Koridor sekolah sudah dipenuhi siswa yang berlalu lalang, itu artinya jam istirahat baru saja dimulai. Gadis itu berjalan sambil sesekali menatap benda pipih di tangannya. Setelah mendapatkan notifikasi balasan dari sahabatnya, Ia bergegas menuju kantin.
"Aulitta!"
Teriakan Maura berhasil ditangkap jelas oleh pendengarannya. Sedetik kemudian, Aulitta melangkah ke arah dua orang yang sedang memakan mie ayam di ujung sana. Ia menarik sudut bibirnya, mengulas senyum yang sedari tadi ia tenggelamkan.
"Kenapa bolos? Lo tau kan tadi gue bingung jawab pertanyaan Bu Wati." celetuk Alena
Aulitta tersenyum, "Maafin ya, janji deh ngga diulang lagi."
Alena hanya mengangguk, pasalnya Ia sudah paham jika gadis di hadapannya itu sedang tidak baik-baik saja. Setelah itu tidak ada obrolan lagi, mereka hanyut dalam pikiran masing-masing.
Sampai akhirnya mereka dikagetkan dengan kedatangan seorang laki-laki. Tampaknya lelaki itu sedang tidak bersahabat. Raut wajah marah terlihat jelas disana.
"HARUS BERAPA KALI GUE BILANG HA?! JANGAN PERNAH BOLOS!"
Hampir saja Maura mengumpat jika saja tidak ada Alena tidak membekap mulutnya. Sedangkan Aulitta hanya menelan saliva nya, berusaha menekan semua rasa sakit hatinya.
"Jangan marah disini kak, gak enak dilihat orang." ucap Aulitta berusaha meredam emosi kakak nya. Tapi naas, Arkan sama sekali tidak menggubris ucapannya.
Arkan tersenyum sinis, "Kenapa?! Supaya kelihatan baik?!"
Gadis itu mati-matian menahan rasa sesak di dadanya. Apa tidak cukup kejadian tadi pagi saat sarapan? Bahkan Ia sama sekali tidak menyangka jika Arkan akan bersikap seperti itu padanya.
"Tapi kak Litt-"
Suara tamparan itu berhasil membuat semua orang terbelalak. Bukan, bukan tangan gadis itu. Melainkan tangan Arkan yang berhasil mendarat di pipi mulus milik Aulitta.
"Lo itu gak lebih dari sampah?!"
Sepersekian detik, air mata gadis itu lolos tanpa diminta. Sakit, bukan karena tamparan Arkan. Melainkan kepercayaan yang sudah Ia berikan kepada sang kakak. Rasanya ingin sekali berteriak dan menangis sejadi-jadinya.
"Aulitta lo gapapa kan?" tanya Alena dan Maura bersamaan.
Gadis itu menghapus air matanya kasar, lalu mengukir senyum di bibirnya. Sungguh keterlaluan memang, bagaimana mungkin Ia tersenyum padahal batinnya tersiksa.
"Ke kelas yuk!"
Aulitta menarik kedua tangan sahabatnya, menyusuri koridor yang sudah mulai sepi. Tanpa Ia sadari, Alena dan Maura saling tatap seolah berbicara namun tak bersuara.
Alena hanya mengangguk seolah mengerti dengan beribu pertanyaan di benak Maura. Walaupun ia sendiri juga tidak tahu harus manjawab apa.
^_^^_^
Kini laki-laki itu pergi meninggalkan SMA Angkasa dengan wajah sendu. Entah apa yang sudah ia perbuat, bahkan hal itu tidak bisa diterima oleh akal sehat.
"Anjing goblok banget ya gue. HAHA Litta pasti benci sama gue, semoga."
Arkan melajukan mobil nya dengan sangat tinggi. Bayangan tentang tangis gadis cantik yang selama ini selalu ia jaga. Bayangan tangan yang berani menyakiti gadis cantiknya. Kini seolah menyatu dan sampai kapanpun Arkan akan menghukum dirinya sendiri karena sudah membuat Aulitta menangis.
cttt..tt...
Laki-laki itu menghentikan mobilnya tepat di depan sebuah apartemen. Sekarang hanya tempat itu yang bisa sedikit membuat pikirannya tenang.
"Arkan"
Menyadari ada yang memanggilnya, lelaki itu mengedarkan pandangannya ke sumber suara. Wanita paruh baya berjalan ke arahnya membuat Arkan menghela nafas kasar.
"Bagaimana dengan surat yang kemarin, nak?"
"Ya, aku turuti semua kemauan mama. Tapi tolong jangan siksa batin Aulitta dengan pesan-pesan gak penting itu."
Wanita itu terkekeh, "Mama gak akan menyiksa Aulitta. Dia anak mama juga, Arkan. Itu hanya pesan-pesan agar Aulitta mengingat mama. Apakah salah?"
Wajah Arkan sudah memerah karena harus mendengarkan alasan mama nya. Ia sangat menyangi wanita itu, namun kini wanita di hadapannya sudah bukan mama yang selalu ia banggakan. Mama nya sudah terpengaruh oleh pikiran licik suami baru nya.
"Terserah mama mau menganggap itu apa. Aku percaya sama mama, tapi jangan pernah minta aku untuk percaya dengan suami baru mama!"
"Arkan ma-"
Ucapan wanita itu terpotong saat tiba-tiba Arkan pergi begitu saja.
Lelaki itu memilih untuk segera memasuki Apartemennya. Dia sudah nyaris gila dengan semua masalah ini.
"Bangsat gini banget ya hidup gue." sedetik sebelum matanya terlelap bersama bulir bening di pipinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEMESTA •• (On Going)
Teen FictionIni kisah Aulitta Laura seorang gadis SMA Angkasa. Rentetan kisah lara yang menjelma tipuan bahagia. Seolah tiada namun enggan untuk dilupa. Hingga kedatangan seseorang mengubah hidupnya. Entah Aulitta yang berpura-pura atau semesta yang sedang berc...