SEMESTA •• 34

38 11 3
                                    


Seutas senyum tercetak di bibir Aulitta. Padahal hati nya bertanya, apakah tidak ada ekspresi lain untuk menutupi sebuah masalah? Ini tidak benar. Tersenyum disaat menderita seolah menertawakan hidup tanpa suara. Bagaimana mungkin manusia bisa melakukan hal sekeji itu.

Aulitta telonjak ketika benda dingin menyentuh dahi nya. Ia menatap Devano yang kebingungan- bingung atau khawatir? Entah lah Aulitta tidak mau tahu tentang apapun yang dilakukan oleh Devano.

"Lo sakit?"

Se-segera mungkin gadis tersebut menepis tangan Devano. "Gue baik-baik aja." Sedangkan Devano hanya tersenyum singkat kemudian mengedarkan pandangan mencari keberadaan Sky.

"Ngapain sendirian disini?" Tanya Devano yang penasaran melihat Aulitta duduk di kantin. Ini masih jam pelajaran, tidak mungkin cewek seperti Aulitta sengaja membolos.

Aulitta menggeleng pelan tanpa berniat membuka suara. Hari ini mood nya turun drastis lantaran masalah di rumah semakin rumit.

"Litta, lo gak boleh bolos pelajaran." Ucap Devano dengan nada tenang. Sedangkan Aulitta malah memutar bola mata malas.

Tidak boleh membolos? Apa kabar dengan laki-laki itu yang hampir setiap hari berkunjung ke rooftop untuk membolos pelajaran? Jangan kira Aulitta tidak tahu keseharian Sky. Salah besar jika mereka mengira Aulitta tidak memperhatikan gerak-gerik mereka.

"Yaudah gue duluan!" Aulitta beranjak dari tempat duduk nya, kemudian melangkah perlahan.

Satu..dua..tiga..

"Hati-hati Litta!"

Sudah di duga kalau Devano akan berkata demikian. Aulitta tersenyum simpul mendengar ucapan Devano yang ditangkap jelas oleh indera pendengaran walau samar.

Koridor masih terlihat sepi di jam-jam pelajaran seperti ini. Mungkin hanya satu dua orang yang berjalan membawa tumpukan buku dari gedung utama. Sama sekali pemandangan yang tidak ada bagus nya untuk dilihat.

"Litta!"

Tiba-tiba seseorang memanggilnya, sontak Aulitta menghentikan langkah. Lalu memutar tubuh nya seratus delapan puluh derajat. Manik mata nya menangkap seorang laki-laki mengenakan kostum basket.

"Lo kemana aja sih? Angkasa gue puterin eh malah lo disini."

Seketika alis Aulitta bertautan, ia bahkan tidak mengenal siapa laki-laki di hadapan nya. Tetapi melihat perawakan nya, bisa ditebak kalau yang berdiri dihadapannya adalah kakak tingkat kelas dua belas.

"Oh iya kenalin gue Rayan, sahabat karib kakak lo." Jelas Rayan seraya mengulurkan tangan.

Aulitta mengangguk paham, "ada apa kak?" Tanya Aulitta dengan sopan. Ia masih tahu cara menghormati kakak kelas--sedikit.

"Arkan sakit apa? Kok dia gak masuk beberapa hari ini?"

"Sakit? Gak masuk? Kakak ngomong apa sih?" Tanya Aulitta yang tidak mengerti maksud dari ucapan Rayan.

Rayan mengehela napas panjang, "Lah? Emang lo gak tahu kalau Arkan udah gak masuk dua hari?"

"T-tapi kak Arkan pake seragam sekolah." Lirih Aulitta, pikiran nya berkecamuk mengkhawatirkan keadaan Arkan yang tidak tahu kemana.

Gadis itu berlari meninggalkan Rayan tanpa penjelasan apapun. Setelah sedikit berdebat dengan satpam sekolah, akhirnya Aulitta mendapat izin untuk keluar. Ia mengendarai mobil putih miliknya dengan kecepatan sedang.

"Lo kemana sih kak? Jangan buat gue khawatir."

Sudah tidak terelakan lagi, ke-khawatiran terlihat jelas di wajah Aulitta. Otak nya berputar mengingat setiap tempat yang berpeluang besar di kunjungi Arkan. Ia tidak bisa diam membiarkan masalah menghantui dirinya setiap hari. Semua harus selesai hari ini juga.

-----
Tiba-tiba mobil Aulitta berhenti di pinggir jalan. Sudah lima tempat, tetapi ia masih belum menemukan keberadaan kakak nya. Aulitta pasrah, ia tidak tahu lagi harus mencari Arkan kemana.

Sedetik setelah melajukan mobil nya, Aulitta mengingat bahwa ada satu tempat yang belum ia datangi. Dan kemungkinan besar kakak nya ada disana. Tanpa mau membuang waktu, gadis itu menambah kecepatan mobil nya.

