42. Kasih Tak Sampai.
Malam semakin larut termakan oleh waktu yang memburu. Detak jam yang melingkar di pergelangan tangan terdengar mengiringi setiap langkah kaki yang semakin membesar.
Seluruh lampu di dalam studio mulai diredupkan. Setelah penentuan resmi pemenang dance tahunan, semua orang langsung mengangkat kaki untuk bergegas pergi meninggalkan tempat ini. Beberapa pintu telah terkunci dan keadaan semakin sepi seakan tidak ada orang sama sekali.
Hampir semua ruang ia singgahi, namun gadis itu tetap tidak ada di dalam. Belly merasakan kakinya sakit kembali akibat tidak berhenti bergerak sejak tadi. Ia benar-benar tidak peduli dengan segala hal yang akan terjadi, baginya yang terpenting saat ini adalah menemukan Gressy.
Tangannya memegang knop pintu terakhir yang berada tepat di ujung lorong. Kali ini ia benar-benar menaruh harap akan keberadaan gadis itu di sana. Pintu terbuka lebar, membuat Belly langsung melangkah masuk ke dalam.
"Grey?"
Nihil, tidak ada seorang pun yang ia temukan. Ruangan ini begitu hampa bahkan hanya memantulkan suara. Merasa frustrasi, Belly mengacak-acak rambutnya hingga berantakan.
Hampir putus asa, tapi Belly sadar jika ia meninggalkan tempat ini, lantas bagaimana dengan keadaan Gressy? Lelaki itu berniat berjalan menuju pintu utama. Namun belum sempat ia melangkah pergi, suara isak tangis terdengar dari dalam ruang penyimpanan barang yang sebelumnya tidak boleh dimasuki oleh sembarang orang.
"Gressy?"
"Grey?! Apa itu lo?!" serunya seraya mengetuk-ngetuk pintu.
Tidak ada sahutan dari dalam. Hanya suara isakan tertahan yang terdengar. Berlandaskan rasa khawatir terlampau tinggi, Belly pun segera mendobrak pintu tanpa memedulikan kondisi. Beberapa kali ia membanting diri, hingga pintu terbuka lebar bertepatan dengan seorang gadis yang menoleh ke luar.
Belly mendelikkan mata dengan sempurna. Lelaki itu segera berjalan menghampirinya. Membuka ikatan tali di tangan dan melepas lakban yang menutup rapat bibir ranum Gressy. Gadis itu langsung menghamburkan pelukan begitu erat. Isak tangisnya terdengar semakin kuat. Berusaha untuk menenangkan, Belly mengusap-usap lembut punggungnya.
Gressy tidak peduli lagi akan pakaian Belly yang basah akibat air matanya. Gadis itu masih syok atas apa yang telah menimpa dirinya malam ini. Dikurung sendiri di dalam ruang gelap dan berdebu tanpa seorang pun yang tahu. Sejak tadi ia berusaha untuk meminta pertolongan, namun tidak ada siapa pun yang datang menghampiri.
"Lo kenapa bisa di sini?"
"Gue gak tau, Bel. Ada yang mukul gue dari belakang. Setelah itu gue pingsan ...," lirihnya pelan.
"Udah, tenang, ya. Sekarang lo udah sama gue. Gue bakal jagain lo."
Belly melepas pelukan mereka, berlanjut menghapus air mata Gressy yang telah membasahi pipi. Lelaki itu beralih menggenggam kedua tangan tunai kedinginan.
"Ayo, kita keluar!" ajaknya seraya membantu Gressy untuk berdiri.
Dengan tubuh lemas, Gressy pun mengikuti langkah kaki Belly menyusuri lorong gelap yang sudah tak berpenghuni. Pintu utama telah dikunci, mereka tidak bisa melaluinya lagi. Belly mengajak Gressy untuk keluar melalui pintu belakang.
"Bel, kalo di sana tutup juga kita keluar lewat mana?" paniknya menyadari tidak ada orang lain yang tengah bersama mereka berdua.
"Lo tenang aja, ya. Kita pasti bisa keluar dari sini. Pegang tangan gue, kita jalan bareng-bareng."
Gressy menatap Belly sesaat, lalu menuruti perkataannya begitu saja. Mereka berjalan melawan arah, mencoba untuk terus mencari celah yang terbuka.
Di depan mata telah terpampang pintu yang didominasi oleh kaca. Menjurus langsung pada parkiran mobil yang sebelumnya ramai hingga menyesakkan tempat sekitar, namun sekarang hanya tersisa satu mobil sedan hitam yang belum juga pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
LA-RA
Teen Fiction[Yang sedang ingin menangis, mari membaca bersama.] [Yang sedang menggalau akan cinta, mari resapi setiap kata.] =================================================== Tentang seorang gadis berpenyakit mental yang juga menjadi target perundungan orang...