Page-25

535 57 4
                                    

25. Titipan Bernyawa.

From: Ansos XI IPA 5.

Mana jatahku? Kamu mau aku hancurin kayak saudara kamu itu? Pokoknya aku gak mau tahu, lima menit kamu belum ke belakang gedung, aku bakal sebar foto ini ke grup angkatan.

Mata Rena langsung mendelik tajam. Apa-apaan ini? Lelaki itu tiba-tiba saja mengirim pesan dan hanya menyisakan waktu lima menit untuknya berjalan ke belakang. Memang benar-benar gila!

Rena meremas ponsel begitu kuat. Dirinya paham jika sedang dipermainkan. Tetapi mau bagaimana lagi? Boni adalah orang yang paling berbahaya dengan kemampuan manipulatifnya. Lelaki itu bahkan sudah berhasil memporandakan mental Lara sesingkat kedipan mata. Ancaman yang ia berikan tidak pernah main-main bagai lesakan peluru dalam membidik mangsa.

Gadis berbandana hijau itu mendorong bangku ke belakang, cukup menarik perhatian. "Guys! Gue ke toilet bentar."

"Beser lo?" tanya Misha.

"Ee ... gak gitu, ada yang ketinggalan. Bentar, ya," cengir Rena yang langsung mengacir keluar kelas sebab takut diintrogasi lebih lanjut.

"Iya, anjir! Gue juga heran kenapa tuh anak ngamuk sama Boni," timpal Misha kembali pada topik pembicaraan utama. "Padahal kan mereka bestie."

"Ngeri memang kalau deket-deket orang sakit mental," sahut Kenta di samping Fera. "Gak salah apa-apa jadi tumbal."

"Makanya, kalau sampe kali ini dia gak dikeluarin parah, sih."

Keadaan kelas semakin tak terkendali sejak Belly mengumumkan jika Pak Jen tidak akan masuk mengajar hari ini disebabkan rumahnya terendam banjir akibat curah hujan terlampau tinggi. Mulai dari bel istirahat berbunyi sampai dengan pulang nanti, mereka akan tetap bertingkah sesuka hati meskipun sudah diberi tugas untuk melengkapi masa luang.

Belly dan Adi sudah memainkan gitar diiringi nyanyian tepat di depan papan tulis membentang. Sedangkan Kevin sedang sibuk mendengarkan musik lain di dalam earphone bersama Alin. Berduaan di bangku dekat dinding.

"Yee ... pacaran mulu lo berdua!" seru Winda yang baru saja lewat di sisi mereka.

Berbeda dengan Alin yang sudah tersipu, Kevin sama sekali tak menghiraukan godaan Winda barusan. Lelaki itu masih menopang dagu di atas meja seraya terus memandangi wajah Alin di sana.

Tangan Kevin terangkat memindai anak rambut Alin di depan wajah, lalu berkata, "Lo kalau rambutnya diginiin cantik banget, sumpah."

"Gimana-gimana?" tanya Alin memancing. "Gue gak denger."

"Gak usah pura-pura budek!" ucap Kevin membelai pelan pipi gembul Alin. "Lo itu manusia bukan sih, Lin? Cantik banget, heran," kagumnya kemudian.

"Siapa bilang gue manusia? Gue kan bidadari, wle!" Alin masih berusaha untuk menahan diri agar tidak terbang tinggi.

"Pasti jatuh dari surga, ya?"

Alin lantas terkekeh mendengar penuturan Kevin. "Gak usah belagak ngegoda gue lo, ya."

"Serius gue." Kevin menegakkan tubuh, lalu memiringkan kepala dan tertidur di bahu Alin. "Gini aja, nyaman."

Alin tersentak kala tangan Kevin melingkar di pinggang. Bola mata yang sudah membulat besar ia gulirkan untuk melirik Kevin di sisi kiri, lelaki itu tersenyum manis sekali.

LA-RATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang