PROLOG : "Kisah Cinta Pertama yang Hancur"

28.9K 1.2K 76
                                    

2003

Sisa hujan masih bertahan pagi itu. Aspal yang basah, jendela yang berembun dan titik-titik air di atas bunga menjadi saksi bisu betapa lebatnya hujan mengguyur malam tadi. Hawa dingin terus menyebar di sepanjang pagi ini, membuat semua orang seakan enggan bangun dari ranjang empuk dan selimut tebal mereka.

Namun hal itu tidak berlaku bagi seorang wanita berusia tiga puluh tahun bernama Marissa. Dengan santainya, wanita tersebut duduk di teras sambil menghirup segelas teh hangat. Sama sekali tak terganggu dengan hawa dingin yang menusuk kulit dan pemandangan seluruh jalan yang basah akibat hujan. Ia menikmati pemandangan pagi itu sendirian--atau mungkin bersama pemikirannya--di bangku teras.

"Pagi sayang," sapa seseorang di belakang Marissa seraya melayangkan kecupan ringan di rambutnya.

Marissa tersenyum menatap orang yang tengah mengecupnya mesra. Itu adalah William, suaminya. Pria itu tampak rapi dengan setelan jas yang ia pilihkan sejak subuh tadi.

"Pagi juga sayang," balas Marissa. "Mau ikut minum teh?" tawarnya.

William menarik gelas di tangan Marissa kemudian menghirupnya hingga air di gelas itu habis lalu mengembalikannya ke pangkuan wanita itu. "Aku buru-buru nih!" serunya seraya duduk di kursi samping istrinya dan menunduk untuk memakai kaus kaki, tanpa rasa bersalah sedikitpun.

Marissa menerima gelas kosong yang dikembalikan suaminya itu dengan helaan napas kesal, tapi hanya itu, ia tak pernah bisa marah pada William. Marissa lebih memilih untuk menuang teh dari teko ke gelasnya hingga penuh lagi daripada menumpahkan kemarahan pada suaminya itu.

Setelah selesai mengisi kembali gelas tehnya, sudut mata Marissa menangkap pergerakan William yang berdiri dengan memakai kaus kaki lalu berjalan ke depan teras tempat sepatunya sudah tergeletak rapi, Marissa mengikutinya.

"Aku berangkat dulu ya sayang." William membelai sisi wajah Marissa kemudian mengecup lembut kening istrinya itu.

Marissa membenarkan dasi William lalu menyapu debu di jas pemuda itu, baru setelah itu tersenyum dan mengangguk. "Hati-hati," balasnya.

William mengiyakan. Ia sudah berniat pergi ketika mendadak saja suara dari dalam rumah menghentikan langkahnya. "Papaa!!" seru suara itu.

Baik Marissa maupun William segera menoleh ke arah sumber suara tersebut, mereka berdua tersenyum ketika melihat seorang gadis kecil dengan bonekanya tengah berlari menghampiri William. Wajahnya yang ceria mampu membuat siapa saja gemas pada tingkahnya itu.

"Papaa!!" Gadis kecil itu melangkahkan kakinya dengan cepat kemudian melempar tubuhnya untuk memeluk kaki William.

"Kiara, tumben kamu bangun pagi, sayang." William menggendong putri kecilnya itu lalu mencium pipinya.

"Papa, papa! Sore ini jadi kan mau ke mall?" tanya Kiara dengan nada penuh pengharapan. Kaki kecilnya menendang penuh semangat.

"Jadi dong sayang," sahut William sambil mengusap rambut Kiara gemas.

"Yeaayy!" Gadis yang dipanggil Kiara itu berseru senang.

Marissa tersenyum melihat interaksi suami dan putrinya itu. Seandainya bukan karena waktu yang semakin mendesak William untuk pergi, maka ia akan membiarkan kebahagiaan singkat ini terus berjalan. Sayangnya, ini bukan saat yang tepat bagi William untuk memanjakan Kiara, pria itu sudah berkata bahwa ia sedang buru-buru. Jadi mau tak mau, Marissa harus melangkah mendekati William untuk mengambil Kiara dari gendongan suaminya itu.

"Sayang, papa sekarang harus kerja. Ntar sore aja gangguin papa lagi ya?" kata Marissa lembut pada putrinya itu.

William tertawa, "Iya sayang, nanti sore kita jalan-jalan ya?"

Just For One Year [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang