"Alana? Sini, Sayang! Kamu dari mana? Mama udah nungguin kamu loh. Oh iya, mau tiup lilin sekarang apa nanti? Atau kita nyanyi dulu, nih?"
Messy menyandarkan dress putih yang terakhir kali Lara pakai di depan punggung kursi terbengkalai. Wanita itu menarik meja berisikan seonggok tanah liat yang kali ini ia lihat sebagai kue cokelat. Messy berlanjut bertepuk tangan sembari sesering mungkin menolehkan kepala memandangi dress Lara.
"Selamat ulang tahun kami ucapkan ... Selamat panjang umur kita kan doakan ... Selamat sejahtera sehat sentosa ... Selamat panjang umur dan bahagia ...."
"Tiup lilinnya, tiup lilinnya!" suruh Messy memajukan dress berwarna putih.
"Yeayy!" Wanita itu bertepuk tangan semakin riang. "Ih ... Sayang. Umur kamu udah tujuh belas tahun loh ...," katanya sembari mengusap-usap lembut dress tersebut.
"Mau minta kado apa?" Messy sedikit mencondongkan telinganya. "Ha? Anak Mama mau ke Jogja? Ngapain ...? Oh ... kamu pasti kangen ya sama teman-temanmu di sana? Oke deh kalau gitu ... ayo kita ke Jogja!" serunya sembari menggendong dress putih secara hati-hati, takut-takut jika Lara terluka nanti.
"Mas! Anak kita mau ke Jogja!"
Gion menatap iba pada mantan istrinya. Rambut berantakan serta tubuh tak terurus semakin terlihat parah sejak diusir Jhops yang saat ini sedang mengurus surat perceraian mereka.
"Anak Mama cantik banget."
"Iya, Mama sayang kamu."
"Ayo ke sana!"
Gion menghalangi langkahnya. "Apaan sih, Mas! Lihat nih, Alana mau ajak aku ke sana! Minggir!"
"SADAR MESSY, SADAR! ALANA UDAH MENINGGAL!" seru Gion sembari mengguncang-guncang kedua bahu Messy sedikit kencang.
Wanita itu menoleh sesaat, menatap dress putih yang ia bawa, lalu kembali menatap Gion di depannya. "Ihhhhhh ... gila kamu, ya ...," ledeknya pada Gion di sana.
Pria itu tak mampu menahan. Belum reda rasa sakitnya ditinggal Alana, kini ia harus menyaksikan mantan istrinya kehilangan akal. Matanya memerah dan berkaca-kaca, lalu memeluk tubuh Messy begitu kuatnya.
"Alana udah gak ada Messy. Ini semua salahku. Kalau aja aku gak searogan ini sama uang, kita pasti masih bisa ngelihat anak kita bahagia," tuturnya pilu.
Mau seberapa banyak kata yang ia lontarkan, tetap saja Messy tak akan mendengarkan. Wanita itu malah semakin gencar berbicara pada dress putih Lara sembari sesekali mengelusnya.
"Minggir, ih!" kesalnya mendorong tubuh Gion. "Alana! Tunggu Mama, Sayang! Jangan main ke jalan! Banyak mobil!"
Gion merunduk dalam-dalam penuh penyesalan. Tak sekalipun ia merasa tenang sebab segala kesalahan yang pernah ia lakukan.
"Alana! Jangan terbang! Alana kamu mau ke mana, Sayang?!" Samar-samar suara Messy masih terdengar, membuat sesak Gion semakin berkepanjangan.
"Maafin Ayah, Nak ...," lirihnya pelan, namun penuh penekanan. "Padahal kamu udah percaya penuh sama Ayah, tapi Ayah hancurin gitu aja. Kamu gak beruntung karena menjadi anak Ayah, seharusnya kamu bahagia."
Gion tahu, pun menyadari betapa tidak berarti kata-kata maafnya kali ini. Anak itu sudah lama pergi tanpa sekalipun berupaya ia lindungi. Rasanya, Gion benar-benar tidak pantas jika sewaktu-waktu ia merasa berbahagia di dunia. Sebab apa yang telah ia lakukan kepada Lara sangat luar biasa kejamnya.
🥀🥀🥀
Enam bulan setelah kehilangan, tiada satu hal pun yang terlihat menyenangkan. Andra beserta kekosongan kini menyatu tanpa mampu disangkal. Kepergian Lara seakan telah menarik separuh nyawanya. Segala jenis penawaran bahagia, rasanya hambar seketika. Hidupnya terlampau didominasi oleh lamunan tak berarti dan sedikit energi.
KAMU SEDANG MEMBACA
LA-RA
Teen Fiction[Yang sedang ingin menangis, mari membaca bersama.] [Yang sedang menggalau akan cinta, mari resapi setiap kata.] =================================================== Tentang seorang gadis berpenyakit mental yang juga menjadi target perundungan orang...