Page-23

491 63 4
                                    

23. Konsumsi Publik.

Seperti pagi-pagi sebelumnya, silih berganti berbagai jenis kendaraan umum berhenti dan melaju pergi di depan gerbang kokoh berwarna hitam pekat yang selalu dijaga oleh kedua satpam dengan pos kecil berdiri di dalam. Membawa beberapa siswa-siswi SMA Lentera 02 menuju sekolah. Ada yang kepagian bahkan sampai terlambat datang karena mengalami kemacetan di kota metropolitan. Sudah menjadi rutinitas yang tak dapat terlewatkan.

Bisikan-bisikan secara frontal mulai memenuhi pendengaran Lara saat gadis itu baru saja memijakkan sepatu pemberian Kevin di koridor pertama dari sudut taman terbuka. Entah apa yang terjadi. Pagi ini banyak sekali siswa-siswi saling berkerumun hanya untuk menertawakan dan mengata-ngatai dirinya secara berlebihan.

Lara menolehkan kepala ke sana kemari. Melihat tatapan remeh serta senyuman menjijikkan yang mereka sunggingkan. Merundukkan kepala seraya mengeratkan pegangan pada tali tas ransel, Lara memilih untuk tetap melanjutkan langkah dengan perasaan gundah gulana. Hingga tepat di depan lab kimia, gadis itu dikejutkan oleh segerombol siswa berpenampilan urak-urakan yang tak jauh berbeda.

Lelaki berjumlah lima orang tersebut menghadangnya, menyeringai dan semakin berjalan mendekat. Lara tahu sebagian dari mereka merupakan kakak kelas yang gemar mencari masalah. Tapi untuk kali ini, Lara benar-benar tidak mengerti apa yang membuat mereka sampai datang menghampiri.

Hendrick mengisap batang rokok terakhir, mengembuskan asap ke udara dan membuang putung secara asal.  Dalam waktu beberapa saat, ia terdiam. Mengusap-usap dagu seraya mengoreksi penampilan Lara dari atas sampai bawah. Cukup membuat gadis itu risi dibuatnya.

"Oh, ini yang lagi viral?"

Lara kebingungan. Tidak mengetahui apa yang dimaksud kakak kelasnya tadi. Dalam diam, Lara mencoba untuk menatap wajah mereka satu-persatu. Telapak tangannya sudah terasa dingin dan berkeringat.

"Boleh juga buat mainan," celetuk salah satu lelaki berambut ikal.

Lara semakin panik, mencoba untuk menghindar namun mereka tetap menghadang. Lara pikir sekelompok lelaki tadi hanya salah sasaran, tetapi ternyata yang menjadi target utama memanglah dirinya.

Hendrick terkekeh pelan. "Mau ke mana, Sayang?" tanyanya seraya mencoba untuk menyentuh Lara.

"Hahaha ... sok jual mahal dia."

"Lah, memang harganya berapa?"

"Bukannya gratis?"

"JIAKH!!"

Mata Lara memerah, terasa genangan air yang memanas di dalam kelopak. Apa maksud mereka? Jantungnya berdegup kencang tidak mampu tenang.

"Ayolah, coba sama Abang nanti malam."

"Lepas!"

Lara menghempaskan tangan Hendrick yang sudah lancang menyentuh anak rambut. Gadis itu memberikan tatapan tajam agar mereka semua tidak berani macam-macam.

"Kalian mau apa?!" gertaknya memberanikan diri, membuat air mata yang menggenang tak mampu lagi ditahan. Seketika pipinya sudah basah, sepagi ini.

Hendrick tersenyum miring. "Apa lagi kalau bukan tubuh lo."

"Gak usah macam-macam, ya!" Nadanya bergetar ketakutan.

LA-RATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang