Page-5

812 90 1
                                    

5. Status Tak Terdeteksi.

Lara menarik napas dalam-dalam, menahan beberapa saat dan mengembuskannya perlahan. Menetralkan rasa takut yang semakin bergejolak. Memusnahkan bayang-bayang suram yang entah sampai kapan terus ia dapatkan.

Gadis itu meremas kuat rok abu-abu mencapai lutut beserta keringat dingin yang terus mengalir. Memejamkan kedua mata sebelum pada akhirnya melangkah masuk ke dalam kelas. Seketika dirinya sudah menjadi pusat perhatian. Berbagai macam tatapan remeh juga menjatuhkan tersirat dari bola mata yang semakin membesar.

Menundukkan kepala seraya terus melalui beberapa deret bangku di samping. Menyusuri ubin lantai porselen yang menjadi alasnya berjalan. Tiba-tiba saja suara kekehan terdengar memenuhi ruangan saat ia telah sampai pada tempat tujuan.

Lara kebingungan. Kepalanya mendongak panik. Cahaya matanya terlihat kecewa. Dahinya berkerut seraya menggigit bibir bawah takut. Saat ini, bangkunya sudah dihancurkan menjadi beberapa bagian, serta meja yang menjadi tempatnya menulis pun sudah dipenuhi aneka ragam coretan juga gambaran tidak senonoh.

Lara menelan ludah payah, sakit sekali rasa hatinya melihat ini semua. “Apa ini ulah kamu, Grey?” tanyanya pelan.

Gressy berdiri dari bangkunya, menyugar rambut kecokelatan ke belakang seraya bersedekap menghadap Lara begitu angkuh. Gadis itu terlihat takut-takut untuk menatap Gressy di sana.

Andra menolehkan kepala, mengernyit heran pada kedua gadis dengan sifat berbanding terbalik satu sama lain. Ada yang lebih menarik perhatian, gadis dengan bangku yang sudah dihancurkan oleh teman-temannya itu bahkan tidak marah sama sekali. Pun bertanya menggunakan tutur bahasa yang sopan. Padahal ia tahu betul siapa pelakunya, kan?

What's the problem, Dog?

“Ke-kenapa kamu ngelakuin ini?”

Gressy tersenyum miring. “Because I'm happy. I'm glad to see you like this.

Satu tetes air berhasil lolos di pipi kanan. “Tapi kenapa bangkunya juga yang kamu rusak? Apa kamu belum cukup hanya dengan merusakku?”

Tangannya berhenti. Andra menghentikan pencatatan di jurnal yang ia pinjam dari Belly tadi. Lelaki itu melirik lagi. Apa gadis itu sama sekali tidak bisa melawan dengan tegas? Mengapa harus selalu bicara menggunakan nada pelan? Membuat yang mendengarnya menjadi geram.

“Merusak lo, dan kehidupan lo. Selama lo belum pindah dari sekolah ini.”

Cih! Woi, Lara! Lo sadar diri ngapa! Kehadiran lo itu sama sekali gak berguna!” pekik Kevin di bangku pojok depan dengan satu kaki naik di atas meja dan mengisap rokok begitu santai.

“Iya, ih. Masih aja tahan sekolah di sini! Ini kan sekolah elit, gak pantes buat orang gila kayak lo!”

“Mending lo ke RSJ aja sana!” usul Kevin, menambah argumen Alin.

Lara hanya terdiam. Bibirnya bergetar menahan tangisan yang jelas-jelas sudah banjir keluar.

“Nangis lagi, cengeng amat,” sindir Belly. Beranjak dari bangku dan berjalan menghampiri Andra di belakang.

“Kan yang dia bisa cuma nangis.”

Cry ...,” ledek Yungi sembari mengucek-ucek mata menggunakan kedua tangan.

LA-RATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang