Setelah dua minggu menginap di rumah sakit usai menjalani kemoterapi, Aisha akhirnya bisa kembali pulang ke rumah. Ia mendapat dua minggu istirahat sebelum melanjutkan ke sesi selanjutnya bulan depan.
Aisha cukup senang bisa pulang tepat waktu, karena ini berarti ia bisa menghabiskan malam tahun baru bersama Vero di rumahnya sendiri dan bukannya di rumah sakit. Setidaknya, ia tidak terdengar se-menyedihkan itu hingga harus melewatkan tahun baru pertamanya bersama Vero di rumah sakit dalam keadaan nyaris tak bisa bangun dari tempat tidur.
Menikmati waktunya di rumah, Aisha menyandarkan kepalanya di sofa yang ia rindukan sambil menonton film bersama Vero di ruang tengah sementara kedua kakinya di usap oleh Vero dengan pelembab. Karena kemoterapi, kulit Aisha menjadi sangat kering. Beberapa suster merekomendasikan agar ia menggunakan pelembab dan lipbalm setelah perawatan selesai, karena kulitnya akan semakin kering jika dibiarkan, apalagi dia harus kembali kemoterapi bulan depan.
"Sewaktu bertemu Kiara hari itu, dia memberi tahuku bahwa kamu suka menari?" Vero membuka percakapan setelah ia selesai mengusapkan pelembab di kakinya.
Aisha terkekeh. "Aku tidak hanya suka menari, dulu menari adalah hidupku," sahut Aisha pelan. "Sebelum akhirnya hidupku adalah kamu," ia melanjutkan dengan nada bercanda.
Vero tersenyum mendengarnya.
"Boleh aku tahu kamu menari apa dulu?" tanya Vero lagi.
"Hmm ... sewaktu SD hingga SMP aku menari tarian daerah, lalu SMA aku mulai mencoba modern dance, hingga akhirnya aku jatuh cinta pada balet."
"Kiara juga bilang kamu sering menang lomba? Bahkan hingga tingkat Asia?"
"Yap! Setelah mendalami balet, aku baru mengetahui aku punya potensi di sana dan pelatihku mulai membawaku mengikuti lomba-lomba."
"Sepertinya kamu memang berbakat." Vero menyahut setuju.
Mata Aisha segera berubah lebih cerah ketika membahas itu, ia tersenyum lebar dan seluruh wajahnya tampak bersemangat. "Kamu tidak boleh mengejekku, Alvero Keshav, tapi sungguh! Aku sangat hebat dalam menari. Jika kamu melihatku di panggung, kamu pasti akan langsung jatuh cinta padaku!"
"Aku memang sudah jatuh cinta padamu," potong Vero.
Wajah Aisha merona tapi semangatnya semakin membara, "Kalau begitu kamu akan jatuh cinta padaku sekali lagi. Semua orang selalu terpesona melihatku."
Vero mengusap hidung Aisha dengan telunjuknya, "Aisha Keshav, kamu sangat suka membanggakan diri rupanya," goda Vero.
"Bagaimana lagi, kamu sangat hebat dalam segala hal, jadi tidak banyak yang bisa aku banggakan di depanmu. Satu-satunya hal yang kamu tidak bisa lakukan adalah menari. Jadi aku tidak akan segan membanggakannya padamu."
"Baiklah mari kita dengar lagi pencapaian Nona Balerina ini," ujar Vero seraya menatap Aisha dengan penuh kebanggaan.
"Apa kamu tahu? Aku punya banyak medali karena menari. Semuanya ada di rumah aku dulu, kapan-kapan kita ambil ke sana ya? Aku juga kayanya nyimpan beberapa rekaman waktu aku menari, kamu harus lihat ...."
Vero memandangi Aisha yang bercerita dengan semangat. Di mata Vero, Aisha adalah gadis paling ceria yang pernah dikenalnya. Selain ketika kesakitan, gadis itu tak pernah benar-benar menunjukkan kesedihannya. Tapi Vero sangat tahu, ada banyak sekali kesedihan yang gadis itu simpan. Vero bisa mengenali perbedaan keceriaan Aisha yang asli dan yang ia paksakan. Setiap kali gadis itu berpura-pura tersenyum dan menganggap penyakitnya bukanlah apa-apa, Vero selalu tahu dia sebenarnya merasa sedih. Tapi kali ini adalah salah satu momen dimana Aisha benar-benar bahagia. Kebahagiaan yang ingin Vero jaga selamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just For One Year [END]
RomansaAlvero Keshav tahu dia tidak mencintai Aisha, gadis yang dijodohkan ibunya padanya. Ia hanya menikahi gadis itu karena ayahnya menjajikan posisi CEO jika ia menikahinya. Namun, Alvero Keshav tak pernah tahu bahwa dalam satu tahun pernikahannya, ia a...