01 Februari 2021
Setelah menjalani tiga sesi kemoterapi dengan lancar, Aisha akhirnya menjalani operasi untuk mengangkat sel kanker di kakinya hari ini. Seperti yang telah disepakati, Aisha tak akan menjalani amputasi. Ia hanya akan menjalani operasi penggantian tulang dari bagian paha ke lutut.
Dokter sudah mengatakan bahwa operasi kali ini memiliki kemungkinan besar untuk berhasil. Kankernya telah mengecil dan persiapan yang dilakukan sebelum operasi sudah sangat matang, jadi kecil kemungkinan operasi ini akan gagal.
Namun meski telah mengetahui itu, mustahil bagi Aisha untuk tidak merasa gugup. Ini adalah operasi pertamanya. Hanya dengan membayangkan bahwa kakinya sebentar lagi akan dibelah, digergaji dan sejumlah tulangnya akan diambil lalu diganti metal khusus, membuatnya begitu ingin kabur dari ranjang ini sekarang juga. Ia hanya tidak mengatakannya pada Vero, padahal jika boleh jujur, Aisha sangat takut pada operasi ini. Ia tidak hanya menakutkan rasa sakitnya, tapi juga after effect operasi yang akan menyiksanya dengan rasa sakit kembali.
Ketika matahari sudah sepenuhnya terbit, seorang suster akhirnya mengetuk pintu kamar rawat Aisha dengan ketukan pelan. Ketukan yang membuat Aisha dan Vero terlonjak kaget. Aisha melirik ke arah suster itu dan bernapas gugup ketika melihat penampilan sang suster yang tengah memakai pakaian biru. Tampak sangat siap untuk operasinya.
"Sudah waktunya," kata suster itu seraya melangkah masuk. "Apa kamu sudah siap, Aisha?" tanyanya dengan nada ceria yang dibuat-buat.
"Tentu" jawab Aisha santai. Kemudian ia menyadari bahwa ia sama palsunya dengan perawat itu. Berpura-pura biasa saja meski mereka berdua tahu betul seberapa besar sebenarnya hal ini.
Suster itu mendekat ke arah ranjang Aisha lalu dengan cekatan menaikkan pagar di kedua sisi brankar ranjangnya dan menguncinya hingga terdengar bunyi klik. Setelah itu, sejumlah perawat lainnya muncul mengerumuni ranjang Aisha dan mulai mendorong ranjangnya keluar dari ruangan menuju ruang operasi. Vero juga ikut membantu mendorong ranjang Aisha di sepanjang koridor hingga berhenti di depan ruangan operasi. Dorongan itu dihentikan untuk sementara karena para perawat harus membuka pintu, dan tentu saja untuk memberikan waktu pada Vero agar bisa menyampaikan kata-katanya sebelum Aisha masuk ke ruangan operasi.
"Aisha, apa kamu bahagia?" tanya Vero sebelum ranjang Aisha didorong lebih jauh.
Aisha tersenyum lemah, "Aku paling bahagia ketika bersamamu."
Vero mengangguk, tapi wajahnya masih tampak gelisah. Aisha tahu apa yang ada di pikiran pria itu, karena dia juga memikirkan hal yang sama dengannya. Mereka sama-sama takut kehilangan.
"Vero, bukankah aku sudah mengatakan bahwa aku tidak akan menyerah kali ini?" kata Aisha menenangkan Vero.
"Benar," sahutnya gugup. Namun Aisha masih bisa membaca ketidakpercayaan di mata pria itu.
"Kalau begitu tidak perlu merasa terlalu khawatir. Aku akan lebih baik setelah operasi ini." Aisha tersenyum cerah. Seakan hal yang menunggu di balik pintu itu adalah hal yang membahagiakannya, alih-alih sesuatu yang membuatnya takut setengah mati.
"Permisi, sekarang sudah waktunya ibu Aisha memasuki ruang operasi," kata salah satu suster yang tadi membuka pintu.
Vero bernapas gugup kemudian meremas tangan Aisha. "Sampai bertemu lagi, Aisha," bisiknya.
"Aku akan lama, jadi jangan lupa makan sambil menungguku," sahut Aisha.
"Baiklah"
Vero kemudian menunduk untuk mencium kening Aisha lama, setelah itu ia berjalan mundur dan perlahan melepaskan tangan Aisha seiring dengan ranjang yang terdorong semakin jauh hingga masuk ke dalam ruang operasi. Ketika dua orang perawat menutup pintu ganda yang menghalangi pandangan Vero dari Aisha, seketika ia merasa kosong.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just For One Year [END]
RomanceAlvero Keshav tahu dia tidak mencintai Aisha, gadis yang dijodohkan ibunya padanya. Ia hanya menikahi gadis itu karena ayahnya menjajikan posisi CEO jika ia menikahinya. Namun, Alvero Keshav tak pernah tahu bahwa dalam satu tahun pernikahannya, ia a...