Apa yang lebih menyedihkan dari meringkuk di dalam selimut atau melihat bagaimana orang yang disukai sedang makan malam diluar sana?
Jihoon memilih meringkuk dikamarnya setelah mengatakan jika ia tidak lapar pada Daniel. Menoleh pada jendela kamar hanya bisa melihat kegelapan.
Suara tawa Daniel terdengar bersamaan dengan tawa anggun itu dari arah meja makan. Sore tadi Jihoon menerima tamu yang tidak terduga lalu bertanya-tanya kenapa wanita cantik itu datang kemari.
Daniel yang saat itu menyadari jika tamu yang ia tunggu sudah berada depan pintu dengan antusias mempersilahkannya masuk. Memberitahu pada Jihoon jika Somi akan makan malam bersama di rumah ini.
Bukankah Daniel sudah bisa dibilang ada kemajuan?
Jihoon menghela nafasnya sebelum meraih ponselnya yang ada disaku hoodienya. Ia membutuhkan sedikit hiburan.
"hallo?"
"maaf menelponmu malam begini dan terlalu tiba-tiba, apa kau bisa keluar? Aku ingin makan ramen ditemani olehmu hehe."
Jihoon menyingkap selimutnya dan bangkit dari kasur dengan ponsel tetap terhubung, meraih coat hitamnya yang tergantung disamping pintu kamar lalu keluar diam-diam.
Mendapat persetujuan dari temannya untuk menemaninya makan, Jihoon berjalan pelan merayap pada dinding agar Daniel tidak melihatnya.
Matanya menangkap momen kebersamaan Daniel dan Somi tertawa bersama entah membahas apa hingga mereka tertawa terus menerus, Jihoon terhenti sebentar melihat pemandangan itu. Lalu dengan melesat cepat ia keluar dari pintu depan tanpa menimbulkan suara.
"Jisung, kita bertemu dimini market dekat rumahku bagaimana?"
"baiklah, sampai jumpa." setelah mengatakan itu, Jihoon berlari menuju tempat yang ia janjikan. Menunggu Jisung yang mau menemaninya nanti di sana.
.
.
.
.
.Malam ini... Aku seperti kehilangan tujuanku, tersesat. Mencari jati diri sudah aku lakukan berkali-kali, dan hasilnya tetap seperti itu.
Kehidupanku masih panjang, tapi diriku berpikir seolah-olah ini akan berakhir. Kesalahanku ini besar, dan tidak bisa diampuni.
Dalam pandangan, aku seperti berada digurun. Dan berusaha agar tidak tenggelam dalam pasir apung. Tenggelam dan hilang, itu tidak akan terjadi. Tapi sayangnya, aku sudah melakukannya, berjuang keluar menggapai butiran itu. Keraguan merayap jiwa dan akal sehatku. Ah tidak, akalku tidaklah sehat, aku gay.
Dan sekarang, Aku sadar tidak ada pegangan yang tersisa untuk bisa ku pegang.
Tuhan bahkan sudah enggan berpihak padaku.
Maafkan aku.
.
.
.
.
."aku cukup terkejut kau menelponku malam-malam begini."
Jisung mengaduk ramen itu sebelum menyuapi didalam mulutnya sendiri, membiarkan asap menggepul disekitar mereka yang duduk diluar mini market. Jihoon tidak menjawab, ia memilih melakukan hal yang sama seperti Jisung.
Menyeruput mienya kembali lalu menegak colanya. "hanya bosan," ujarnya.
"ah~" Jisung mengangguk, lalu mereka memakan mie itu dalam diam.
"shhh ini pedas!" Jihoon mengibas mulutnya yang terasa terbakar, berkali-kali menegak cola itu hingga tandas. Untungnya Jisung pencinta minuman bersoda, jadi ia tidak perlu membeli lebih, memanfaatkan teman.
"kau bilang kau sanggup memakannya," cibir Jisung yang terkekeh geli melihat Jihoon yang disampingnya merengek.
"sungguh, aku tidak tahu akan separah ini!! Ah! Aku tidak akan memakannya!"
YOU ARE READING
Get Closer (NIELWINK) I√
Fanfiction(COMPLETED) 🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞 Jihoon membenci rintikan air. rintikan air itu membuatnya kehilangan dunianya, kakek yang menjaganya dari lahir. orang tua? hahaha jangan membuatnya mendengar pertanyaan itu. Wajah mereka bahkan ia tidak tahu. hidup seoran...