"Kalian ngapain?!"
Kedatangan Hanna secara tiba-tiba membuat mereka tersentak kaget. Aulitta menjauh dari Marcel dengan langkah terbata.
Marcel maraih tangan Hanna, "Aku bisa jelasin Han, ini gak seperti yang kamu lihat." Sedetik kemudian Hanna menepis genggaman itu lalu mendekat ke arah Aulitta.
"Lo?! Gak lebih dari cewek murahan!" Ucap Hanna dengan menekan kata terakhir. Telunjuk gadis itu terangkat ke arah Aulitta.
Napas Aulitta tercekat seolah pasokan udara di ruang itu habis. Seumur hidup baru kali ini ada orang yang mengatakan dirinya 'cewek murahan'. Sakit. Hatinya seperti tertusuk belati tajam.
"Han tap-"
Hanna mendorong tubuh Aulitta hingga gadis itu tersungkur di lantai. Masih beruntung tidak terkena lutut kanan. "Gue keluar dari Better!" Setelah berucap demikian Hanna melengang pergi dari kerumunan. Teman sekelas mereka sudah banyak yang datang mengingat bel masuk akan berbunyi sepuluh menit lagi.
Kacau. Bahkan Aulitta tidak bisa berpikir jernih. Ucapan Hanna terus terngiang di kepala. Aulitta merutuki dirinya sendiri, kalau saja kaki nya tidak terluka maka kejadian ini tidak akan pernah terjadi.
"Sini gue bantu." Sontak Aulitta menatap tajam Marcel. Ia bangkit sendiri tanpa menerima tawaran itu. Dimana otak laki-laki ini saat cewek nya pergi tetapi tidak dikejar. Sudah cukup. Demi apapun Aulitta lelah memikirkan kelakuan Marcel.
Tidak mau ambil pusing dengan pertanyaan orang-orang, Aulitta memutuskan untuk pergi ke atap sekolah. Persetan dengan sangsi yang akan diberikan oleh Bu Tina karena ia tidak mengikuti kelas musik pagi ini.
Kebetulan ia berpapasan dengan Alena di ujung koridor. Tanpa ba-bi-bu Aulitta menarik tangan Alena untuk mengikuti dirinya. Mungkin gadis itu bisa membantu.
Hiruk pikuk kota terlihat dari sana. Aulitta mendudukan diri di bangku yang kemudian diikuti oleh Alena. Beruntung rooftop sepi karena masih pagi, kalau tidak pasti sudah dipenuhi cowok-cowok perokok.
Alis Alena bertaut seolah meminta penjelasan kepada Aulitta. Membolos di jam pertama bukanlah hal yang benar. Untuk apa ke sekolah jika sepagi ini sudah berada di rooftop.
"Luka sialan!" Umpatan itu lolos begitu saja dari mulut Aulitta. Ya tuhan Alena sampai lupa menanyakan kondisi gadis itu.
Alena menghela napas pelan, "Sakit ya? Terus ngapain kesini?" Aulitta mengangguk sebagai jawaban.
Kenapa kesini? Tatapan gadis itu berubah sendu memikirkan Hanna. Semenit kemudian tangisnya pecah. Alena yang mengerti segera mengusap punggung Aulitta guna menyalurkan semangat.
"Gu-e mu-ra-han..hiks.."
Bibir Alena terkatup mendengar itu. "Siapa yang bilang?" Entah benar atau salah bertanya seperti itu. Tapi mau bagaimana lagi, Alena bukanlah orang yang mengusai bidang bahasa.
Isakan tangis Aulitta semakin kuat. Bagaimana kalau ia kehilangan sahabat? Bagaimana kalau mereka semua pergi? Tidak. Aulitta tidak bisa ditinggalkan oleh Alena atau siapapun. Terlalu berat untuk dirinya.
"Gue yang bilang!"
Sudah jelas jika suara itu milik Hanna. Entah sejak kapan gadis itu berdiri di ambang pintu bersama Nadifa. Otak Alena berusaha mencerna ucapan Hanna. Ia tidak salah dengar. Hanna yang mengatakan Aulitta murahan? Seketika emosi Alena tersulut yang membuatnya maju selangkah.
Tangan Alena menunjuk Hanna, "Kalo ngomong dipikir dulu bisa gak?!"
Hanna tersenyum sinis seraya menepis tangan Alena, "Kenapa? Lo gak terima? Apa sebutan buat cewek yang mau-maunya dipeluk sama pacar orang kalau bukan MURAHAN?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
SEMESTA •• (On Going)
Teen FictionIni kisah Aulitta Laura seorang gadis SMA Angkasa. Rentetan kisah lara yang menjelma tipuan bahagia. Seolah tiada namun enggan untuk dilupa. Hingga kedatangan seseorang mengubah hidupnya. Entah Aulitta yang berpura-pura atau semesta yang sedang berc...