Setiap tahun aku biasanya selalu menyempatkan diri untuk mengambil rehat sejenak dari pekerjaan dan membawa Rio berjalan-jalan jauh dari Jakarta. Terkadang kami mendaki gunung dan berkemah di tengah alam bebas bersama sejumlah pendaki lain, terkadang kami menjelajah pantai dan memesan resort agar bisa menikmati suasana pantai dua puluh empat jam, terkadang kami menjelajahi lautan luas di atas kapal pesiar dan terkadang kami mengarungi perjalanan berjam-jam di angkasa untuk keluar negeri. Hal ini membuatku jadi semakin dekat dengan Rio, juga membebaskanku dari rasa penat maupun rindu walau hanya untuk sesaat.
Aku tak pernah melewatkan satu tahun pun tanpa liburan wajib itu, tak peduli seberapa dewasa Rio dan seberapa sibuknya aku, kami selalu menyempatkan waktu untuk liburan bersama. Baru tahun ini, untuk pertama kalinya dalam dua puluh tahun, aku harus berjalan-jalan sendiri karena Rio harus menjaga istrinya sekarang.
Sebenarnya, aku telah mengatur perjalanan bersama Rio dan Kayla menaiki kapal pesiar dengan rute Singapura-Port-Klang-Penang-Phuket-Singapura, jadi kami bisa menjelajah wisata keindahan laut dan bersantai sejenak di Phuket. Aku bahkan sudah memesan tiket jauh lebih awal untuk kami bertiga agar tidak kehabisan. Tapi dua bulan sebelum perjalanan, Kayla menemukan dirinya hamil dan setelah berdiskusi dengan Rio, aku memutuskan agar mereka berdua tidak perlu ikut dalam perjalanan ini. Karena tahun ini aku ingin perjalanan keluarga dilakukan dengan kapal pesiar, sedangkan Kayla sudah terlihat akan muntah ketika melihat laut, jadi aku tentu saja tidak akan tega memaksanya ikut denganku.
Kayla sepertinya merasa bersalah karena dia menyebabkan liburan keluarga pertama kami batal, dan Rio juga membujukku agar mengubah perjalanan kami menjadi lebih ramah untuk ibu hamil seperti Kayla. Namun, aku meyakinkan Rio bahwa aku bisa pergi sendiri, lagipula kami bisa merencanakan puluhan liburan di masa depan dengan anak mereka nantinya. Kayla lebih membutuhkan istirahat daripada liburan sekarang ini.
Jadilah akhirnya aku di sini, sendirian memandangi laut lepas dari atas kapal pesiar. Membiarkan angin kencang menerpa tubuh, membuat mantelku berkibar keras. Lautan biru seakan terbelah oleh mesin kapal dan beberapa lumba-lumba kadang terlihat di sisi kiri dan kanan kapal. Lumba-lumba itu menarik perhatian para anak kecil yang menjerit kegirangan. Semua orang tampak bersenang-senang dengan teman, pasangan atau keluarga mereka saat memandang lautan lepas.
Dalam kesendirian seperti ini, aku selalu berharap Aisha ada di sampingku sekarang. Jika dia di sini, dia pasti akan tersenyum lebar dan menatap segala hal dengan tatapan yang begitu bahagia. Matanya yang besar dan penuh binar cerah itu akan menatapku dengan penuh kegirangan seakan dia anak kecil yang diberi permen kesukaannya. Dia akan memeluk pinggangku dan berceloteh panjang lebar tentang betapa bahagianya dia saat itu. Sayang, dia tidak ada di sini.
Aku menghela napas dan akhirnya kembali ke kamarku untuk beristirahat. Cahaya matahari bersinar terlalu terik sekarang, meski angin membuat segalanya tidak panas lagi, namun sinar menyengatnya membuatku tidak tahan. Sore akan menjadi waktu yang baik untuk menatap gempuran ombak di bawah deru mesin kapal raksasa ini. Terutama ketika senja nanti.
Aku masuk kembali ke dalam kapal dan melangkah ke suite milikku yang berada di lantai dua. Setelah melepaskan mantel dan sepatu, aku berbaring tidur untuk membasuh rasa lelahku.
***
Aku tidak tahu berapa lama aku tidur, tapi ketika aku bangun aku menyadari sesuatu yang aneh. Rasanya ranjangku terlalu miring ke salah satu sisi. Aku mengerjap bingung dan kemudian memijat pelipisku, apakah aku terlalu lama tidur? Aku mengedarkan pandangan dan segera menyadari bahwa aku tidak salah. Semua barangku tampak mundur tak beraturan ke belakang, beberapa lainnya bahkan jatuh ke lantai, bahkan foto Aisha yang tadinya kuletakkan di meja kecil samping tempat tidurku kini jatuh ke lantai. Kapal ini memang agak terlalu miring.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just For One Year [END]
RomansaAlvero Keshav tahu dia tidak mencintai Aisha, gadis yang dijodohkan ibunya padanya. Ia hanya menikahi gadis itu karena ayahnya menjajikan posisi CEO jika ia menikahinya. Namun, Alvero Keshav tak pernah tahu bahwa dalam satu tahun pernikahannya, ia a...