"Sial! Kenapa gue bisa lupa tempat itu." Batin Aulitta

Beberapa menit kemudian Aulitta sudah sampai di depan sebuah apartemen yang lumayan besar. Apartemen ini memang milik keluarga nya yang dibeli beberapa tahun yang lalu.

Aulitta berjalan melewati satu persatu tangga hingga tepat berdiri di hadapan sebuah pintu. Ia menekan beberapa angka disana, lalu pintu itu terbuka. Dan apa yang terjadi? Semua benar-benar di luar perkiraan.

Mata Aulitta terbelalak melihat pecahan kaca berserakan. Terakhir kali ia berkunjung kesini semua masih baik-baik saja. Kenapa sekarang jadi berantakan?
Aulitta melanjutkan langkah perlahan, karena kalau tidak berhati-hati sudah jelas kaki nya akan terkena pecahan kaca.

"KAK ARKAN!"

Aulitta menutup mulut nya tidak sanggup menyaksikan Arkan. Apa ini? Arkan hampir saja melukai dirinya sendiri kalau saja Aulitta tidak berteriak. Penampilan Arkan jauh dari kata baik. Rambut acak-acakan, banyak noda di seragam, bahkan mata nya bengkak. Sebenarnya apa yang terjadi dengan Arkan, sampai ia mencoba bunuh diri.

Gadis itu berlari memeluk Arkan yang mematung di dekat jendela.
"Lo ada masalah apa kak? Cerita sama gue! Cerita!" Ucap Aulitta yang tidak mendapat balasan apapun dari Arkan.

"Kenapa diem?! Jawab gue KAK?!"

Pelukan itu dilerai oleh Arkan, laki-laki tersebut menatap lamat-lamat raut wajah Aulitta. "Masalah? Lo nanya masalah gue apa?" Tanya Arkan yang berhasil membuat Aulitta mengangguk.

"Masalah gue itu lo! Kenapa lo harus jadi adek gue?!"

Aulitta menelan ludah pahit, ia tidak salah dengar kan? Bagaimana mungkin Arkan mengatakan itu?

"Kak t-"

Tawa Arkan menggema, "Asal lo tau, lo itu penghancur keluarga!"

Napas Aulitta tercekat, ia meraup paksa persediaan oksigen yang menipis di ruangan itu. Penghancur keluarga? Jadi selama ini Arkan hanya menganggap nya sebagai penghancur keluarga.

"Kak? Lo ngomong apa?"

"Oh ternyata cewek ini lupa. Oke gue ingetin, beberapa tahun yang lalu mama pergi ninggalin gue. Lo tau apa yang terjadi? Semua temen gue nge-bully gue mati-matian. Setelah itu papa nyaris bangkrut karena harus mikirin anak cewek nya yang sakit-sakitan. Dan asal lo tau?! Hampir setiap malem gue nangis tanpa ada yang perduli. Mama sama Papa cuma perduli tentang lo! Tentang kesedihan lo! Dan gue? Gue dituntut jadi seorang kakak yang tegar dan harus jadi pelindung buat adek nya." Arkan menjeda ucapan, menetralkan dada nya yang naik turun karena amarah yang sulit dikendalikan.
"Mereka pikir gue sanggup? Salah besar. Bahkan diem-diem gue ngelakuin self-injury. Siapa yang perduli?! Siapa?!"

Tangis Aulitta pecah mendengar semua perkataan Arkan yang seolah menusuk relung hati nya. Ini lebih sakit daripada luka robek di lutut nya waktu itu. Semua terlalu pahit untuk ditelan mentah-mentah. Tidak. Pasti Arkan punya penjelasan tentang ini. Tidak mungkin kalau selama ini Arkan hanya pura-pura.

"Kak..hiks..ma-afin gu-e."

Aulitta terlalu egois, ia hanya memikirkan penderitaan yang dialami dirinya. Padahal kakak nya jauh lebih menderita daripada dia. Benar. Apa yang di ucapkan Arkan semua benar. Aulitta lah yang menyebabkan kehancuran keluarga.

Arkan tersenyum sinis, "PERGI DARI HIDUP GUE! SEKARANG,BESOK,DAN SELAMANYA!"

Gadis itu tersentak, seumur-umur baru kali ini Arkan berbicara dengan nada tinggi kepada nya. Isakan tangis Aulitta semakin keras bersamaan dengan bahu Aulitta yang naik turun. Sakit. Tertampar oleh kenyataan. Perlahan tapi pasti, semesta seolah mengambil satu-persatu orang yang ia sayangi.

Aulitta berlari keluar dari apartemen itu. Apa yang bisa ia perbuat sekarang? Jawaban nya adalah mengakhiri hidup. Masalah akan berakhir kalau yang menjadi tokoh utama mati kan?

Mld-25.07.20

-to be continue-
(Sabar-sabar)😂

SEMESTA •• (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang