SEMESTA •• 24

43 12 0
                                    

Sepulang sekolah Aulitta memutuskan untuk mampir ke mall bersama Maura. Kebetulan juga hari ini ia tidak membawa mobil. Seperti biasa mall Jakarta memang selalu padat pengunjung. Mereka berjalan mencari kedai kopi yang akhir-akhir ini eksis di kalangan remaja.

"Litta duduk dekat jendela aja." Ujar Maura yang hanya dibalas anggukan oleh Aulitta.

Mereka memesan dua porsi menu spesial disana. Daripada harus membaca satu persatu daftar menu, sekalian saja pesan menu yang istimewa.

Aulitta mengedarkan pandangan ke sekeliling cafe, sedangkan Maura hanya fokus dengan ponselnya. Tiba-tiba suara bising tercipta, entah apa penyebabnya. Mungkin ada artis mampir. Atau pejabat yang berkunjung. Sudahlah mereka tidak mau pusing dengan hal-hal semacam itu.

"Boleh gabung?"

Deg

Hampir saja jantung mereka mencolos keluar. Aulitta kaget dengan kedatangan dua pemuda dihadapannya. Terlebih Maura yang saat ini sedang merapalkan doa berharap hidupnya masih aman untuk beberapa waktu kedepan. Benar saja mereka tersentak kaget dengan kedatangan dua orang itu. Siapa lagi kalau bukan anggota inti Sky.

Tanpa mendapat persetujuan, Devano dan Hitto mendudukan diri di kursi kosong. Memang ada empat kursi disana. Sekarang posisi Devano di depan Aulitta, dan Hitto tentu saja di depan Maura.

Aulitta memutar bola matanya malas, "Siapa yang nyuruh lo duduk?" Devano tersenyum sekilas lalu menatap Hitto dan Maura bergantian.

"Ini tempat umum." Sontak Aulitta diam, tidak ingin melanjutkan perdebatan yang berujung kalah telak.

Hitto berdehem pelan, "So, gue mau cari info tentang Potret." Maura tersedak minuman yang sedari tadi ia minum.

"Maksud lo?"

"Tunggu-tunggu, bukannya lo udah putus sama dia Ra?" Tanya Aulitta yang bingung dengan pernyataan Hitto. Oh tuhan kenapa dia harus terlibat urusan dengan geng tidak penting ini.

"Oh gue belum update ternyata lo udah putus." Maura hanya mengangguk, bagaimanapun dulu ia pernah menjadi mata-mata Potret. Cinta sudah membutakannya hingga mau melakukan apa saja yang pacarnya mau.

Devano hanya mengaduk-aduk minuman dihadapannya tanpa mau ikut campur dengan perbincangan mereka. Yang terpenting ia bisa bersama Aulitta disini. Tiba-tiba muncul ide brilian di benaknya.

Uhuk..uhuk..

"Lah lo kenapa van?"

"Temen lo kenapa?"

Sedangkan Aulitta sama sekali tidak menanggapi Devano yang tidak tahu tersedak apa. Biar saja ditelan bumi supaya tidak ada lagi manusia sok ganteng seperti Devano. Tiba-tiba Hitto menarik tangan Maura untuk meninggalkan Aulitta bersama Devano.

Ingin sekali ia menolak situasi itu, namun Hitto bukanlah tandingan yang tepat untuk nya. Bisa-bisa pemuda itu akan mengulik kehidupannya dari sisi manapun. Bukannya takut, tetapi Aulitta tidak mau banyak orang yang mengetahui sisi lain kehidupannya.

"Gue anterin pulang."

"Sekarang aja Dev." Devano mengangguk sembari mengukir senyum di bibirnya.

Pilihan yang tepat, mungkin dengan pulang masalahnya akan sedikit berkurang. Setidaknya ia tidak perlu berdua dengan Devano di cafe ini.

Kali ini Devano tidak membawa mobil, melainkan motor hitam kesayangannya. Aulitta bingung ketika mengetahui hal itu. Bukan karena pilih-pilih atau semacamnya, tetapi ia bingung karena tidak membawa jaket. Dan rok yang ia kenakan hari ini terbilang pendek di atas lutut.

SEMESTA •• (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang