9. Preman Sekolah.
Dentuman musik terdengar nyaring dari sebuah ruangan yang berada di sudut lorong berlawanan dengan jalan masuk menuju Aula. Ruangan luas dengan dipenuhi cermin-cermin besar juga hamparan lantai tanpa hiasan perabot lainnya membuat mereka dengan leluasa menggerakkan tubuh.
Koreo dance yang sudah dipelajari dua hari lalu, kini bisa ditampilkan nyaris sempurna jika saja Kenta tidak melakukan kesalahan ketika memutar kaki kanan. Jika disuruh memberi rating 1-10, mungkin semua orang akan menyebutkan angka sembilan.
Bukan dilebih-lebihkan, hanya saja bidang ini memang merupakan keahlian mereka berlima. Tidak perlu diragukan lagi. Dalam waktu dekat, mereka akan bersaing di luar kota mewakili sekolah. Itu sebabnya mereka harus memaksimalkan gerakan.
Jaket yang diikat di pinggang serta kaus tanpa lengan turut mengikuti liukkan tubuh yang semakin larut dalam iringan sang musik. Di bawah terangnya lampu led, mereka mengentakkan kaki dan memainkan tangan begitu cekat.
"Tes-tes. 1, 2, 3, tes. PENGUMUMAN, PENGUMUMAN ...."
Tap!
Gressy mematikan speakernya saat terdengar suara Bu Siska yang sedang menggema di area sekolah. Masih pagi begini, mereka sudah bermandikan keringat. Hari Jumat merupakan hari di mana proses pembelajaran akademik dibebaskan.
Sebagai gantinya, sekolah sudah menyiapkan berbagai latihan ekskul, seminar, workshop, les tambahan, juga naungan bagi para pelajar. Mereka dibebaskan untuk memilih apa yang mereka sukai, tidak ada unsur pemaksaan di sini. Bahkan banyak pula yang hanya melontang-lantungkan kaki akibat kemageran hakiki.
Gressy mengembuskan napas kasar, berkacak pinggang seraya membalikkan tubuh menghadap teman-temannya yang sudah beristirahat di belakang. Sebagian gadis itu tidak mendengarkan pengumuman, asyik berfoto ria untuk diunggah di sosial media. Bagi perempuan kebanyakan, terbuka pada dunia adalah hal yang begitu wajib dilakukan.
"Siapa sih yang ngundang orang-orang kayak gitu? Sok-sokan ngomongin mental illness, lah. Gak penting amat," gerutu Gressy seraya menyelipkan sisa poni ke belakang. Sekujur tubuh sudah berkeringat membasahi tanktop yang ia pakai.
"Siapa lagi kalau bukan Bu Dian?" sahut Rena yang sedang memandang detail tubuhnya dalam pantulan cermin di depan.
"Ya iyalah. Guru yang paling sok care dan ngurusin hidup murid-muridnya kan cuma dia," kekeh Misha.
Gressy memutar bola mata malas, "Cheesy!"
"Keluarin aja dari sekolah. Biar kita bebas semua," saran Kenta.
"Wakel kita, Guys. Gak bisa asal usir," timpal Fera sesudah menurunkan botol minumnya.
"Halah, wakel gak jelas! Yang diperhatiin anak-anak gak penting."
"Betul banget!" setuju Misha.
"Latihan kita hari ini done. Besok lanjut lagi. Jangan ada satu pun kesalahan dalam setiap pergerakan."
Gressy melepaskan ikatan jaket dari pinggang. Menyambar tas di sudut cermin seraya membawa peralatan mandi serta seragam sekolah. Gadis itu berjalan tanpa menghiraukan kehadiran teman-temannya. Masuk ke dalam salah satu bilik kamar mandi yang tersedia di dalam ruangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
LA-RA
Teen Fiction[Yang sedang ingin menangis, mari membaca bersama.] [Yang sedang menggalau akan cinta, mari resapi setiap kata.] =================================================== Tentang seorang gadis berpenyakit mental yang juga menjadi target perundungan orang...