#32 : "Segala Hal Terakhir"

6.1K 508 6
                                    

Aisha melangkahkan kakinya menyusuri koridor rumah sakit yang telah ia hapal di luar kepala. Langkahnya membelok ke ruang rawatnya dan terus melangkah dengan santai menyusuri lorong panjang itu sambil sesekali menyapa para perawat ketika melewati pos mereka.

Begitu ia tiba di depan pintu dengan nama Dokter Chandra di depannya, Aisha segera mengangkat satu tangannya untuk mengetuk pintu. Seruan yang menyuruhnya masuk segera bergema dari dalam ruangan begitu ketukan pertamanya selesai.

Aisha membuka pintu ruangan itu dengan perlahan, tapi ia segera disambut oleh pemandangan dokternya yang tengah sibuk berbicara di telepon.

"Sebentar ya...." kata dokter itu tanpa suara, sebelum akhirnya berbalik kembali menghadap jendela bersama ponselnya.

Pada awalnya Aisha ingin mengangguk, tapi kemudian sadar bahwa dokter itu juga tidak akan bisa melihat anggukannya jadi dia diam saja. Ia lebih memilih berjalan ke meja dokter itu lalu duduk di salah satu kursinya dan meletakkan keranjang buah ke atas meja. Sementara ia menunggu dokter itu, ia mengedarkan pandangannya pada segala hal ruangan ini, meski ia telah menghapal setiap detail ruangannya diluar kepala.

"Maaf, itu tadi putriku," kata Dokter Chandra ketika kembali ke mejanya. "Kemarin dia sangat marah karena aku tidak membawakan donat pesanannya, jadi hari ini dia ingin memastikan aku membawakan donatnya ketika pulang." Ia melanjutkan.

"Tidak apa-apa saya mengerti," sahut Aisha. Ia jadi teringat Rio, bocah itu biasanya juga merajuk jika keinginannya tidak dituruti. Hanya saja bedanya, Rio akan menyendiri jika sedang marah.

"Jadi ... akhirnya kamu datang lagi, Aisha. Saya berasumsi bahwa ini berarti kamu sudah siap memulai perawatan kembali?" Suara dokter itu menarik Aisha kembali ke kenyataan.

"Benar" jawab Aisha segera. "Tapi sebelum itu saya ingin meminta maaf karena perbuatan saya kemarin." Aisha melanjutkan perkataannya seraya mendorong pelan sekeranjang buah di atas meja. "Ini adalah permintaan maaf saya."

"Sebenarnya kamu tidak perlu repot-repot. Pasien yang saya tangani tidak hanya satu-dua orang, saya sudah merawat puluhan pasien sepanjang karir saya. Kekecewaan dan kemarahan seperti itu adalah hal yang biasa, malah, sebenarnya itu wajar. Siapa memangnya yang siap mendengar perjuangannya dalam menyembuhkan kankernya selama bertahun-tahun dihancurkan dalam sehari oleh kenyataan." Dokter itu berkata dengan suara ramah.

"Tetap saja saya merasa tidak enak." Aisha bersikeras.

"Baiklah, aku akan menerimanya jika itu bisa membuatmu lebih baik. Tapi sebelumnya bolehkah aku menurunkan keranjangnya? Aku perlu meja sempit ini."

"Oh tentu, tentu saja."

Untuk sesaat ruangan itu hening. Aisha memperhatikan dokter itu mengangkat keranjang buahnya lalu meletakkannya di bawah meja. Setelah itu Dokter Chandra bangkit kembali menghadap Aisha dan mendadak saja Aisha merasa gugup.

"Jadi....?" Aisha memulai percakapan. "Seberapa serius sebenarnya keadaan saya sekarang?"

Dokter itu menghela napas kemudian menatap Aisha dengan tatapan tidak berdaya. "Aisha, kemarin aku tidak sempat mengatakannya padamu, tapi jika aku boleh jujur ... sebenarnya kondisimu cukup memprihatinkan."

"Seberapa parah itu?" tuntut Aisha lagi.

Dokter Chandra menunduk untuk mengaduk lacinya, lalu mengeluarkan sebuah map cokelat dan mengeluarkan sebuah CT Scan yang Aisha tebak adalah miliknya.

"Kemarin aku sudah mengatakan padamu bahwa kankermu menyebar hingga ke paru-paru, bukan?" tanyanya. Aisha mengangguk. Dokter itu kemudian mengangsurkan CT Scan di tangannya ke hadapan Aisha. "Tumornya cukup besar hingga mendekati jantungmu. Kita harus segera mengoperasinya agar tidak membahayakan jantungmu."

Just For One Year [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang