snippets [what happened in between]

4.2K 597 538
                                    

Ini isinya bagian pendek-pendek yang terjadi selama timeline demesne, tapi nggak aku masukin ke plot karena satu-dua alasan. Tapi kayaknya nggak adil kalo cuma aku doang yang menikmati bittersweetnya, jadi aku post di sini.

 Tapi kayaknya nggak adil kalo cuma aku doang yang menikmati bittersweetnya, jadi aku post di sini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

1.

"Kamu kalau lagi di kamar mandi terus aku iseng matiin lampunya, marah nggak?"

"...pertanyaan satu, ngapain kamu di luar kamar mandi pas aku lagi di dalamnya? Pertanyaan dua, kamar mandinya ada di mana? Kalau kamar mandi sekolah jelas marah, lah. Serem gitu kalo gelap."

Felix memasang wajah datar. "Sebutannya doang berandalan sekolah, tapi takut sama kamar mandi gelap," cibirnya.

Jisung memandangnya seakan Felix baru saja mengatakan hal paling kontroversial sedunia. "Za, hantu kan, nggak bisa aku bogem."

File I : Vanendra Jisung Anggara percaya hantu (dan takut, dia tidur dengan lampu menyala).

2.

"Kenapa—kenapa coba? Gue udah berusaha tiga tahun. Tiga tahun, Fikar. Gue udah berdoa, dan ini demi orang tua gue. Ini permintaan gue yang paling nggak egois ke Tuhan. Kenapa gue masih nggak—?"

"Sssh, shh..." Hyunjin merengkuh tubuh yang bergelung itu, membiarkan kemejanya basah karena air mata sang lawan bicara. "Esa, Esa... Dengerin Fikar, ya? Esa nggak dilolosin di SNM karena ada orang-orang songong yang ikut SBM, Esa bisa jadi pelajaran mereka. Biar mereka tahu, siapa lawan mereka nanti, si jenius Mahesa. Sssh, kita coba lagi ya? Kita belajar bareng nanti. Fikar temenin, Fikar janji Fikar temenin terus. Kalaupun nanti pasti Fikar nggak bisa bantu ngajarin Esa, Fikar bakal berusaha lebih keras lagi buat Esa."

Seungmin masih terisak, kemudian mengangguk pada akhirnya, mencengkeram kemeja Hyunjin erat.

File II : Mahesa Seungmin Ananda Putra gagal di SNMPTN. Tapi dia lolos SBMPTN dan beasiswa pemerintah ke Australia (sampai nanti, dia tidak pernah tahu betapa kerasnya usaha Alfikar Hyunjin Dinata yang mengidap disleksia untuk menemaninya belajar).

3.

"Walah, Drian rajin banget."

"Eh, ibu."

Changbin mengangguk sopan pada guru pembina ekstrakurikuler jurnalistiknya, kemudian kembali fokus pada desain rumit yang sedang dikerjakannya.

"Liat sini dulu dong, nak. Tim kamu buat lomba minggu depan udah kumpul, tuh."

"Adik kelas ya, bu?" Changbin menoleh, mengerjap saat mendapati dia di tengah wajah canggung adik-adik kelasnya yang lain.

"Ada yang seangkatan, kok."

"Oh, iya. Sini, sini. Jangan malu-malu, anggep aja kita seumuran." Changbin tersenyum, kemudian mengerjap saat salah seorang dari mereka, dia, mendekat dan memperhatikan buku sketsanya.

Demesne [1/2] +JilixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang