Semua pasang mata tertuju pada sepasang manusia yang baru saja keluar dari tempat parkir. Angkasa memang selalu heboh dengan berita baru, terlebih barisan admin lambe turah sudah pasti berdiri paling depan. Aulitta menatap tajam tangan Devano yang seenak jidat merangkul bahu nya. Bisa dipastikan dalam hitungan menit foto mereka akan tersebar seantero sekolah.
Sial! Usaha Aulitta gagal, tangan laki-laki itu terlalu kuat. "Lepasin atau gue teriak nih!"
Devano mengulas senyum, "Bagus. Dengan lo teriak makin banyak yang tau." Laki-laki itu melanjutkan langkah sembari membantu Aulitta yang belum sembuh total.
Benar juga yang dikatakan Devano. Bisa bertambah runyam kalau Aulitta berteriak. Dia diam saja sudah banyak yang menatap dengan aura kebencian. Stok teman baik nya mungkin akan berkurang setelah ini. Persetan! Aulitta tidak terlalu memperdulikan orang-orang semacam itu. Bukankah akan lebih baik kalau orang yang selama ini sok baik membuka topeng di hadapannya? Great!
"Dev.." Aulitta menatap luka yang terbalut kemeja tipis milik Devano. Samar-samar mata nya menangkap darah mulai mengering pada lengan kekar itu. "Itu luka lo kenapa belum di obatin?"
Sekilas Devano melirik luka di lengan nya, ia berdehem singkat. "Gak penting. Di obatin atau engga, luka ya tetep luka aja."
Terdapat jeda sedikit lama, Aulitta berusaha mencerna ucapan Devano yang sulit diartikan. Lalu Aulitta melepas cengkeraman di bahu nya dengan paksa. Kali ini berhasil karena tangan Devano mulai melemah.
"Terserah. Sekarang temenin gue ke uks!" Aulitta melangkah lebih dulu, tetapi postur tubuh Devano berhasil membuat mereka berjalan berdampingan. Devano hanya ikut saja, tanpa mau bertanya. Mungkin gadis itu ingin mengganti perban di lutut nya.
Pintu UKS terbuka menampakkan seorang cewek yang seperti nya petugas PMR. Aulitta hanya tersenyum singkat lalu beralih mengambil kotak putih dari dalam almari.
"Sini tangan lo!" Devano menautkan alis seolah tidak mengerti maksud dari perkataan Aulitta. Terlalu lama menunggu, akhirnya Aulitta memutuskan menarik paksa tangan Devano.
Setelah luka nya bersih, Aulitta memberikan obat merah dilanjutkan menutup luka itu dengan plester. Logika gadis itu seolah bertanya tentang kepedulian nya terhadap Devano. Namun, batin nya tidak bisa menolak untuk peduli. Mungkin jiwa egois Aulitta sedang padam hari ini.
"Kalo luka ya di obatin!"
"Cieee, udah mulai perhatian sama gue!" Ucap Devano sengaja menggoda Aulitta. Entah kenapa Devano suka melihat wajah gadis itu yang berubah merah seperti kepiting rebus. Ia tidak bisa menahan untuk tidak tertawa geli mengingat awal mereka bertemu.
Pikiran nya buyar ketika gulungan perban berhasil mendarat sempurna di kepala. Tentu saja Aulitta yang menjadi pelaku. "Perhatian mbah mu! Gue sekolah diajarin supaya punya sikap empati."
"Sayangnya gue sering bolos pas pelajaran sosiologi." Ucap Devano sambil terkekeh.
Krikk..krikk..Diluar dugaan. Ternyata Aulitta sama sekali tidak minat meladeni lawakan nya. Baru saja mereka akan melangkah pergi dari sana, namun suara ricuh terlebih dahulu mengganggu pendengaran. Siapa lagi kalau bukan anggota inti Sky yang selalu menciptakan atensi ketika melewati koridor.
"Hai Aulitta sayang!" Ucap Verel dengan wajah tanpa dosa. Laki-laki itu sama sekali tidak menggubris tatapan tajam yang diberikan oleh Devano.
Aulitta tersenyum kikuk, "oh, hai.." Padahal jauh di lubuk hati nya ia sangat benci situasi seperti ini. Tapi- oke. Ia hanya perlu bersabar sedikit lagi. Berteman dengan cowok bukan hal yang buruk.
"Sakit bego!" Umpatan itu keluar daru mulut Verel ketika kaki kanan nya diinjak oleh Stevan. Namun naas mereka berdua mendapat hadiah bersamaan. Alih-alih menenangkan, malah ikut terkena toyoran dari Hitto.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEMESTA •• (On Going)
Teen FictionIni kisah Aulitta Laura seorang gadis SMA Angkasa. Rentetan kisah lara yang menjelma tipuan bahagia. Seolah tiada namun enggan untuk dilupa. Hingga kedatangan seseorang mengubah hidupnya. Entah Aulitta yang berpura-pura atau semesta yang sedang berc...