ini chapter flashbacknya drian-zaya, buat yang penasaran kenapa drian berubah.
"Dek,"
Felix mendongak dari dokumen di laptopnya yang dia pandangi hingga matanya perih. "Ya, kak?"
"Masih banyak tugas lo?"
Felix menggeser tubuhnya untuk memberi tempat ketika Changbin duduk di sebelahnya, memandangi layar laptopnya juga. "Tinggal laporan khusus sama nyusun rubrik profilnya aja, kak. Pusing banget milih kata-katanya."
"Kok laporan khusus lo juga yang buat? Kemaren perasaan lo udah dapet laporan umum?" Changbin mengernyit. "Anak artikel yang lain mana? Kalian bertiga kan ya kalo gue nggak salah?"
"Ada yang sakit, kak. Terus ada yang OSIS juga, jadi dia sibuk—"
"Sakit?! Kok nggak bilang ke grup sama pembina?! Lagian itu anak OSIS udah tau sibuk ngapain mau ikut lomba mading? Majang nama doang?!" Changbin menghardik, membuat Felix berjengit. "Kirim kontaknya ke gue, biar gue maki-maki. Kita ganti aja mereka berdua sekalian sama yang lebih berguna."
"Eh, iya—!" Felix buru-buru mengambil ponselnya, mengirimkan dua kontak siswa-siswi yang harusnya bertugas membuat artikel untuk lomba majalah dinding itu bersamanya. "Udah aku kirim, kak."
Changbin memelototi ponselnya dengan kesal, kemudian melirik Felix yang masih memandanginya takut-takut. "Jangan gitu mukanya, gue nggak marah sama lo, kok. Sori ya kalo bikin lo takut," Dia melirik ke layar laptop sang adik kelas lagi. "Ini lo lagi ngerjain apa? Biar gue kerjain yang satu lagi."
"Eh—laporan khusus, kak. Tinggal profil, tapi isi wawancaranya udah aku catet semua di notes."
Changbin mengangguk. "Forward ke gue, biar gue aja yang ngerjain rubrik profilnya. Itung-itung biar lo nggak makin pusing."
"Eh, beneran nggak apa-apa, nih?"
"Santai, tugas gue sama anak artistik udah selesai, kok. Tinggal nyusun madingnya doang, kan."
Felix mengangguk, memperhatikan potongan kardus, styrofoam, dan triplek yang akan mereka gunakan sudah dipotong sesuai bentuk dan ukuran yang diperlukan. "Aku forward ke kakak, ya."
Changbin mengangguk, menunggu notifikasi pesan barunya muncul dan kemudian membuka laptopnya sendiri, mulai membuat artikel berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber yang telah dikumpulkan Felix dengan rapi.
Keadaan hening melingkupi kedua pemuda itu ketika mereka berdua sama-sama fokus pada tugas, sebelum dipecahkan oleh suara yang membuat Changbin menoleh terkejut dan Felix meringis malu.
"Belum makan, ya?" Yang lebih tua tersenyum geli, sementara Felix menutup wajahnya dengan kedua tangan. "Jam berapa terakhir lo makan?"
Felix menggerutu pelan; malu, sebelum menjawab dengan suara kecil, "Cuma sempet sarapan doang tadi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Demesne [1/2] +Jilix
القصة القصيرة(n.) territory Karena Jisung punya caranya sendiri, untuk memuja Felix dalam tiap hembus nafasnya [Local!Au]