#16 : "Satu Hari yang Menyakitkan"

10.6K 870 12
                                    

Pada awal November, sekolah Rio secara rutin mengadakan acara perlombaan untuk memperingati Hari Pahlawan. Hal ini ditunjukkan agar anak-anak bisa memahami bagaimana perjuangan para pahlawan di masa lalu dan selalu mengingat jasa pahlawan yang telah gugur demi memerdekakan negara ini. Pada hari itu, berbagai perlombaan menyenangkan seperti menyanyi, menari, membaca puisi, lomba lari pendek, lomba sepak bola bersama ayah, lomba estafet bersama orang tua, lomba melukis, lomba mendandani ibu dan lain-lainnya akan diadakan. Para orang tua diizinkan datang untuk mendampingi anaknya lomba atau hanya sekadar melihat-lihat. Itu adalah hari bebas di TK tersebut.

"Mama harus datang ya besok! Rio tahun kemaren gak masuk karena Rio sendirian. Tahun ini mama harus datang biar Rio bisa ikut lomba!" Rio berseru dengan semangat.

'Anak ini semakin hari semakin menjadi pemaksa seperti ayahnya,' pikir Aisha. Meski tentu saja, jika yang meminta Rio maka itu akan menjadi paksaan manis yang penuh dengan mata pengharapan. Sedang ayahnya .... sudahlah, Aisha tak mau membahasnya.

"Iya sayang, besok mama pasti datang," balas Aisha untuk kesekian kalinya hari ini.

Aisha sangat mengerti kesenangan dan juga kekhawatiran Rio. Sebelumnya, dia tak punya orangtua yang bisa menemaninya di acara lomba seperti itu. Dia tidak mau datang karena pemandangan itu hanya akan membuatnya bersedih, seperti yang dialami Aisha dulu. Lalu sekarang, ketika Aisha sudah menjadi ibunya, tentu saja anak ini ingin memamerkannya dan Aisha tidak keberatan mengabulkannya.

Hanya saja masalahnya adalah....

"Tadi Rio udah mendaftar lomba mewarna, lomba membawa kelereng pakai sendok, sama lomba lari estafet bersama orang tua, ma. Mama mau kan nemenin Rio lomba lari?" tanyanya dengan nada penuh harap.

Aisha mendesah, "Kamu gak mau lomba lari pendek aja, sayang? Kan walaupun Rio sendirian larinya, tetap aja lomba lari," tanya Aisha membujuk.

"Rio udah pengen banget ma. Tahun lalu semuanya ikut karena mereka punya mama, cuma Rio yang gak ikut. Sekarang kan, Rio udah punya mama, jadi harusnya Rio bisa ikut, Ma," bujuk Rio lagi. Bocah ini lebih keras kepala daripada yang Aisha kira.

"Tapi mama gak kuat lari, sayang."

Rio membuat wajah memelas yang menggemaskan hingga membuat siapapun akan segera menuruti keinginannya. Begitu juga Aisha. Ia segera luluh begitu melihat wajah menggemaskan itu.

"Ya udah, nanti Mama coba ngomong sama Papa ya?"

Rio masih mempertahankan wajah memelasnya. "Kalau Papa gak mau gimana, Ma?"

Aisha juga memikirkan hal itu sebenarnya. Dari seratus persen, kemungkinan Vero bersedia mengikuti acara ini hanyalah dua persen. Aisha bahkan tidak bisa membayangkan pria sedingin kutub es itu bisa berlari melawan beberapa ibu-ibu di acara anak TK. Itu pasti akan melukai harga dirinya yang sangat tinggi itu.

"Kita gak tahu kalau belum mencoba, kan?"

"Tapi kalau gak bisa gimana, ma?" desak Rio lagi. Ia semakin uring-uringan sekarang.

"Kalau gak bisa ... berarti Rio nanti sama mama aja larinya."

Mendengar itu, barulah Rio melompat senang sambil berteriak keras. Dia terlihat sangat bahagia. Sedang Aisha, ia tengah memikirkan bagaimana caranya membujuk Vero dan membuat kakinya tidak cedera di tengah-tengah perlombaan.

Just For One Year [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang