak melawan sama sekali. Ia hanya bisa menangis dan mengadu pada Yang Maha Kuasa. Di sepertiga malam, ia selalu terbangun dan melaksanakan ibadah.
Sesekali ia menitikkan air mata ketika kedua tangannya di angkat di antara kedua telinganya. Dalam hati mengucap takbir, dalam batin mencoba untuk pasrahkan semuanya.
Hanya sajadah yang terbentang di atas lantai yang bisa menemani kesedihannya. Mengingat hatinya tidak bisa mencintai orang yang bukan ia cintai, ia hanya bisa pasrah.
Ia tak tahu harus melakukan apapun demi menghentikan semuanya. Memilih takdir dan nasib, memilih keinginan dan perasaan. Ia bingung seorang diri.
Tak ada satupun yang tahu bagaimana perasaannya. Hanya Tuhan tempatnya meminta dan mengadukan segalanya yang ia rasakan selama tinggal bersama dengan Armand dan Ibunya.
Hingga suatu ketika, di malam hari yang begitu cerah dengan banyaknya bintang bertaburan di langit malam. Tak ketinggalan juga sosok rembukan yang memancarkan cahayanya yang terang menembus kegelapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
꧁𒆜Sajadah Panjang𒆜 ✒The End☬꧂
Romance꧁☬𒆜*༆Sajadah Panjang༆*𒆜☬꧂ ________________________________________ Sajadah Panjang, bukan sembarang sajadah. Sajadah panjang, atau dalam arti sesungguhnya: Kehidupan dunia tidak akan digelar untuk kedua kali bagi kita. Selagi kita hidup, selagi se...