#23 : "Kekhawatiran Vero"

8.9K 720 22
                                    

Aisha terbangun dengan mata berkabut. Ia melirik bingung ke arah lampu yang menyala terang dan kemudian menatap jendela yang menampakkan sinar gelap malam. Ternyata sudah malam lagi. Berapa lama ia tertidur?

Meski merasa sedikit pusing, Aisha memutuskan untuk tetap bangun dari tidurnya, setidaknya hanya untuk duduk dan mungkin memakan sesuatu. Kerongkongannya terasa kering dan perutnya benar - benar kosong. Semua perasaan itu mengantarkan ketidaknyamanan di tubuhnya.

Aisha baru saja menurunkan kaki ke lantai ketika pintu kamar dibuka dan menampakkan sosok Vero yang terbalut dalam setelan rapi. Dia tampaknya baru saja pulang kerja. Pria itu bahkan belum melepaskan dasi yang melingkar ketat di lehernya.

Aisha mencoba tersenyum menatap pria itu, setidaknya hanya menyapa lewat senyuman karena ia tidak yakin dengan suaranya sekarang, tapi ia tidak bisa memahami mengapa Vero menatapnya balik dengan tatapan yang bercampur aduk. Pemuda itu tampak kaget, marah, takut dan juga sangat bahagia. Dia segera berjalan, meletakkan nampan yang ia bawa ke meja rias, dan kemudian menarik Aisha ke dalam pelukannya dengan sangat erat. Penciuman Aisha seakan dimabukkan oleh aroma khas Vero, dan tubuhnya dikepung oleh kurungan tangannya yang berotot. Pelukan itu terasa menyenangkan, meski ia tidak tahu apa maksud pelukan ini.

"Kamu tidur nyaris tiga hari. Aku ... Aku sangat takut ketika beberapa hari ini kamu tidak juga bangun," kata Vero berbisik.

Aisha akhirnya mengerti, ia ternyata tidur terlalu lama. Vero pasti sangat cemas selama ia tidak sadarkan diri. Aisha menjalankan tangannya mengusap punggung Vero, menenangkannya. Berharap ia bisa memberikan kelegaan sedikit saja di hidup pria itu. Tapi seperti rasa sakitnya, Aisha tak pernah bisa mengontrol apa yang terjadi pada tubuhnya sendiri, dan itu selalu menyakitkannya ketika melihat Vero cemas dengan keadaannya. Ia ingin berhenti membuat pria itu khawatir, dan selalu ingin menyenangkannya, tapi kondisi tubuhnya juga diluar kuasanya. Ia tak bisa menghentikan apapun yang sedang terjadi di tubuhnya saat ini.

"Apa ... ada yang sakit?" Vero melepaskan pelukannya lalu melirik Aisha dari atas sampai bawah.

Aisha menggeleng.

"Aku mau mandi," kata Aisha kemudian.

"Sebentar, aku isiin air hangat buat kamu. Kamu makan dulu," Vero melirik ke arah makanan yang ia bawa di atas nampan.

Aisha mengangguk. Ketika Vero menghilang ke dalam kamar mandi, pada akhirnya Aisha juga mengikuti ke depan kamar mandi. Ia ingin mencuci mukanya terlebih dahulu sebelum makan. Selagi membilas air ke wajahnya, Aisha memandangi dirinya sendiri di cermin. Bobot tubuhnya terlihat sudah berkurang beberapa kilogram dalam tiga hari ini, wajahnya terlihat cekung, kulitnya sangat pucat dan kantung matanya sangat hitam di bawah matanya.

Aisha dulu sangat percaya diri dengan penampilannya. Saat di sekolah ia selalu menjadi gadis tercantik, menjadi incaran nyaris seluruh pemuda dari yang tingkat atas hingga yang satu angkatan dengannya. Dengan garis keturunan darah Prancis dari ibunya, Aisha tahu ia memiliki kecantikan yang berbeda dari gadis lainnya di sekolah. Kecantikan yang selalu membuatnya bersinar di manapun.

Sekarang, semua kecantikan itu seakan mulai memudar. Ia persis seperti bunga yang telah melewati masa mekarnya hingga perlahan menjadi layu dan hanya menunggu waktu untuk mati dan terbuang.

Pada awalnya, Aisha tidak terlalu mempedulikan hal ini. Ia tidak peduli jika penyakit ini semakin mengikis kecantikannya. Toh ia juga akan mati tahun berikutnya, jadi untuk apa semua kecantikannya? Sekarang, ia sudah memutuskan untuk berjuang hidup. Jadi, penampilan wajahnya yang seperti ini agak sedikit menyedihkan ketika dilihat. Berapa lama ia harus hidup seperti ini? Aisha tak tahu.

Aisha menghela napas, kemudian menyapu wajahnya dengan handuk lembut. Setelah itu, dengan sedikit tertatih ia berjalan kembali ke ranjang.

Tepat pada saat itu, Vero tampak keluar dari kamar mandi. Pemuda itu berjalan untuk mengambil piring dan gelas dari nampan kemudian meletakkan piring itu ke paha Aisha dan meletakkan gelas air minum di nakas.

Just For One Year [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang