Page-77

1.3K 65 8
                                    

77. Uraian LA-RA.

Untuk Andra, laki-laki yang kucinta.

Aku ingin kita berbincang sebentar, tapi kayaknya udah gak ada lagi linimasa yang tersisa melainkan lembar kenangan terindah. Kamu bilang, kisah kita udah selesai, dan aku rasa semesta mengkonfirmasi begitu saja. Aku sungguh menyayangkan itu semua.

Kamu pasti sempat bertanya-tanya mengapa aku bisa memiliki nama seburuk ini? Baiklah, mari berkenalan lebih jauh untuk yang terakhir kali secara penuh. Tolong simak baik-baik supaya gak terjadi kekeliruan di sini. Namaku Lara. Iya, LA-RA : A(la)na (Ra)mida, anak perempuan yang pernah menemuimu di Jogja.

Awalnya, ini hanya singkatan biasa, namun lambat-laun kusadari jika memang inilah nama yang sesuai dalam ketetapan takdir dari Tuhan. Alasan sederhana yang masih kupertahankan hanyalah, Alana terlalu indah untuk menghiasi langkah penuh kesuraman. Maka dari itu aku memilih Lara sebagai pengantar menuju segala kesakitan. Karena seperti yang kamu ketahui, Lara itu duka, bukan bahagia.

Perlu kutekankan bahwa ini hanya kertas biasa. Aku gak kenapa-napa, semoga. Sebab hari-hari tanpamu tidak pernah mudah. Aku melalui banyak kesakitan yang tiada tara. Aku hampir kehilangan rumah dan aku lelah dengan segalanya. Kalau sewaktu-waktu aku menyerah, kamu harus terima, ya?

Ah, lupakan. Aku bercanda. Aku tetap menunggumu walau ketika kamu terbangun nanti aku udah gak ada, entah ke mana. Mungkin sedang mencari tempat paling tenang, jauh dari jangkauan orang-orang, atau bahkan terbenam untuk bertemu Tuhan. Sekali lagi, aku bercanda. Aku tau ini gak lucu, tapi aku cuma mau kamu tau kalau bagaimanapun kondisiku, kamu akan selalu menjadi tokoh utama dalam cerita cinta kita. Kamu teramat istimewa. Sungguh, belum ada yang mampu menggeser singgasanamu di hatiku.

Aku sudah menitipmu pada semesta. Aku harap kamu akan selalu bahagia. Jangan pernah mengecewakan siapa pun yang kamu sayang. Sama sepertimu, aku juga gak ingin kamu menangis seperti waktu itu. Hatiku terasa sakit ketika mendengar isakmu. Nanti, entah kapan namun pasti, ada atau tiadanya kehadiranku di sisi, kamu gak boleh sama sekali mengubah sikap. Tetap menjadi sosok Andra yang kucinta.

Aku sangat-amat menyayangimu, sungguh. Dulu, kemarin, sekarang, esok, lusa, dan selamanya. Sampai bertemu di waktu terbaik yang telah Tuhan tetapkan, jikapun kita masih diizinkan.

Untuk sementara waktu, aku pamit dulu.

Terima kasih udah menyempatkan diri untuk membaca goresan tinta ini.

🥀🥀🥀

Tangannya meremas selembar kertas tergenggam. Lelaki itu ... lelaki yang baru saja selesai melewati masa pemulihan. Setelah dua minggu mengendap dalam rumah sakit, akhirnya ia diperbolehkan untuk pulang. Pulang bersama kekosongan. Pulang dengan beban baru terpendam. Pulang beserta kekecewaan. Hingga tepat pada hari ini, seikat bunga mawar layu sampai di tangan membawa seutas pesan dan diantar oleh secarik saputangan yang meliliti tangkai.

Jadi selama ini ... Lara adalah Alana? Kenapa ia baru mengatakannya sekarang? Kenapa ia tega melihat Andra berlalu-lalang sendirian untuk mencari-cari sosok yang pernah ia temui? Kenapa? Kenapa ia begitu gemar dalam mengusik ketenangan seseorang?

Andra lantas memutar tubuh penuh menghadap Bi Sutik di sisi kasur. "Di mana dia?" tanyanya dengan mata memerah.

Tak ada sahutan di sana. Bi Sutik hanya mampu menahan air mata sembari merundukkan kepala. Tidak tega. Ada yang menghunjam hatinya saat itu juga. Berkali-kali bertahan, namun jiwanya terlalu rentan.

"Saya tanya di mana dia?" tekannya ulang, masih berusaha sopan. "Bi ... di mana Alana?"

"ALANA DI MANA?!" sentak Andra lelah.

LA-RATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang