Mata Aulitta perlahan terbuka, kepala nya terasa pening karena pengaruh obat bius yang tadi sengaja diberikan. Ruangan bernuansa putih dengan bau obat menyeruak lagi-lagi menjadi tempat tidurnya. Ia sudah mulai mengingat kejadian yang membuatnya harus dibawa ke rumah sakit. Sial. Andai saja ia mengetahui rencana Bella, pasti lutut nya tidak akan robek dua kali.
Pandangannya beralih melihat seseorang yang tertidur di sofa. Laki-laki disana terlihat sangat lelah.
Dahi gadis itu mengernyit sebentar. Berusaha menghitung berapa jam ia tidak sadarkan diri. Tunggu sebentar, ini sudah pagi berarti semalaman Aulitta berada di rumah sakit. Ia bergegas bangkit lalu melangkah perlahan keluar.Kabur adalah pilihan yang tepat menurutnya. Bodoamat jika Devano kebingungan, siapa suruh tidur dengan nyenyak. Toh dia bukan siapa-siapa. Jadi terserah Aulitta ingin berbuat apapun.
-----
"Pak bukain ini Aulitta!" Suara Aulitta sedikit berteriak dari depan gerbang. Tidak ada jawaban, satpam rumahnya pasti tertidur. Kebiasaan buruk yang menyulitkan dirinya.Ia berusaha membuka pintu samping. Mungkin tidak terkunci siang-siang begini. Aulitta bernapas lega ketika semesta kali ini berpihak padanya. Pintu besi itu perlahan dibuka. Semoga saja Arkan sedang les atau bimbel dan semacamnya. Namun kenyataan menampar kesadarannya saat Arkan berdiri di depan pintu sembari menekuk tangan. Ini tidak benar. Arkan tentu saja akan memberikan ceramah panjang lebar untuknya. Tidak pulang dua malam, lutut robek, ponsel tertinggal, serta kesalahan yang lain pasti akan menjadi alasan Arkan marah padanya.
"Darimana hm? Dua malem lo gak pulang?! Mau gue bilangin papa?! Terus tuh kaki kenapa? Habis ngapain-" ucapan Arkan terjeda ketika menyadari bahwa lutut kaki kanan Aulitta yang terluka.
Aulitta tersenyum kecut melihat raut wajah Arkan yang berubah "Kalo nanya satu-satu kak!"
"Bentar. Jangan bilang kalo luka jahit di lutut lo robek?!"
"Hm maafin Litta ya?"
Kemarahan Arkan berubah menjadi sendu. Arkan yang tahu betapa menderita adek nya saat mengingat kejadian itu. Kejadian yang membuat lutut gadis itu tidak boleh terkena benturan keras. Arkan tersentak saat Aulitta tiba-tiba memeluknya. Menelungkupkan wajahnya di balik dada bidang milik laki-laki itu.
"Seharusnya gue yang minta maaf karena gak becus jagain lo." Ucap Arkan dengan suara serak. Gadis itu menggeleng kuat tidak membenarkan ucapan Arkan.
"Kaki gue baik-baik aja kak."
Arkan menghela napas, "Yaudah ayo gue bantuin masuk rumah."
Pelukannya terlepas, Aulitta tersenyum getir mendengar perkataan Arkan. Seharusnya ia tidak ceroboh sampai jatuh terbentur lapangan. Kalau sudah begini ia hanya akan menyusahkan orang lain. Terlebih lutut nya diperban, masih terasa nyeri pula.
Keadaan kamar Aulitta masih sama persis seperti dua hari yang lalu. Tidak ada satupun barang berpindah tempat. Pandangannya beralih pada benda pipih yang terletak di atas nakas. Pasti banyak notifikasi disana. Tetapi Aulitta lebih memilih membaringkan tubuhnya di kasur. Kakak nya sudah keluar lima menit yang lalu.
"Kak Bella sengaja apa enggak sih?" Tanya Aulitta kepada dirinya sendiri, pikirannya me-reka ulang kejadian malam itu. Ia terjatuh begitu saja. Semua terlalu cepat sehingga pertanyaan itu tidak kunjung terjawab. Sudah lah lupakan saja. Untuk apa berpikir negatif tentang Bella. Apalagi kelihatannya Bella cewek baik. Perihal ucapan Bella waktu itu anggap saja angin berlalu.
^_^ ^_^
Tak ada satupun siswa yang berlalu lalang di sepanjang koridor. Masih terlalu pagi untuk datang ke sekolah. Tetapi tidak bagi Aulitta, kali ini ia harus mengorbankan jam tidur supaya tidak banyak orang yang melihatnya berjalan tertatih.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEMESTA •• (On Going)
Teen FictionIni kisah Aulitta Laura seorang gadis SMA Angkasa. Rentetan kisah lara yang menjelma tipuan bahagia. Seolah tiada namun enggan untuk dilupa. Hingga kedatangan seseorang mengubah hidupnya. Entah Aulitta yang berpura-pura atau semesta yang sedang berc...