GC 38

297 38 6
                                    

Kelabu kala mata menatap keatas langit yang tak terbatas. Awan dipusat kota menggelap, sapuan angin membawa gumpalan beban air itu menyebar.

Masih pukul tengah hari, dihari yang sibuk. Orang-orang menambah langkah menuju tujuan akhir mereka. Mengabaikan betapa dinginnya hari ini. Sebagian sudah menyiapkan Payung guna menghalau runtuhan air itu nantinya. Bau tanah basah sudah menyeruak menyentuh penghidu. Begitu menenangkan baunya.

Begitu pula tiap detik air menyentuh aspal, hingga baunya menyebar begitu saja bercampur dengan bau tanah sebelumnya.

Cuaca yang sangat pas untuk menikmati kopi, teh atau mungkin susu panas menemaninya.

Suara yang ribut dipusat kota tak dapat didengar mengalahkan bunyi alat medis dalam ruangan. Seolah terasingkan dari dunia luar, sosok itu disibukkan dengan tanggung jawabnya ditempat seharusnya ia berada.

Terlalu fokus dengan pasiennya, Daniel bahkan tidak tahu apa yang sedang terjadi diluar sana. Melupakan sejenak hiruk pikuk kehidupannya dan menyelamatkan nyawa lebih menjadi tujuan utama.

Bunyi detak jantung pasiennya stabil, Daniel menghela nafasnya sangat lega. Menutup bekas sayatan yang ia buat tiga jam yang lalu hingga kini bersih tanpa celah yang fatal pada pasiennya.

Meluapkan sedikit akan masalahnya dengan sang anak yang kembali mengabaikannya dua hari ini. Daniel terus membujuk untuk bisa membicarakan hal-hal yang mengganggu anaknya. Namun tidak digubris.

Hingga pikirannya kembali tertuju mengenai Jihoon bahkan setelah ia keluar dari ruang operasi, Daniel berjalan sepanjang koridor rumah sakit membayangi wajah anak asuhnya.

Sama sekali tidak mengetahui keadaan luar yang menjadi masalah utama kesehatan Jihoon sendiri saat ini.

"paman!!" panggilan sedikit tinggi itu mampu mengalihkan lamunannya, tubuhnya yang masih terbalut baju operasi melekat pas dan menambahkan karismanya begitu tampan. Daniel menoleh, mendapatkan sang keponakan tergopoh mendekatinya saat ini.

"Jihoonie!! Jihoonie!—" dan pemuda itu berhenti tepat didepannya, pasokan oksigennya kehabisan seperti meraton dari lantai bawah menuju lantai tiga tempatnya berada.

Alisnya berkerut kala nama anaknya disebut, tapi tidak menuntut untuk menjelaskan sebelum Jungkook siap untuk melanjutkan.

"demi tuhan paman!! Jihoon adik manisku kecelakaan!"

Dan Daniel membeku beberapa detik untuk mencerna kalimat absurd yang dilontarkan dengan nada paniknya. Jungkook tidak akan bercanda mengenai ini.

Kakinya melangkah dengan ritme cepat, hatinya gusar. Padahal pagi tadi ia sempat mengantar Jihoon kesekolah dalam keadaan baik-baik saja walau tidak ada senyuman untuknya. Daniel juga sempat mencium wajah anaknya yang begitu ia sayangi dalam keadaan sehat. Daniel kalut.

.
.
.
.

"apa kau benar-benar ingin bolos?" serunya cemas menatap pemuda tinggi yang santai melewati gerbang sekolah, pos satpam terlihat kosong di sana. Tapi masih ada cctv yang memantau. Jihoon mendengus keras sembari memeluk erat tasnya.

"Lee Min Ho ssaem tidak masuk dijam terakhir, lebih baik kita berempat pergi ke game center, dan pulang setelahnya." ujar yang lainnya, Jisung menampik senyum lebar merasa tidak berdosa kala ini semua idenya.

"bagaimana bisa satpamnya tidak ada?" Jaemin terkekeh samar, ia sempat berpikir sepertinya dewi fortuna memihak mereka.

"tidak usah dipikirkan, lebih baik kita cepat-cepat keluar dari sini." tanpa ada yang membantah mereka bertiga melangkah penuh percaya diri. Jihoon merengut dibelakang sambil mengikuti.

Get Closer (NIELWINK) I√Where stories live. Discover now