Aulitta menutup pintu kamarnya lalu mengunci pintu itu agar tidak ada orang yang melihatnya terluka. Gadis itu baru saja melihat seorang anak kecil berjalan dengan kedua orang tua nya. Ia mengingat kebahagiaan masa kecil yang sempat ia rasakan walaupun hanya sebentar.
Dulu ia pernah memiliki keluarga yang lengkap, mungkin waktu itu dirinya adalah orang paling beruntung di dunia ini. Namun semua kebahagiaan itu hancur ketika mama nya pergi dari rumah. Sudah sepuluh tahun gadis itu berusaha tegar di hadapan semua orang.
Tidak mudah baginya saat di usia yang masih kecil harus ditinggal oleh sang mama. Waktu itu, Aulitta masih kelas 2 Sekolah Dasar tetapi ia harus dibebani dengan kejadian yang menimpanya. Anak mana yang mampu melihat keluarganya hancur.
Saat itu ia benar-benar membenci keadaan, gadis kecil itu berasumsi bahwa dia yang membuat semuanya hancur. Kala itu Aulitta hanyalah gadis lemah yang selalu menangis ketika ada orang yang mencibir keluarganya. Bahkan teman-temannya juga memberikan pertanyaan yang membuatnya terguncang.
Ia juga mau seperti teman-temannya yang diantar oleh kedua orang tuanya untuk pergi ke sekolah. Bahkan waktu pengambilan raport orang tua nya tidak hadir, bisa dibayangkan seberapa sakit hatinya. Ia merasa tidak berguna lagi jika tetap hidup, yang ada dipikirannya hanya hidup tenang dengan kematian.
"Sepuluh tahun mama pergi, bahkan sampai sekarang aku gatau alasan mama ninggalin aku. Maafin Litta yang selalu bikin mama marah, Litta janji ga akan nakal lagi ma."
"Tuhan, kenapa harus aku? Aku juga pengen kayak mereka, mereka yang bisa meluk mama nya disaat sedih, mereka yang yang punya keluarga lengkap. Kenapa? Kenapa harus aku yang ngalamin ini semua."
Aulitta menumpahkan semua air matanya malam ini, ia tidak kuat lagi menahan kesedihan di matanya yang selama ini tertutup oleh topeng senyumnya. Gadis itu juga lelah menyimpan kekecewaan jauh di dalam hati kecilnya. Sekuat-kuatnya gadis itu juga tetap manusia biasa, sulit menjalani hidup sepuluh tahun tanpa kehadiran sang mama.
Beberapa menit kemudian suara isakan tangisnya melemah, itu pertanda jika gadis itu sudah terlelap di kasurnya.
^_^ ^_^
Raga reganta
P
Tunggu di halte!
Gue jemput!Hmm
Aulitta berjalan menuju halte, banyak juga murid SMA Angkasa yang masih berlalu lalang disana. Gadis itu mengedarkan pandangan menuju toko aksesoris di sebrang jalan. Ia melihat gelang yang terpajang di kaca etalase toko tersebut. Lalu gadis itu beranjak dari tempatnya, ia menyebrang jalan besar itu.
Tanpa ia sadari ada mobil yang melaju dengan kecepatan tinggi dari arah kanan. Matanya terbelalak melihat mobil itu, dirinya hanya pasrah lalu memejamkan mata berharap semesta masih mau berteman dengannya.
"Argh!"
Aulitta kaget ketika ada seseorang yang memeluk tubuhnya, gadis itu membuka matanya. Terlihat seorang pemuda sedang kesakitan dan lututnya berdarah.
"Thanks ya cel." Pemuda itu adalah Marcel teman sekelasnya.
"Kalo nyebrang hati-hati anjir!" Ucap Marcel yang masih memegangi lututnya.
"Kalem aja! Yaudah sini gue obatin." Aulitta membuka tas nya mencari kotak p3k yang mungkin kebetulan ia bawa.
"Argh! Pelan-pelan an-" ujar Marcel terhenti karena lengannya dicubit oleh gadis dihadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEMESTA •• (On Going)
Teen FictionIni kisah Aulitta Laura seorang gadis SMA Angkasa. Rentetan kisah lara yang menjelma tipuan bahagia. Seolah tiada namun enggan untuk dilupa. Hingga kedatangan seseorang mengubah hidupnya. Entah Aulitta yang berpura-pura atau semesta yang sedang berc...