Ketika Aisha bangun, ia kembali menemui kamar bercat putih yang selalu ia lihat sepanjang tahun ini. Napasnya kembali harus dibantu oleh mesin oksigen. Dengan tatapan yang agak kabur, ia menatap ke seluruh ruangan hanya untuk menemukan Kiara dan Vero sedang berbincang dengan suara pelan di sofa.
"Vero...." Aisha bersuara pelan, ia bahkan tak yakin pria itu mendengarnya. Tapi nyatanya, suara selemah itu mampu menarik perhatian mereka berdua.
"Hei...." Vero menghampirinya dengan tatapan cemas. Tapi pria itu sebisa mungkin menutupinya dengan senyum lembut.
"Hai" balas Aisha lemah. "Aku mengacaukan pesta kamu, ya?" Aisha meringis.
Vero tertawa kecil, "Tidak, pesta itu memang sudah selesai," katanya seraya menggenggam tangan Aisha kemudian menciumnya.
"Aku senang bisa memberimu kejutan itu."
"Aku bicara sama dokter dulu sebentar, ya? Setelah itu, aku akan menemanimu," kata Vero lembut.
Aisha mengangguk.
Vero menunduk untuk mencium keningnya sebentar lalu berjalan keluar. Aisha menoleh ke samping dan melihat Kiara tengah berjuang menghapus air mata yang terus mengalir di matanya. Hati Aisha menjadi sakit, tapi masih ada beberapa hal yang harus ia katakan sebelum semuanya berakhir.
"Kakak...." panggil Aisha.
"Ya?" Kiara menjawab dengan tercekat. Ia mendekat ke ranjang Aisha.
"Apa kakak ingat? Sewaktu kita masih kecil, kakak suka ngasih aku makanan atau mainan kakak, dan kakak nyuruh aku buat rahasiain itu dari mama biar kita gak dimarahin?"
Tangisnya sekali lagi pecah, tapi kali ini ia tersenyum sambil mengangguk. "Aku ingat," katanya di sela tangisannya.
"Hari ini, aku juga ingin mengatakan satu rahasia yang gak boleh kakak bocorin ke siapapun. Terutama Vero, biar dia gak marah," kata Aisha pelan.
"Apa itu?" tanya Kiara, tatapannya tampak waspada.
"Sebenarnya, dokter sudah memvonis hidupku gak akan bertahan lebih dari satu bulan," jawab Aisha sambil tersenyum lemah.
Kiara menatap Aisha tak percaya. Dan tangisnya semakin deras ketika mendengar itu.
".... maka dari itu, aku mohon sama kakak buat menuhin permintaan terakhir aku." Aisha melanjutkan.
Kiara tak menanggapi perkataan Aisha. Ia tidak mampu. Tangisnya tak bisa berhenti sekarang.
"Aku ninggalin tas aku di rumah mama. Tolong bawakan gelang dan ponselku kemari, sisanya biarkan saja di sana. Jika aku tiada nanti, di tas itu kakak bakal nemuin kartu nama, dia adalah notaris yang akan mengurus harta warisanku. Jika aku meninggal nanti, tolong kakak hubungi dia ya?"
Kiara mengangguk.
"Lalu, di tas itu juga ada cincin dan sebuah surat. Itu adalah cincin yang aku beli untuk Rio. Tolong serahkan cincin dan surat itu untuk Rio ketika dia melamar seseorang suatu hari nanti, aku selalu ingin menjadi bagian dari pernikahannya. Tapi aku tahu, aku tidak akan sempat. Jadi hanya itu yang bisa kulakukan."
Sekali lagi Kiara mengangguk.
"Untuk Vero ... aku tak bisa memberikan apapun padanya." Aisha tersenyum lemah. "Tapi dia akan menjadi orang yang paling hancur setelah aku tiada. Jadi, tolong katakan padanya bahwa aku akan menunggunya di atas sana. Katakan untuk jangan mendahului takdir, karena aku takut itu tak akan bisa membawanya padaku."
Kiara juga mengangguk.
"Terakhir, aku ingin berterima kasih pada kakak. Ketika semua orang membenci aku, kakak adalah orang pertama yang menyayangiku. Aku adalah orang yang merebut kebahagiaan keluarga kakak, tapi kakak bahkan gak pernah membenci aku. Maaf, aku tidak sempat membalas apapun."
KAMU SEDANG MEMBACA
Just For One Year [END]
RomanceAlvero Keshav tahu dia tidak mencintai Aisha, gadis yang dijodohkan ibunya padanya. Ia hanya menikahi gadis itu karena ayahnya menjajikan posisi CEO jika ia menikahinya. Namun, Alvero Keshav tak pernah tahu bahwa dalam satu tahun pernikahannya, ia a...