Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Van, bayar uang kas."
"..."
"Vanendra—"
"..."
Felix merengut saat tak mendapat respon dari Jisung. Si pemilik nama masih terfokus pada layar ponsel pintarnya, bermain sesuatu yang terlihat seperti GTA versi tembak-tembakan.
"VANENDRA JISUNG ANGGARA!" Felix membanting buku kas yang dibawanya ke atas meja Jisung, membuat seisi kelas yang baru terisi lima orang itu berjengit mendengarnya.
"Bentar gue mau chicken dinner ini." Jisung mengibaskan tangannya asal ke arah Felix, bahkan tak mengangkat wajah untuk menoleh.
Kedua manik terhalang kacamata milik sang ketua kelas membulat, sementara lima orang siswa dan siswi lain yang ada di kelas tersebut mulai bertatapan, mengerti dengan baik akan watak sang ketua kelas yang galak dan super perfeksionis.
"Vanendra Jisung Anggara bayar uang kas gak lo anj—!"
"Sst." Yang tak diduga setelahnya, Jisung mematikan dan kemudian mengantongi ponselnya tanpa berargumen lebih jauh, kemudin mengeluarkan dua lembar uang seratus ribuan dari saku yang sama dan memberikannya pada Felix. "Nih biar gak bacot. Gue bayar sampai semester dua, ya. Pagi-pagi gak usah ngetoxic dulu. Masih males gue ladenin lo."
Felix masih merengut, namun ia menunduk untuk menulis catatan di buku kas. "Gini dong dari tadi, gue gak perlu tarik urat ngomong sama lo. Bikin capek aja."
"Salah sendiri, pagi-pagi udah keliling nagihin uang kas. Bendaharanya kan bukan lo."
Felix melempar pandang ke arah Sunwoo dan Shuhua yang memperhatikannya dari tempat duduk mereka, Shuhua membisikkan 'semangat' tanpa suara padanya, sedangkan Sunwoo memberikan heart sign dengan cengiran. "Mau gimana lagi. Gak ada yang berani nagih kas ke lo."
Jisung mendengus. "Pengecut semua. Delana sih wajar, kalo Athalla suruh pakai rok aja ke sekolah besok. Cowok bukan sih?"
"Kok lo jadi sensi gitu sih Van?" Felix mengernyit memandangi Jisung. "Kenapa sih?"
"Bacot lo. Sana jauh-jauh."
Felix mengerjap terkejut, sementara Jisung langsung terdiam seketika. Sang pemuda bersurai biru tua diam-diam merutuki dirinya sendiri dalam hati, mood buruknya membuatnya tanpa sengaja melampiaskannya pada Felix.
"Santai dong bangsat, iya ini gue pergi." Felix menyipitkan mata, memandangnya kesal sebelum membereskan buku kasnya dan beranjak menjauh. "Lagian siapa juga yang sudi deket-deket sama lo," desisnya penuh amarah, memastikan Jisung masih dapat mendengar gerutuannya.
"Za—" Jisung menutup mulutnya seketika saat Felix pura-pura —atau entah benar-benar— tak mendengar panggilannya. Pemuda itu mendengus, bangkit berdiri kemudian beranjak keluar kelas. Tak acuh pada bel masuk yang baru saja berbunyi dan rombongan siswa-siswi yang terburu-buru masuk kelas karena tak ingin terlambat.