Hari sudah semakin gelap, tetapi gadis itu masih tetap berada di atap gedung tua. Membiarkan desiran angin menembus setiap tulang di tubuh nya. Semesta seolah mengerti keadaan hati Aulitta. Malam ini kelam, tidak ada satu pun bintang yang bersinar di langit. Bahkan bulan seperti nya enggan menampakkan diri.
Ketidakberdayaan membuat Aulitta terpaksa menon-aktifkan ponsel miliknya. Ia butuh waktu untuk menerima setiap kenyataan yang diberikan semesta. Aulitta masih tidak habis pikir dengan perkataan Arkan. Bertahun-tahun lelaki itu menyimpan luka sendiri. Pikiran Aulitta berkecamuk memikirkan betapa tersiksa nya Arkan harus berpura-pura menyayangi orang yang teramat dibenci.
"AAAAAA!" Teriak Aulitta dengan memejamkan mata. Semua rasa sakit yang ia pendam seolah menyeruak ke permukaan.
Hampir saja Aulitta menjatuhkan tubuh mungil nya dari atas ketinggian. Akan tetapi seseorang berhasil menahan tindakan bodoh nya itu.
"Ternyata orang pinter mendadak bego kalo banyak pikiran." Celetuk seseorang disana.
Perlahan Aulitta membuka mata, kemudian menoleh ke arah seseorang yang tepat berada di belakang nya. Manik mata gadis itu menangkap wajah laki-laki yang tak lain adalah Devano.
"Berhenti ikut campur!" Seru Aulitta yang berusaha menetralkan kesedihan nya. Prinsip gadis itu tidak akan pernah goyah, ia harus tetap terlihat baik-baik saja bak tuan putri istana. Meski hati nya sudah sehancur serpihan kaca.
Devano mendudukan diri di dekat gadis itu, "Jangan jadi pengecut. Lo pikir dengan ngelakuin hal bego kayak tadi, semua masalah bisa kelar?!"
Sudut bibir gadis itu separuh terangkat mendengar perkataan Devano. "Gak usah sok peduli!" Sontak laki-laki itu menatap tajam ke arah Aulitta.
Tanpa ba-bi-bi Aulitta segera bangkit hendak pergi dari tempat itu. Tentu saja karena kedatangan Devano yang menambah pusing kepala nya. Sudah jatuh, tertimpa tangga pula.
Oh tidak, Aulitta menghentikan langkah saat penglihatan nya menangkap kerumunan orang. Sayup-sayup ia bisa mendangar percakapan mereka.
"Pasti dia ada disini." Ucap seorang laki-laki yang membawa kayu di tangan nya.
Kemudian seseorang lainnya hanya mengangguk, dan berjalan mengarah ke gedung tua tersebut. Perlahan Aulitta mundur karena sekuat apapun, ia tetap hanya seorang cewek.
"Mending lo pergi sebelum Potret kesini." Ucap Devano sambil mengikat tali sepatu nya. Mungkin laki-laki itu sedang bersiap melawan mereka.
Aulitta hanya diam, berpikir sejenak tentang apa yang akan terjadi selanjutnya. Memang pergi dari tempat itu akan menyelamatkan dirinya, tetapi membiarkan Devano sendiri melawan mereka juga tidak dibenarkan.
"Litta cepet!"
Gadis itu tersentak kaget melihat anggota Potret yang jumlah nya banyak. Jelas Devano akan kalah telak jika melawan mereka. Tangan Aulitta bergegas menarik lengan laki-laki itu supaya kabur dari sana. Tidak ada pilihan lain, anggap saja balas budi.
Cekalan Aulitta ditepis ketika mereka sudah berlari cukup jauh. Devano melirik Aulitta sekilas, "ck, kenapa lo narik gue?!" Sontak gadis itu memutar bola mata malas.
"Bisa gak sih punya otak itu dibuat mikir! Lo sendiri dan mereka berenam. Gak usah sok jagoan!"
"See, ini yang bikin hidup lo stuck di masa lalu. Semua karena lo selalu mikir kemungkinan terburuk tanpa perduli dengan kaki lo yang masih jalan di tempat."
Seketika dahi Aulitta mengernyit, apa maksud Devano berkata demikian. Apa ada yang terlewat selama ia mengenal laki-laki itu? Kenapa Devano banyak mengetahui kehidupan nya? Tidak. Tidak mungkin kalau Devano berhasil mengulik hidupnya. Bahkan sahabat nya sendiri tidak pernah mengetahui sisi lain hidup Aulitta.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEMESTA •• (On Going)
Teen FictionIni kisah Aulitta Laura seorang gadis SMA Angkasa. Rentetan kisah lara yang menjelma tipuan bahagia. Seolah tiada namun enggan untuk dilupa. Hingga kedatangan seseorang mengubah hidupnya. Entah Aulitta yang berpura-pura atau semesta yang sedang berc...